Kuat ga ya?

1 0 0
                                    

Happy Reading

.

.

.

‧₊˚ ☁️⋅♡🪐༘⋆

Lagi pusing-pusingnya kena silent treatment dari Rere dan Lili, semakin pusing membaca materi psikologi semester 2. Kalian pasti paham, psikologi tidak pernah diajari di sekolah. Dari TK, SD sampai SMA tidak ada mata pelajaran Psikologi. Jika memilih jurusan psikologi seperti bahkan memang harus mengulang semuanya dari 0. Selama 12 tahun sekolah, belajar macam-maacam, yang paling familiar di psikologi adalah statitiska. Jangan harap kalian masuk psikologi bisa lolos dari dunia matematika malah makin banyak dan makin ruwet. 

Oh iya FYI, ini aku tidak menakut-nakuti soal jurusan psikologi ya. Asal mampu dan suka ambil aja gapapa. Nikmati aja okey?

Tapi untuk saat ini aku kurang menikmati jurusan ini. Aku menatap buku biopsikologi sembari menahan mual. Buku ini sangat tebal. Saking tebalnya bisa dijadikan bantal untuk tidur dikelas. Aku sebetulnya jera membeli buku karena dulu di semester 1 saya kena jebakan bahwa wajib mempunyai buku ini itu. Kenyataannya? Hanya 1 matkul yang benar-benar memakai buku. Sisanya? Serba ppt. Aku rugi hampir 1 juta rupiah hanya untuk buku. Kalau berguna tidak apa-apa. Ini hanya 2 buku yang berguna. Itupun 2 jilid untuk 1 matkul. Untungnya di semester ini banyak buku yang tidak wajib. Tetapi buku Biopsikologi ini wajib dan ini membuat bahuku encok. Biasanya aku memakai tas ransel. Kalau aku ke kampus saya membawa laptop, kabel changer laptop dan hp, buku catatan kecil. itu tidak berat. Tetapi jika ada kelas biopsikologi, aku harus membawa buku setebal itu, bahuku bisa patah.

Pukul 14.30, saatnya pulang. Aku pulang naik feeder dan BRT. Kenapa ga bawa motor? Karena belum bisa mengendarai motor. 

Ah.. bagaimana ya... bisa tapi mati. 

Bercanda. 

Aku terbiasa menyetir motor di lokasi yang dekat dengan rumah saja. Aku sering bawa notor buat jajan, beli makan siang, ke gereja. Tetapi, aku masih belum bisa jika di jalan kota. Aku sering berlatih bawa motor bersama mamaku tetapi tidak berjalan dengan lancar. Sering rem mendadak, terlalu lambat, lupa memakai lampu riting. Kenapa tidak naik gojek? Mahal. Dari kampus kerumahku itu seperti nglaju karena jaraknya cukup jauh dan seperti yang aku bilang diawal naik gojek itu mahal. 5 hari naik gojek yang harganya 25 ribu-30 ribu wah... bisa buat jajan di KKV. Untuk Feeder dan BRT memang sudah biasa karena ini adalah transportasiku untuk pulang sekolah waktu aku masih SMP. Jadi aku sudah terbiasa terguncang, terdorong, kegencet, mencium aroma keringat yang semerbak di dalam bis demi bisa pulang. Naik bis ini juga pakai hoki. Kadang bisa dapet yg sepi, AC-nya dingin, supirnya kalem. Kadang atau malah sering tidak hoki seperti rame, penuh, AC-nya rusak, supirnya brutal. Belum lagi waktu menunggunya. Kalau aku sekarang dari kampus dan rumahku dan begitu juga sebaliknya, perjalanannya bisa menghabiskan waktu sekitar 30 menit. Aku sampai rumah sekitar pukul 17.00, aku berbaring di kasur dan merenung.

"Tugas lagi, tugas lagi. Tugas kelompoknya banyak banget lagi. Oh iya tadi ada tugas individu dikumpulin kapan ya? Lupa lagi. Mau ngajak temen-temen kelompokku kerja lebih cepat mereka mau ga ya?" Yah.. aku berbicara dengan diriku sendiri. Sepertinya aku sudah gila. Setengah hari aku habiskan untuk mandi, menyicil tugas, dan bermain game. Pukul 20.00 entah kenapa aku, memutuskan untuk mengambil Hpku dan menekan nomer telepon seseorang, nomer telepon Thea.

K:"Halo Thea"
T: "Hoi kenapa na?"
K: "Gapapa gabut aja mau ngajak ngobrol. Sama lagi sebel sih"
T: "Sebel kenapa?"
K: "Kalau besok aku mati gimana?"
T: "HEH! MULUTNYA YA"
K: "HAHAHAHAHA bercanda bercanda. Tetapi serius aku hampir mati karena kebanyakan nyari jurnal. Ada tugas mencari jurnal, membuat paper, membuat rangkuman, membuat-"
T: "Kayona stop. Aku yang mendengarnya jadi ikutan mual"
K: "HAHAHAHAHA maaf deh... lagian yah, mau gimana lagi"
T: "Mana aku juga lagi pusing sama kerjaan kantor"
K: "Kenapa tuh?"
T: "Laporan kantor numpuk, udah 3 hari lembur mulu mana aku masih asam lambung"
K: "Kamu mau ngeluh asam lambung sampe sepuluh kali tetapi status kamu isinya pamer jajan kopi buat apa? Percuma dong"
T: "Hehe"

Beginilah aku, jika aku sudah terlalu stress aku pasti menelepon Thea. Kalau kalian ingat, Thea ini sahabatku dari SMP hingga saat ini. Jadi kami akan membahas topik apapun itu yang muncul di otak kita sampai kita bosan atau mengantuk. Jadi aku sudah terbiasa bila saat aku sedang mengoceh suara Thea sudah menghilang. Artinya dia ketiduran. Oh iya jangan dibawa ke hati saat membaca percakapanku dengan Thea. Kami memang terbiasa mengobrol dengan cara seperti ini dan tidak ada yang sakit hati. Kalau tersinggung pasti kita bicarakan langsung.

K: "Omong-omong, aku mau nanya nih"
T: "Nanya apaan?"
K: "Ini aku salah jurusan ga sih?"
T: "Ya mana aku tahu. Kan kamu yang milih"
K: "Hehe"
T: "Mana kamu masih semester 2 udah ngeluh salah jurusan. Kalau ditiktok kebanyakan ngeluhnya  waktu semester tengah, kamu aja belum setengah jalan udah ngeluh. Gimana nanti pas udah deket-deket semester akhir?"
K: "Mungkin aku udah masuk rumah sakit jiwa hahahaha"
T: "Dasar"
K: "Jadi kambing enak kali ya"
T: "Kok kambing?"
K: "Iya Kambing. kerjanya cuma makan rumput, eek sembarangan, tidur"
T: "Tapi kamu bakal mati pas idul adha"
K: "Kan keren aku mati karna dikorbankan buat Yang Maha Esa"
T: "Karepmu (Terserah kamu)
K: "Tapi gatau kenapa semester 2 ini kerasa berat banget"
K: "Apalagi... sekarang aku sendiri"
T: "Sendiri maksudnya? Bukannya kamu ada temen?"
K: "Iya ada kok cuma.."
T: "Kenapa? Ada masalahkah?"
K: "Gapapa deh nanti aja ceritanya. BTW aku download game viral yang ojol itu lho"

Dengan cepat aku mengganti topik dan kami mengobrol sampai akhirnya Thea ketiduran selama kita teleponan. Yah merasa sudah cukup aku mematikan telepon itu dan biarkan Thea istirahat.

Aku terdiam sejenak. Sejujurnya, meski aku bersahabat dengannya, aku jarang sekali menceritakan masalahku. Thea sendiri sebenarnya juga bebas bercerita denganku dan aku juga tidak keberatan. Tetapi entah kenapa aku tidak bisa sepertinya. Thea percaya kepadaku dan aku juga percaya padanya. Aku tidak memiliki keberanian seperti Thea untuk bercerita masalahku. Aku khawatir aku malah oversharing.

Thea baik kok, hanya saja... rumit deh pokoknya. Apalagi Thea sekarang kerja. Ya, aku tidak tega bercerita tentang masalahku nanti malahan menambah beban pikirannya. Tetapi terkadang... aku ingin merasakan seperti apa didengar oleh orang lain.



Has llegado al final de las partes publicadas.

⏰ Última actualización: May 19 ⏰

¡Añade esta historia a tu biblioteca para recibir notificaciones sobre nuevas partes!

SilentDonde viven las historias. Descúbrelo ahora