Prolog

162 43 85
                                    

Sebenarnya Hanin nggak ada masalah dengan momen pulang kampung seperti saat ini. Hanya saja setelah memutuskan untuk tinggal di luar kota, Hanin merasa enggan untuk kembali ke kota kelahirannya. Menurut Hanin ada banyak kejadian memalukan di sini yang ingin Hanin kubur dalam-dalam, salah satunya berhubungan dengan pemuda jangkung yang saat ini tengah duduk bersama kembarannya.

Gading, cowok pertama dan satu-satunya yang menolak pernyataan cinta dari Hanin.

Sejak saat itu Hanin tidak lagi menaruh rasa kepada cowok manapun, ia terlalu malu dan terus terbayang-bayang penolakan dari Gading.

Mereka adalah teman baik sejak kecil, rumah Gading tepat berada di depan rumah Hanin. Setiap hari mereka berangkat sekolah bersama, sifat Gading yang usil membuat Hanin kadang uring-uringan sendiri. Entah apa alasan Hanin bisa jatuh cinta selain karna tampang cowok itu.

Dan sialnya setelah dua tahun tidak bertemu, Gading semakin tampan. Dia juga semakin tinggi, tidak dekil lagi dan wangi.

"Hanin diem aja disitu. Sini gabung sama yang lain," ujar Tante Sintya.

Hanin tersenyum dan mengangguk. "Iya tante, tapi ini masih nyelesein kerjaan dulu."

"Loh Hanin nggak kuliah?"

"Kuliah, tapi ikut kelas karyawan Tante."

"Kenapa nggak yang fulltime kuliah sih Nin? Kerja kan bisa nanti dicari setelah kuliah. Emangnya bakalan kepake ijazah kuliahnya kalau ambil kelas karyawan gitu."

Salah satu alasan Hanin enggan untuk pulang kampung ya bertemu dengan orang modelan Tante Sintya ini.

"Hahaha, bakalan kepake kok Tante tenang aja."

"Oh gitu ya." Tante Sintya kemudian melanjutkan pertanyaannya, "kamu udah ada pacar belum Nin? Masa Lala aja udah punya kamu belum."

Nah, pertanyaan yang paling ingin Hanin hindari lolos begitu saja dari mulut wanita berjilbab merah itu. Memangnya kenapa sih kalau Hanin belum punya pacar? Apakah ekosistem di bumi bakalan terganggu? Atau jadwal keberangkatan kereta api dan pesawat tertunda? Nggak kan.

"Belum tertarik buat cari pacar Tante lagian Hanin masih mau fokus kuliah sama kerja."

"Nanti kalau terlalu fokus kerja sama kuliah bisa jadi perawan tua loh Nin, apa mau Tante Sintya cariin pacar aja?"

Sabar Hanindyah tahan, nggak boleh emosi dan marah-marah. "Nggak usah Tante. Aku bisa cari pacar sendiri kok, lagian ngerepotin Tante nanti jatohnya," balas Hanin.

Rupanya Toni dan Gading yang duduk tak jauh dari mereka mendengar obrolan Tante Sintya dengan Hanin. Mereka berdua terlihat tertawa membuat Hanin yang tidak sengaja bertatapan melotot.

Toni, kembaran Hanin malah menjulurkan lidah merespon tatapan Hanin. Sementara Gading terlihat tertawa tanpa suara.

"Tante gak repot tau kalau Hanin mau bisa banget loh Tante Sintya cariin, kriteria Hanin yang kayak gimana emang? Sebutin aja sebutin, mirip siapa gitu."

Hanin pengen banget jawab mirip Gong Yoo tapi Tante Sintya mana ngerti pesona lelaki matang satu itu.

"Kriteria Hanin tuh yang kayak Gading Tante."

Sumpah demi apapun kalau saat itu nggak ada Tante Sintya, sudah melayang botol minuman ini ke kepala Toni.

"Loh?! Hanin naksir sama Gading tah?" Tanya Tante Sintya.

Toni tersenyum merangkul pundak Gading dan mengangguk. "Bahkan pernah Hanin tembak waktu kelulusan sekolah," ujar Toni.

"Toni!" Hanin berusaha untuk mengancam Toni dengan mengepalkan tinjunya ke arah pemuda itu tapi bukannya takut Toni malah makin menjadi-jadi.

hate... but love you Onde histórias criam vida. Descubra agora