Bab 2: Ikan Zau & Zean

1.8K 304 95
                                    

Hari demi hari berlalu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hari demi hari berlalu. Windy masih menjalani peran sebagai istri dan ibu rumah tangga di rumah. Perempuan itu benar-benar fokus pada pekerjaan rumah dan anak-anak. Namun, ia tetap aktif menulis novel-novel di akun kepenulisannya.

"Bunda, ini Zau, ya?" tanya gadis kecil berkaos merah jambu yang duduk di hadapan Windy.

Windy mengalihkan pandangannya dari layar TV menuju putrinya. Senyumnya terpahat di wajah ayunya.

Zau memegang buku novel berjudul 'Sembagi Arutala' dengan cover ilustrasi keluarga kecil beranggotakan empat orang. Ada pasangan dewasa yang menggendong dua buah hatinya di sana. Zau menunjuk perempuan lucu bergaun putih dengan pita besar berwana pink menggunakan telunjuk mungilnya.

"Iya, Sayang. Itu Adek digendong ayah. Di samping Adek ada Kakak sama Bunda," jawab Windy tidak pernah bosan menanggapi pertanyaan Zau yang sama.

"Adek lucu, ya," katanya dengan polos.

Windy tertawa kecil. "Iya. Anak Bunda ini lucu banget. Siapa, sih, namanya?" gemas Windy.

"Isvaya Yauvina Naeswayi," tuturnya sambil menganggukkan kepala sesuai ketukan.

"Ih, gemes banget!" Windy mencium pipi Zau dengan sayang.

Zau menunjuk gambar lain. "Kakak jelek."

Windy terkejut. Zean sontak menatap Zau.

Zau tertawa karena berhasil menggoda kakaknya. "Kakak ganteng," koreksinya segera.

Windy tertawa melihat Zau yang jahil. Perempuan itu mengusap kepala Zean yang menatap tajam pada Zau.

"Kakak ganteng. Kaya Ayah," kata Windy membentengi pertengkaran si kembar.

"No!" Zau memekik. "Kakak ganteng. Ayah jelek." Setelah itu Zau tertawa lagi.

Windy dan Zean ikut tertawa. Mereka tidak menyadari bahwa seseorang yang mereka bicarakan ada di belakang mereka.

"Siapa yang bilang Ayah jelek?"

Zau, Windy, dan Zean terkejut. Mereka kompak menoleh ke belakang dan melihat Jibran sudah ada di sana.

"AYAH!"

Pekik Zau dan Zean bersamaan. Keduanya segera beranjak berdiri di sofa. Mereka menghadap ke belakang dan mengulur tangannya ingin digendong sang ayah.

Namun, Jibran masih menempatkan tangannya di belakang. Seolah ada sesuatu yang ia sembunyikan. Tidak lama kemudian, ia mengangkat benda di tangannya memperlihatkan kepada anak-anaknya.

"Tada!"

Mata Zean dan Zau membola. Binar senangnya semakin memancar.

"IKAN!"

Jibran dan Windy tersenyum. Windy menahan tubuh Zean dan Zau yang melompat-lompat kesenangan di samping kanan kirinya.

"Hadiah untuk Adek dan Kakak! Janji, loh, ya. Dirawat kaya ikan-ikan yang lain," ucap Jibran.

Sembagi Arutala 2Where stories live. Discover now