Chapter 1

1.1K 68 0
                                    

   Pagi ini terlihat seorang pemuda sedang berjalan mondar-mandir di depan rumahnya sembari sesekali menatap layar ponselnya gelisah. Terlihat seragam sekolah telah melekat rapih di tubuhnya, siap berangkat sekolah, namun tak kunjung berangkat juga. Pemuda itu adalah Sean.

   Kemudian tiba-tiba sebuah telpon masuk, membuat Sean segera melihat ponselnya lagi dengan semangat. Namun ekspresinya menjadi datar saat melihat nama penelpon yang tak sesuai ekspektasi.

   Ia kemudian mematikan ponselnya, lalu menaiki motornya. Setelahnya ia langsung berangkat, tidak langsung ke sekolah melainkan ke rumah sahabatnya terlebih dahulu.

   Saat sampai di tujuan, terlihat temannya sedang memasang sepatu. Sean memilih tak turun dari motor dan kembali membuka ponselnya, menelpon seseorang.

"Mamah kemana sih? Kenapa gak di angkat dari tadi? Mah angkat Mah."Ucap Sean frustasi.

"Kenapa Sen?"Tanya Sahabat Sean yang bernama Rafi.

"Gakpapa."Jawab Sean kemudian mematikan ponselnya.

   Setelahnya mereka berdua langsung saja tancap gas menuju ke sekolah. Sekitar 5 menit kemudian mereka sampai di sekolah, di sambut oleh sahabat mereka yang bernama Dika.

"Tumben hari ini dateng agak siangan? Biasanya jam 6 pas udah standby."Tanya Dika setelah keduanya turun dari motor.

"Gak tau nih Sean terlambat jemput. Tadi aja dia baru dateng setelah gue telpon."Jawab Rafi.

   Sean tanpa pamit langsung saja beranjak dari sana menuju ruang OSIS. Dika dan Rafi yang melihat itu hanya menggeleng maklum. Sean sudah biasa seperti itu, jadi di bawa santai saja. Mereka kemudian menyusul Sean menuju ruang OSIS.

°°°°°°°°°°°°°°°°

   Saat ini Sean tengah menghukum murid yang terlambat dengan cara menyuruh mereka membersihkan WC. Hari ini adalah jadwal Sean dan dua sahabatnya berkeliling memantau keadaan sekolah dan memberi hukuman untuk murid-murid yang melanggar.

"Raf, si Sean kenapa sih? Dari tadi kok auranya kek gitu? Kek aura-aura cewek PMS."Tanya Dika.

"Napa sih? Kan biasanya emang kek gitu, gak usah heran lah."Jawab Rafi santai sembari bermain game di ponselnya.

"Iyasih, tapi yang ini beda loh. Kasian tuh adek kelas yang di hukum. Udah kena hukum, ngerasain hawa gak enak lagi. Lo tadi berangkat bareng Sean, Lo ada buat dia kesel ya?"Ucap Dika sembari menatap miris adek kelas mereka yang sedang di hukum.

"Mana ada, tapi tadi kalo gak salah denger dia nelpon Mamahnya tapi keknya gak di angkat sama Mamahnya."Tutur Rafi sambil mematikan ponsel lalu menaruhnya di kantong celana.

"Gak heran sih. Kalo soal mama nya dia emang sensitif kali. Lagian siapa sih yang gak parno kalo lo di tinggal merantau sama ortu lo terus ortu Lo gak pernah balik selama 6 tahun. Mana bapaknya Sean gak bertanggung jawab lagi. Kesel gue."Ucap Dika jengkel.

"Hm... Kasian juga sahabat kita satu itu. Semoga aja mood nya cepet balik deh... Gak baik kalo dia kek gitu lama-lama."Ucap Rafi, kemudian berjalan ke arah Sean yang telah selesai menghukum adek kelas mereka.

"Balik ke kelas atau ruang OSIS?"Tanya Rafi pada Sean.

"OSIS."Jawab Sean singkat dengan nada datar khas nya, lalu berjalan meninggalkan ke dua sahabatnya.

   Rafi dan Dika yang melihat itu, tanpa kata langsung menyusul sahabat mereka menuju ruang OSIS.

   Mereka bertiga adalah anggota OSIS di sekolah. Sean sebagai ketua, Rafi sebagai Wakil, dan Dika sebagai anggota. Kenapa Dika tidak jadi sekertaris atau bendahara? Alasannya cukup simpel. Dika tidak mau. Itupun dia masuk OSIS karena kedua sahabatnya ada di sana.

FATEDonde viven las historias. Descúbrelo ahora