02. Senjata Baru

3.9K 42 5
                                    

Ibukota Mamuju, 12 Februari 1520 Masehi
Langit Mamuju yang kelabu pada siang menjelang sore itu seolah mencerminkan keadaan kerajaan Mamuju yang tengah dilanda krisis. Kekalahan besar dalam perang melawan agresi kerajaan Makassar, meninggalnya sang raja di medan perang, dan pemberontakan di wilayah selatan telah memicu keputusasaan di kalangan rakyat,para pejabat dan tokoh masyarakat.
Keraguan terhadap masa depan kerajaan Mamuju merebak. Suara-suara skeptis memprediksi kejatuhan kerajaan, mendorong beberapa orang untuk bergabung dengan pemberontak. Di sisi lain, masih ada yang memilih untuk bersikap netral dan menunggu perkembangan, sementara segelintir orang optimis bahwa kerajaan masih bisa diselamatkan,namun suara mereka bagaikan lilin kecil di tengah badai.
Di tengah situasi yang kacau ini, Raja baru, Andika, mengejutkan semua pihak dengan perintahnya untuk mengumpulkan seluruh pasukan dan penempa besi di kerajaan. Tindakan ini menunjukkan tekadnya untuk melawan pemberontak dan menolak tuntutan mereka agar dia turun tahta.

----------------


"Yang mulia, semua pasukan dan penempa besi sudah berkumpul di halaman depan istana," jawab Rukka dengan wajah yang cukup serius.
Andika yang sedang memikirkan rencana masa depan kerajaan pun berhenti dan berbalik. "Rukka, berapa pasukan yang tersisa dan masih bertahan di kerajaan ini?" tanyanya dengan nada yang penuh kekhawatiran.
Rukka menjawab dengan suara pelan, "Kurang lebih 1000 orang, yang mulia."
Andika mengerutkan keningnya. Jumlah pasukan yang tersisa sangat sedikit. Seperti yang diketahui sebelum perang besar, jumlah pasukan kerajaan Mamuju sekitar 12.000 orang. Jumlah tersebut sebenarnya lebih dari cukup untuk kerajaan Mamuju yang relatif kecil dibandingkan kerajaan besar lainnya di Nusantara.
Seingat Andika, ayahnya memimpin sekitar 9.000 pasukan dalam perang. Nampaknya setelah kekalahan perang tersebut, sebagian besar pasukan yang tersisa kabur dan ada juga yang membelot ke pemberontak. Andika memahami hal ini tapi setelah berfikir ulang lagi soal kesetiaan, dia masih ragu apakah pasukan yang masih tersisa sekarang ini benar-benar siap berkorban untuk kerajaan.
"Aku akan kesana segera," jawab Andika dengan tegas, berdiri dan berbalik.
"Baik, yang mulia," jawab Rukka sambil menunduk.

----------------


Di halaman depan Istana, Semua pasukan dan penempa besi berkumpul di depan halaman istana, menanti kedatangan raja baru mereka. Tak lama kemudian, Andika melangkah keluar bersama penasihatnya, Rukka.
"Berikan penghormatan kepada Yang Mulia!" perintah Rukka dengan suara lantang.
Semua pasukan dan penempa besi menundukkan kepala dan memberi hormat kepada raja sesuai adat dan etiket kerajaan. Setelah itu, Rukka mempersilakan raja untuk menyampaikan pidatonya.
Dengan tatapan tegas, Andika memulai pidatonya, "Kalian semua pasti memahami tujuan saya mengumpulkan kalian di sini. Dalam waktu satu bulan, pasukan pemberontak akan menyerang dan berusaha menggulingkan kerajaan ini. Saya tahu, ada keraguan di antara kalian, rasa pesimis bahwa kita tidak akan mampu memenangkan pertempuran ini. Bagi kalian yang ingin bertempur bersama saya hingga titik darah penghabisan, silakan tetap berdiri. Dan bagi kalian yang tidak ingin, silakan turunkan senjata dan atribut kalian. Yakinlah, saya tidak akan menghukum kalian yang mundur. Tapi, jika kalian ingin kembali, maaf, saya tidak akan pernah menerima pasukan yang menyerah sebelum berperang."
Suasana di depan halaman istana menjadi tegang. Para pasukan saling bertukar pandang, berdiskusi dalam bisikan. Beberapa saat kemudian, beberapa orang mulai menurunkan senjata dan atribut mereka, memilih untuk mundur. Jumlahnya cukup banyak.
Rukka, yang panik melihat situasi tersebut, maju ke depan dan berbicara kepada Andika. "Yang Mulia," bisiknya, "Pasukan yang tersisa sudah sangat sedikit. Jumlah pemberontak dua kali lipat dari pasukan kita sekarang. Jika berlanjut seperti ini, peluang kita untuk menang semakin kecil."
Andika memahami kekhawatiran Rukka. Dia tahu, perang di jaman ini, kemenangan dan kekalahan ditentukan oleh jumlah pasukan dan keberuntungan. Dalam perang besar melawan agresi kerajaan Makassar, pasukan kerajaan Makassar berjumlah sekitar 15.000 orang, sedangkan pasukan kerajaan Mamuju hanya 9.000 orang. Awalnya, ayahnya berharap keberuntungan pada benteng pertahanan untuk dapat membantu mereka menang, meskipun kalah jumlah. Namun, ketika benteng pertahanan runtuh, harapan menjadi pupus dan mereka hanya bisa mundur.
"Jangan khawatir, Rukka," jawab Andika dengan tenang. "Percayalah, Kita akan mengalahkan pasukan pemberontak. Tapi, aku ingin membangun kembali pasukan yang benar-benar setia dan berkorban untuk kerajaan. aku tidak ingin ada pengecut dan pengkhianat di antara mereka."
Rukka mengangguk dengan ekspresi penuh keyakinan. "Baik, Yang Mulia. aku akan terus mendukung keputusan Yang Mulia."
Setelah beberapa menit, jumlah pasukan yang berkumpul berkurang drastis. Dari 1000 orang yang semula hadir, hanya 400 orang yang tersisa. Lebih dari setengah pasukan memilih untuk mundur. Namun itu sudah cukup bagi Andika. Mereka akan menggunakan senjata baru dalam melawan pasukan pemberontak.
"Bagi kalian yang bertahan," Andika memulai pidatonya dengan semangat, "yakinlah kita akan mampu menghadapi semua ini. Mulai besok, kalian akan melakukan latihan baru. Siapa di antara kalian yang bisa membaca?"
Hanya satu orang yang mengangkat tangannya.
"Yang angkat tangan, silakan maju ke depan," perintah Andika.
Prajurit muda itu melangkah maju, menghadap raja dengan hormat.
"Siapa namamu?" tanya Andika.
"Nama saya Septian, Yang Mulia," jawab Septian dengan tegas.
"Septian, apakah kamu bisa membaca ini?" Andika menyodorkan gulungan kertas lontar kepada Septian.

Kebangkitan Kerajaan Besar Nusantara (Hiatus Sementara)Where stories live. Discover now