Bab 10: Rintihan

991 182 65
                                    

Windy tengah berjibaku alat-alat masak di dapur

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Windy tengah berjibaku alat-alat masak di dapur. Ia tengah bertempur dengan bahan-bahan yang ada di kulkas untuk menciptakan menu-menu makan keluarga kecilnya.

Pandangan Windy beralih pada kehebohan yang terjadi di ruang tengah. Tepat di tengah pintu antara ruangan itu dengan ruang kerja Jibran, Zean memukul guling yang digantung oleh Jibran.

Semenjak dibelikan mobil mainan, miniature pesawat, dan ikan, Zean sangat senang bermain bersama Jibran. Bahkan, karena kebaikan ayahnya itu, Zean sudah berjanji untuk tidak meminta Windy menemani ia tidur. Jadi, Jibran sudah bisa memeluk istri sepuasnya setiap malam.

"Yo! Apik! Alon-alon wae, Kak!" ucap Jibran bersemangat mengawasi Zean yang memukul guling itu penuh tenaga.

(Ya! Bagus! Pelan-pelan aja, Kak!)

Sorot mata Zean menajam. Seolah-olah ia tengah bertarung dengan lawan mainnya. Jibran si paling bapak-bapak jago anaknya, ikut bergerak memukul angin. Pria itu juga yang menjadi asisten Zean dalam menangkap guling dan di posisikannya dengan baik di hadapan Zean.

"Wuis! Keren anakku."

Windy geleng-geleng kepala. Ia beralih pada ruang keluarga di mana ada Zau yang anteng menonton TV. Gadis kecil itu tidur di sofa sembari memeluk boneka kucingnya. Sedikit keanehan yang Windy rasakan sebab tidak biasanya anak perempuannya itu diam sendirian. Perasaan Windy sedikit tidak enak. Zau tidak banyak berceloteh dan merecoki kegiatan dirinya atau sang kakak. Namun, Windy tidak ambil pusing. Ketenangan Zau membuat ia lebih leluasa untuk memasak.

Windy berjibaku dengan alat-alat serta bahan dapur. Perempuan yang sudah nyaman mengenakan daster itu asyik mondar-mandiri dari satu sudut ke sudut lain menyelesaikan pekerjaannya. Memotong, mengambil, meletakkan bahan di wajan yang telah dipanaskan, menuangkannya ke mangkuk, hingga menyajikannya di meja makan.

Setelah selesai, ia pun memanggil suami dan anak-anaknya untuk segera datang.

"Kak, makan dulu, yuk. Habis itu siap-siap kalau mau ikut Ayah ke masjid," ucap Jibran menginterupsi Zean untuk meletakkan mainan di tangannya.

Setelah lelah jadi petinju, Zean mengajak Jibran untuk menjadi pembalap mobil. Mereka mengadu kecepatan mobil-mobil kecil itu dan bersaing mobil siapa yang lebih panjang jaraknya. Zean meletakkan mobilnya di keranjang. Begitu pula dengan Jibran.

Aroma masakan Windy tercium sedap di penciuman mereka.

"Enak banget!" kata Zean sambil berlari menghampiri Windy.

Jibran tersenyum. Ia tidak mengikuti langkah Zean melainkan memutar arah menghampiri putri kecilnya yang masih terpejam. Pria itu mendudukkan dirinya di sisi sofa. Tangannya terulur menyentuh pundak Zau.

"Sayang, ayo bangun," katanya.

Namun, sedetik kemudian Jibran tersentak ketika merasakan suhu tubuh Zau yang berbeda. Telapak tangannya merasakan panas. Jibran pun menyentuh dahi dan pipi Zau.

Sembagi Arutala 2Where stories live. Discover now