⠼⠃⠉ Topeng

107 20 8
                                    

Selene anak yang banyak bertanya. Dia terobsesi dengan misteri. Dia memiliki OCD terhadap satu keping jigsaw puzzle terakhir yang hilang tak tentu rimbanya. Sejak hari pertama, dia tahu ada yang tidak beres denganmu, dan bukan hanya karena kau datang dari SMA paling berprestise di kota. Dia juga sering bertanya apakah kau tidak apa-apa.

Kau mengenang kembali ketika kau datang ke rumahnya malam-malam. Kau bukannya ganjen atau henna otoko (menurut Reno, artinya orang aneh). Gadis itu sendiri yang memintamu datang.

Oke, dia memang tidak terang-terangan bilang kau harus datang ke rumahnya sekarang juga. Dia hanya mengirim e-mail yang mengatakan bahwa cewek-cewek merindukanmu. Saat itu kau bahkan belum bertemu teman-temannya di stadion. Jadi, siapa cewek-cewek yang dia maksud? Lawan jenis terdekat yang berinteraksi denganmu selama ini hanya (1) Nice yang seperti nenek sihir itu, dan (2) teman sebangkumu.

Lalu kau ingat hari itu kau tidak masuk sekolah karena lututmu lebam dan kaku.

Kau menebak-nebak gadis kedua inilah yang merasa kehilangan dirimu.

Malam itu kau memaksakan langkah dari indekos ke rumah gadis itu. Angin berembus tak bersahabat, tapi tampaknya urusan ini mendesak.

Halaman rumah gadis itu dilapisi rumput yang mengingatkanmu pada serial Teletubbies. Rumahnya sendiri bergaya lawas, mungkin era 90-an. Garasinya dari kayu dan tampak lusuh, begitu pula sedan hitam yang terparkir di dalamnya. Rumah itu tampak membeku di masa lalu dan tidak ingin beranjak modern, kecuali rumah kaca di sebelahnya. Itu baru.

Kau mengejutkan gadis itu dengan mengabarkan bahwa kini kau berdiri di seberang jalan rumahnya. Gadis itu menghambur keluar dengan marah, seolah-olah yang kaulakukan adalah mengintipnya saat sedang ganti baju.

Gadis itu mengenakan piama lucu bergambar Hello Kitty. Dia terlihat lebih mungil ketimbang di sekolah. Rambutnya yang biasanya diurai, kini diikat ekor kuda, menampilkan bentuk kepalanya yang cantik. Kau menyadari hal itu bahkan di bawah temaram lampu jalan.

"Ngapain kamu di sini?" sergahnya.

"Katanya ada cewek yang kangen aku," godamu. Kau belum pernah menggoda cewek sebelum ini, dan bersikap to the point kepada gadis satu ini sudah terbukti hanya mempermalukan diri sendiri, jadi kau harus menempuh jalan memutar. Kau hanya akan bermain saat dia ingin bermain.

Angin berembus semakin kencang. Seharusnya kau menyuruh gadis itu masuk sebelum hujan turun, tapi kalian malah berjalan kaki menyusuri jalan beraspal.

Gadis itu bertanya apakah kau punya masalah dengan datang ke sekolah setiap hari. Jawaban jujur? Ya, bermasalah sekali. Biasanya kau hanya 'bersekolah' tiga hari seminggu sewaktu homeschool. Bersekolah enam hari dalam seminggu membuatmu layu. Kopi terpaksa jadi asupan rutinmu.

Tapi kau tidak bisa mengatakan itu kepadanya. Kau masih dalam mode pengamat jarak jauh yang harus menyembunyikan jati diri. Dia bahkan belum tahu penyakit aneh yang membuat lututmu lebam tanpa alasan.

Kau bicara berputar-putar tentang ibu kos yang menyebalkan dan kondisi kejiwaanmu yang rentan. Padahal sebenarnya tidak ada yang salah dengan kejiwaanmu. Kau yakin punya pelekatan yang aman dengan ibumu. Kau bisa mengatasi duka akibat kematian ayahmu dengan baik. Kau merayakan kehidupan meskipun bergantung pada seutas tali yang hampir putus. Yang bermasalah sebenarnya justru sepupumu. Bukannya kau tidak memperhatikan botol pil penenang di rak kamar mandinya. Di balik sikapnya yang menyebalkan, sepupumu menyembunyikan kerapuhannya.

Angin mengamuk dan hujan tumpah dari langit, tapi kau tidak ingin berpisah dari gadis itu. Belum. Malam ini terasa damai, karena pada saat itu kau merasa benar-benar diperhatikan, dan kata-katamu didengarkan. Satu-satunya yang kausesali hanyalah pengakuan yang kau ceritakan kepada gadis itu bukan diri sejatimu. Bahwa yang ditemuinya malam itu adalah topengmu, yang berambut jabrik, berkacamata, dan berjaket hitam.

Kau bertanya-tanya sendiri, jika suatu hari dia menemuimu dalam wujud aslimu, yang berambut klimis, mengenakan sweatshirt norak dan celana piama lucu, serta gemetaran di hadapan kucing, apakah dia masih akan melihatmu dengan cara yang sama seperti malam itu?




Dari Pengarang:

Sella di Bentala Sella: kok Pasha beda ya sekarang?






Saujana MataDove le storie prendono vita. Scoprilo ora