16|Secret Behind the Room Door

12 2 19
                                    

Mengenang setiap kesan yang pernah ada, tidak ada habisnya kadar rasa yang tersisa. Meskipun sudah berlalu lama, tetapi siluet harapan terus melekat. Ada keinginan agar lekas menggapainya.

Sembari mendengarkan musik favorit mereka, Diana dan Fara mengerjakan tugas dan latihan soal untuk ujian minggu depan. Mereka sudah makan bersama dengan Emil. Kini di kamar Fara untuk belajar berst. Sepertinya keduanya sudah hanyut dalam lautan kertas di hadapan mereka.

Fara selesai mengerjakan tugasnya, ia menjadi teringat. "Diana."

"Hem?" sahut Diana singkat.

Gadis yang membuka pembicaraan itu menegakkan badannya seraya menghadap Diana yang duduk bersila sambil membaca bukunya. "Kalo kita ambil barang milik orang lain, harus dibalikin, 'kan, ya?"

"Ya iyalah. Itu, 'kan, bukan hakmu."

Jawaban singkat dan padat itu amat jelas di telinga Fara. Ia hanya mengangguk-angguk. Diana menengok ke sebelahnya. Dilihatnya Fara sedikit canggung.

"Kamu habis ambil barang orang lain, 'ya?"

Fara terkesiap. Ia gelagapan seraya menyilang-nyilangkan tangannya. "Enggak, enggak! Masa aku kayak gitu."

"Haha, santai aja kali. Cuma becanda tadi. Tapi, kok aku rasa kamu ada yang dirahasiakan dari aku," tutur Diana sedikit penasaran.

Tatapan sahabat itu sudah membuat nyalinya ciut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tatapan sahabat itu sudah membuat nyalinya ciut. Radar keinginatahuan Diana selalu besar. Bahkan, radar kecurigaannya setajam tikus. Hewan yang begitu was-was dengan hal barunya.

"Em, itu. Aku bawa ini," tunjuk Fara setelah mengeluarkan benda kecil dari saku ranselnya.

Diana terperangah. "Obat? Punya siapa ini? Kamu sakit?"

"Ck! Bukan aku, ini ... punya Pasya. Aku bingung ngembaliinnya gimana. Bantu aku, Di."

"Kenapa bisa di kamu?"

Fara menghela napas. "Heuh, pokoknya jadi gini, Di. Ternyata setelah aku tanya-tanya ke Om yang jadi dokter di RS Harapan Jiwa, ini obat untuk penderita kanker tulang."

"Kamu serius?" kejut Diana. Kedua tangannya meraih obat di depan Fara. Ia bolak-balik wadahnya. "Pantas saja, Pasya berbeda gitu gesturnya kalo lagi olahraga. Dia selalu berusaha menyelesaikan ujian praktek dan lekas pergi."

"Nah, itu juga dulu aku enggak sadar. Ternyata dia berusaha menyembunyikan penyakitnya," sahut Fara. "Jadi, gimana dong balikinnya? Takut kalo dia mikir aku macem-macemin obatnya."

Buku-buku di hadapannya segera ia tata rapi. Sedikit jarak yang tercipta antara mereka, Diana meyakinkan Fara untuk segera mengembalikan tanpa menanyakan apa yang sedang terjadi.

"Besok, harus kamu kembaliin. Mungkin dia enggak cari karena takut ada yang tahu. Tapi, sebaiknya kamu balikin."

Fara mengangguk. Ia menyusul menutup buku-bukunya. Punggungnya sedikit ia congdongkan. Senyum curiganya mulai berulah.

Shoot Your Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang