14 | won't hold back

980 109 59
                                    

Kepala Floryn terasa berat, bahkan ketika kesadarannya datang ia masih kesulitan membuka mata karena rasa pusing yang tertinggal.

Floryn tak pernah sepusing ini kalau saja saat terbangun ia tidak mencoba mengingat apa yang terjadi semalam dan ada dimana ia sekarang. Matanya menyipit, mulai beradaptasi dengan sinar cahaya yang terpantul dari kaca dinding. Floryn mendesah, menyadari ini bukan apartemen Chiara.

Sangat disayangkan tidak ada yang bisa Floryn ingat, sekalipun ia berusaha keras mengingat. Sedikitnya Floryn tahu ini apartemen siapa, tetapi logikanya menyangkal dan berharap berkebalikan dengan realitanya.

Floryn menyibak selimut untuk memastikan sesuatu yang mampir dipikirannya, lalu bernapas lega saat melihat pakaiannya masih lengkap seperti semalam. Bahkan kaos kaki yang Floryn kenakan dari kemarin masih terpasang, tunggu, bukan itu yang mengganggu penciumannya. Namun bau alkohol yang seperti menempel ditubuhnya, membuatnya berpikir untuk segera masuk ke kamar mandi dan membersihkan diri, karena hari juga akan semakin siang.

Floryn membutuhkan lima belas menit untuk mandi, membuka lemari pakaian sang pemilik apartemen dan meminjam kaos untuk ia kenakan sementara, karena baju semalam sudah tak mungkin bisa ia pakai, kecuali dalamannya yang harus tetap ia pakai—sebab ia tahu ia berada dimana saat ini. Baju-baju yang ada di lemari membuktikan berada di apartemen siapa Floryn saat ini.

Sebelum keluar, Floryn sempat mencari barang yang sekiranya miliknya yang ia bawa dari semalam, tetapi hasilnya nihil. Floryn sepertinya meninggalkan ponselnya di apartemen Chiara dan tak membawa apapun selain diri sendiri.

Floryn keluar dari kamar yang berada di lantai atas itu, turun ke bawah, meneliti isi satu unit apartemen yang begitu luas dan mewah. Kemungkinan harga sewanya tak pernah bisa Floryn bayangkan apalagi sanggupi. Turun dari tangga, kedua mata Floryn sudah menemukan pemilik apartemen disana, sedang berkutat dengan masakan yang dibuatnya.

"Zello," satu kata itu keluar pertama kali begitu sampai di bawah.

"Duduk," tunjuk laki-laki itu pada meja makan, sementara ia menyelesaikan masakannya.

Oke, Floryn baru tahu Zello bisa memasak. Meski pun itu hanya dua buah toast dan omelette, Floryn tetap tak percaya Zello bisa menguasai dapur. "Sejak kapan lo bisa masak?" sehingga pertanyaan itu keluar dengan sendirinya.

"Semenjak lo ngilang," jawab Zello datar, itu artinya saat kelas satu SMA. Saat sebelum Zello masih bisa mencuri bekal Floryn, menghabiskan makanan Floryn yang dipesan di kantin, atau mengambil cokelat yang dihadiahi untuk Floryn dan ia makan sendiri tanpa membagi Floryn.

Tanpa sadar Floryn membuang pandang, menipiskan bibirnya, memilih duduk saat tak ada kalimat yang bisa ia balas. Floryn mungkin sering mengatakan tak ingin membahas masa lalu, tetapi memori dikepalanya justru mengingatkan itu, membuatnya mau tak mau jadi berandai dan pada akhirnya menyesali itu.

Zello selesai dengan masakannya, menaruh di meja makan yang ditempati Floryn dan mengambilkan minum untuk Floryn. "Minum, lo baru bangun tidur."

Tak ada protes seperti biasanya, Floryn meneguk air putih itu. "Gue nggak nyusahin lo kan?"

Floryn harap tidak, karena ia sungguh tak ingat apapun selain kejadian di makam dan memutuskan untuk pergi ke bar menenangkan pikiran yang kacau. Namun justru keadaannya makin kacau.

Zello sempat terdiam, membalas tatapan Floryn dan menggeleng. "Chiara yang repot jagain lo, gue tinggal jemput lo semalam."

Sial sekali, ternyata Floryn juga melibatkan Chiara, ia baru ingat satu-satunya orang yang tahu ia ke bar adalah Chiara karena sebelum meninggalkan ponsel, Floryn sempat mengabari Chiara untuk tidak mencarinya.

TACHYCARDIAKde žijí příběhy. Začni objevovat