7|Heart Fight

24 5 22
                                    

Menuruni tangga dari perpustakaan menuju ruangan khusus para mahasiswa PPL. Dylan dan teman-temannya sudah tiga hari merasakan bagaimana mengajar di sekolah. Meskipun baru beberapa hari, tetapi kesannya begitu terasa.

"Dylan, nanti pulang mau ikut yang lain ke kampus enggak? Buat ketemu dosen pembimbing, konsultasi materi?"

"Enggak, Reno. Aku nanti pulang masih ada berkas yang harus aku kerjain. Di perpustakaan sekolah paling," tolak Dylan.

Reno mengedikkan bahunya seraya memiringkan kepalanya ke arah samping kiri. "Oh, iya sudah. Hati-hati sendirian di perpustakaan. Horor ... tahu," bisik Reno tepat di telinga Dylan.

Senyuman mengejek terlukis pada bibir Reno. Dylan tentu tidak begitu menggubris. Ia hanya sedikit kesal dengan candaan teman satu PPLnya itu.

"Nanti aku videoin, biar bisa kenalan sama kamu penunggunya," tutup Dylan pada percakapan dengan Reno.

Reno berteriak tidak jelas sambil menunjuk-nunjuk Dylan yang telah berjalan meninggalkannya. "Dylan, ya enggak gitu juga. Orang cuma bercandaan tadi. Tapi, kalo emang beneran ada, ya, jangan divideoin," teriak Reno.

Kekehan ringan terdengar dari bibir Dylan yang mengembang senyumnya. Sebuah panggilan berasal dari ponsel Dylan. Tangan kirinya meraih ponsel di saku celananya.

"Enggak, pengen sendiri aja. Kamu ngajak temanmu dulu, ya. Kapan-kapan aku temenin," jawab Dylan dari panggilan telepon.

"Dah ... see you my boo," lanjutnya menuntup panggilan.

Seseorang ternyata berdiam diri di balik dinding penyekat antara perpustakaan dan toilet. Siswi dengan poni manisnya terus menerka-nerka.

"Boo? Oh, Kak Dylan udah punya pacar, ya?" pikir Diana cepat.

"Baru tahu, cowo seperti Kak Dylan bisa berkata manis dan hangat kayak tadi. Soalnya, kalo dilihat, 'kan, lempeng-lempeng aja, tuh orang," sambung Diana dengan pikirannya sendiri.

"Siapa yang lempeng?" seseorang ternyata sudah berdiri di belakangnya.

"Ah, Fara! Ngagetin aja!" kesal Diana diiringi tangannya menepuk ringan lengan Fara.

"Mau ke perpus nyari buku lagi?" tanya Fara.

Diana menepuk bahu Fara. Mulutnya sedikit dimanyunkan. "Iya buku, dong. Masa nyari Kak Emil?" kelekar Diana.

Ucapan sahabatnya itu mengantar Fara pada imajinasi sesaatnya. Ia sempat berkhayal, kelak suatu saat Diana menjadi kakak iparnya.

"Bukankah sempurna? Bisa memiliki kakak ipar sepintar dan sebaik dia," gumamnya seraya memandang Diana yang mendahului masuk ke perpustakaan.

"Kak Emil ... kapan, sih, kamu bisa sadar kalo Diana suka sama kamu?" keluh Fara singkat dan berjalan mengikuti langkah Diana.

•••

Ada sebuah pepatah, seseorang akan terasa hidup ketika sedang mencintai. Layaknya bunga yang mencintai air hingga ia semakin mekar dan bertahan hidup. Apa yang sedang dirasakan ketika jatuh cinta, menyebarkan sinyal kehidupan pada setiap sel dalam tubuh.

Diana asik menjelajahi setiap rak di perpustakaan. Jam menunjukkan pukul 15:15 WIB, sedangkan bel pulang sudah berbunyi lima belas menit yang lalu. Gedung sekolah akan ditutup tepat pukul empat sore. Sehingga, waktu yang tersisa ini, sering Diana manfaatkan untuk meminjam buku-buku.

"Bagian huruf F. Farmasi ... mana, ya?"

"Di atasmu, sebentar aku ambilkan," ucap pria yang tiba-tiba sudah mengulurkan tangan kirinya yang hendak meraih buku di rak bagian atas.

Diana masih terpaku dengan arah yang di maksud. Ia mendongak ke atas. Benar, buku farmasi berada di rak atas. Senyumnya tergambar jelas dengan hati gembira.

"Iya, benar ada di sana ternyata," jawab Diana tanpa melihat pria di sampingnya. "Makasih, ya."

Diberikanlah buku tersebut pada Diana. Akhirnya Diana melihat siapa yang membantunya. Pasya, murid baru yang sudah menjadi teman kelasnya kemarin.

"Oh, Pasya? Ternyata kamu juga di perpustakaan," kaget Diana spontan.

Pasya mengangguk. "Hem, ya. Sejak delapan menit yang lalu."

Diana terkekeh. "Haha, selisih dua menit ternyata kita masuk perpustakaannya. Kamu duluan," sahutnya bersamaan kedua matanya menyipit dihimpit pipinya yang merekah saat tersenyum.

"Sendiri?" tanya Pasya seadanya.

Diana menggeleng diikuti tangannya menunjukkan Fara yang asik melihat pemandangan sekitar sekolah dari jendela. Gadis yang memakai bando warna merah muda itu tidak begitu tertarik dengan buku. Pemandangan indah justru yang menarik di matanya.

"Fokus sama kegiatan masing-masing, ngobrolnya jangan lama-lama," tegur seseorang yang melewati keduanya. Tatapannya cukup ada maksud ketika melihat Diana dan Pasya.

"Eh, Kak Dylan kenapa?" racau Diana bernada rendah.

Pasya mengedikkan bahunya. "Entah," jawabnya singkat. "Aku balik dulu, ya. Udah ketemu sama buku yang kucari tadi," lanjutnya berpamitan.

Diana mengangguk. Ia berjalan mendekati Dylan yang sudah duduk di kursi pojok sisi kiri. Raut penasarannya mulai membuncah. Hampir dekat ke arah Dylan berada, Diana terkesiap ketika pria itu berjalan menuju rak sisi kanan.

"Kepo sama kerjaannya Kak Dylan. Bikin apa, dia?" Diana pelan-pelan mendekati meja Dylan dengan setumpuk kertas.

Dret! Dret! Dret!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Dret! Dret! Dret!

Ponsel Dylan bergetar dan terdapat notifikasi di layar. Bertulis "My Boo" dengan sebuah pesan.

"Boo, kalau besok malam minggu kita main ke pantai, yuk. Kangen sama kenangan kita waktu SMA, hehe."

"Beneran, sih kayaknya. Kak Dylan punya pacar," gumam Diana. "Eh! Kenapa aku kepo gini coba?" sambungnya seraya menggelengkan kepalanya.

Diana masih melongok melihat ponsel dengan notifikasi tersebut. Terlihat Dylan mendekati Diana dan tentu ia penasaran apa yang sedang gadis itu lakukan.

"Kamu ngapain?" tanya Dylan curiga.

"Oh, e ...." Serasa kelu di lidah Diana, ia bingung harus menjawab apa.



TO BE CONTINUE

Shoot Your Love Where stories live. Discover now