07. Perang Melawan Pasukan Pemberontak (2)

322 34 0
                                    

Menjelang senja, ibukota yang biasanya ramai dengan aktivitas ekonomi dan pemerintahan kini sunyi senyap. Perang yang baru saja dimulai telah mengubah segalanya.
Di depan benteng kerajaan, Fahmi dengan tegas memerintahkan pasukannya untuk membentuk formasi tiga lapis baris-berbaris. Masing-masing lapis terdiri dari dua peleton, dan mereka semua berdiri diam, menunggu aba-aba untuk memulai pertempuran.
Di sisi pemberontak, pasukan mereka telah bersiap di posisi masing-masing. Infanteri berada di garis depan, siap menerjang benteng pertahanan. Di belakang mereka, pemanah dan kavaleri bersiaga untuk memberikan dukungan. Andi, mengamati pasukan kerajaan dari kejauhan dengan mengerutkan keningnya.
"Cuma 300 pasukan? Apa-apaan ini? Saya kira pengintai yang saya kirim berbohong," kata Andi dengan heran.
"Tampaknya pihak kerajaan sudah menyerah pada kita," balas Rijal dengan wajah sinis dan meremehkan. "Mungkin mereka gemetar setelah melihat 4000 pasukan kita. Perang ini agaknya akan cepat selesai."
Andi mengangguk setuju. "Pihak kerajaan sudah menyerah sebelum perang, itu sangat disayangkan. Tapi itu bagus, setidaknya saya tidak perlu membayar mahal dalam perang ini. Butuh bertahun-tahun untuk melatih pasukan dan kehilangan prajurit itu sangat disayangkan. Kalau begitu saya akan meminta semua infanteri untuk segera maju dan mengalahkan semua pasukan dengan cepat dan meminimalisir kerugian."
"Yang mulia, saya dapat info kalau senjata yang digunakan oleh pihak kerajaan mirip seperti panah dan mereka bisa menyerang dari jarak jauh jadi sebaiknya kita hati-hati," balas Regi dengan nada yang cukup khawatir.
"Tidak perlu," kata Andi dengan nada arogan dan dingin. "Meskipun mereka menembak dari jarak jauh, namun jika pasukan kita sudah sampai ke mereka, yakinlah mereka tidak akan mampu menghadapi pasukan infanteri karena kelemahan mereka pasti dari jarak dekat."
"Kalau memang demikian, maka pasukanku juga perlu maju untuk menyelesaikannya dengan cepat," balas Rijal. "Andi, saya perwira yang memimpin 1000 pasukan infanteri dari kerajaan Makassar mengizinkanmu untuk mengambil alih komando pasukan." Rijal melanjutkan sambil berteriak ke pasukannya, "Semua pasukan dibawa komando ku, saya akan mentransfer otoritasku kepada tuan Andi, kalian harus dengarkan arahannya!"
"Siap, yang mulia!" jawab pasukan perwakilan kerajaan Makassar dengan serentak.
Andi kemudian mengangkat pedangnya dan berteriak, "Semua pasukan infanteri, ikuti arahanku!" sambil menunjuk pedangnya ke arah pasukan kerajaan. "Serang!"
3.000 pasukan infanteri gabungan pasukan pemberontak dan kerajaan Makassar yang menggunakan pedang, keris, dan tombak maju serentak dengan teriakan penuh semangat dan rasa haus untuk menghabisi musuh di depan mereka.
Di sisi lain, setelah Fahmi melihat semua pasukan gabungan pemberontak dan kerajaan Makassar bergegas menuju ke arah pasukannya, Fahmi langsung menyuruh pasukan lapis pertama untuk bersiap menembak. Fahmi menunggu pasukan musuh untuk sampai ke jarak tertentu sebelum menembak. 400 meter, 350 meter, 300 meter, 250 meter, 200 meter...
Setelah pasukan musuh sudah sampai di jarak tersebut, Fahmi langsung berteriak, "Tembak!"
Semua pasukan lapis pertama langsung membidik sasaran dan menekan pelatuknya. Api memancar, suara tembakan terdengar terus menerus, dan asap hitam mulai muncul dari senjata api. 100 butir peluru meluncur ke arah gabungan pasukan pemberontak dan kerajaan Makassar.
Hanya dalam sekejap, hampir 100 pasukan infanteri berjatuhan, terbunuh di tempat dan terluka parah. Teriakan kesakitan dan kekacauan mewarnai medan perang.
"Tembak!" teriak Fahmi lagi.
7 Detik kemudian, pasukan lapis kedua dari serangan tiga tahap maju dan memulai tembakan kedua. Asap hitam dari efek senjata api semakin tebal dan berkabut, membuat pasukan infanteri tidak bisa melihat pasukan kerajaan di depannya. Tiba-tiba, hujan peluru kedua meluncur ke arah pasukan infanteri dan menghantam barisan belakang. Hampir 100 pasukan infanteri kembali berjatuhan, ketakutan mulai menyelimuti pasukan infanteri yang tersisa. Dilema muncul diantara mereka, Maju atau Mundur?. Belum sempat mereka memutuskan, tembakan ketiga sudah dimulai.
"Tembak!" teriak Fahmi untuk ketiga kalinya.
Peluru yang berterbangan melesat menuju pasukan infanteri seperti tetesan air hujan dan langsung menghantam tubuh mereka, sekali lagi menjatuhkan hampir 100 pasukan infanteri.
Sekalipun ada yang beruntung karena hanya terkena bagian tangan atau kaki. tetap saja tulang mereka langsung remuk terkena peluru sehingga langsung terjatuh ke tanah dan kehilangan kemampuan bertarungnya.
Hanya dalam satu putaran serangan tiga tahap, hampir 300 pasukan infanteri tewas dan luka berat serta terjatuh dalam genangan darah. Menyisakan hampir 2700 pasukan infanteri dalam waktu kurang dari 30 detik.
Andi melebarkan matanya ketika melihat kejadian tersebut. Hampir 300 pasukannya tewas dalam waktu kurang dari 30 detik. Apa-apaan ini?! Andi sangat tidak terima dengan hal tersebut dan berteriak, "Kalian semua maju dan cepat habisi mereka!"
Pasukan yang cukup takut pun mulai mencoba memberanikan diri untuk maju menyerang. Namun saat mereka maju selangkah, pasukan kerajaan sudah memulai serangan tiga tahap di putaran berikutnya.
Ratusan peluru terbang ke arah mereka dengan cepat dan kejam. Tiap kali tembakan hujan peluru meletus, hampir 100 pasukan infanteri tewas dan terluka berat di tempat.
Pasukan infanteri panik ketakutan. Tidak ada yang rela nyawanya hilang di area yang dianggap hukuman mati ini. Meskipun mereka masih berharap hujan peluru berhenti lebih lama atau berhenti sepenuhnya, namun kenyataan hujan peluru selalu menuju ke arah mereka tiap 7 detik.
Lambat laun, tembakan demi tembakan yang ditembakkan oleh pasukan kerajaan. Sudah membuat lebih dari 2500 pasukan infanteri tewas di tempat. Dan membuat pasukan infanteri yang tersisa kabur dari tempat kematian itu.
Fahmi yang memantau mereka kabur, meminta pasukan untuk menghentikan tembakan. Raja sudah memintanya sebelum perang untuk jangan menembak atau melawan mereka yang mundur,kabur atau menyerah, cukup ditangkap setelah perang usai.
Baik rakyat, para pejabat, dan tokoh masyarakat yang menyaksikan peperangan tersebut gemetar. Terutama yang mendukung pemberontak. Mereka sudah tau akhir dari peperangan ini dan segera lari dan bersiap untuk kabur secepat mungkin. Tidak, ini bukan peperangan, tapi ini adalah pembantaian sepihak.
Andi tidak mempercayai apa yang ada didepannya, seolah-olah ini adalah mimpi di siang bolong. 300 pasukan mampu mengalahkan 3000 infanteri?. Andi tidak terima ini dan matanya merah seolah ingin membantai semua pasukan kerajaan yang ada didepannya. Keinginannya untuk mengurangi jumlah korban pasukan disisinya sudah sangat sia-sia.
"Ini tidak mungkin, aku bermimpi kan?! Jawab aku, Regi!.. Aku sedang bermimpi kan?!.. Agh!" Andi sangat marah dan hampir gila melihat apa yang terjadi di depannya.
Regi yang menyaksikan pembantaian pun tidak bisa berkata apa-apa dan gemetar melihat kejadian yang ada didepannya.
Rijal yang sebelumnya bersikap sinis dan meremehkan pasukan didepannya sekarang juga gemetar ketakutan. Dia seperti melihat pasukan dari langit yang turun ke bumi untuk melakukan penghakiman.
Perang yang awalnya dianggap sangat mudah dan menguntungkan bagi pasukan pemberontak menjadi sebuah bencana yang paling tidak masuk akal yang akan tercatat dalam sejarah di dunia ini.

Kebangkitan Kerajaan Besar Nusantara (Hiatus Sementara)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang