"Itu cowok gak risih apa sampingan sama si cabe?" Sahut temannya yang lain.

Glora seketika melihat mereka sinis, dengan kesal Glora ingin menghampiri para nenek lampir itu, tetapi Gafa langsung menahannya. Dan malah Gafa yang menghampiri para nenek lampir itu.

"mulut di saring, butuh kaca?" Ucapan Gafa membuat para gadis itu terdiam.

Tapi diantara salah satu mereka tak mau kalah. "Kok kamu marah? Dia sok cantik, udah tau kamu gak suka sama dia, eh, dia malah nambah caper," katanya.

Gafa menatap datar, dia menatap tak suka ketiga gadis itu. Dengan perlahan dia mengeluarkan kamera ponselnya dan menunjukkan me wajah gadis itu.

"Nih, ngaca. Lo gak kenal siapa dia, jadi lebih baik diam, jangan nambah dosa, gak baik." Setelah mengatakan itu, Gafa pergi meninggalkan gadis itu yang terlihat marah-marah.

Sedangkan Glora tersenyum dengan puas, dia kemudian menghampiri para nenek lampir. "Udah sehebat apa lo?" Tanyanya santai.

"Orang tua gue kerja di perusahaan Evan group, perusahaan 5 terbesar di negara ini," katanya bangga.

Glora mencibir dalam hati. "Oh ya? Kenalin, gue Glora Evander." Seketika nenek lampir itu diam dan tidak berkutik, ternyata dia salah target kali ini. Dengan santai Glora tersenyum manis pada para nenek lampir, dan menumpahkan minuman nya disepatu salah satu dari mereka.

Yang menjadi korban Glora hanya diam sambil mengupat di dalam hatinya. Dan Glora pergi dengan penuh kemenangan. Sudah di bantu Gafa, apasih yang gak buat hatinya berbunga-bunga seperti ini?

"Udah miskin, banyak gaya," sindir Glora pada cabe-cabean.

***

Glora menatap balkon di sana, ia bisa melihat halaman luas mansion Zora dari sini. Ditambah angin sejuk yang membuat Glora terhanyut dalam imajinasi nya.

Tak lama, Alvarez datang dengan satu piring penuh kue, berbagai jenis kue ia bawa. Dengan santainya ia memakan kue itu di samping Glora. "Mau?" Tawarnya.

Glora melirik. "Enggak, gue gak suka manis."

"Lo gak suka manis? Takut diabetes ya? Sayang banget, padahal gue suka manis," katanya.

"Rasanya sampe kepala kalau gue makan manis."

Alvarez mengangguk dan memakan kuenya lagi, dia sangat menikmati nya. Sedangkan Glora sedang melamun, tetapi terhenti karena ia kebelet ingin buang air kecil.

Dengan tergesa-gesa ia pergi, tanpa pamit kepada Alvarez. "Kebiasaan, jangan di tiru ya."

.
.
.

"Sudah di laksanakan?"

Langkah kaki Glora berhenti di sebuah ruangan di paling pojok dekat toilet. Dia seperti mendengar seseorang, dan ia kenal suara siapa itu.

Glora bergerak diam-diam dan mengintip dari balik pintu, dan mata Glora langsung melotot. "Alvin?" Gumamnya pelan.

"Masukkan saja kedalam minuman yang akan diantarkan," kata Alvin. Glora berusaha mengerti apa yang sedang dia bahas.

"Ya, lo bakal dapat dua kali lipat. Tapi pastikan kalau Zora minum air itu." Alvin tersenyum dengan sangat mengerikan, yang membuat bulu kuduk Glora merinding.

"Dan bawa dia ke kamar 20 di lantai 3 mansion." Dan perkataan itu lagi-lagi membuat firasat Glora tak enak. Apalagi Alvin seperti seseorang yang sangat posesif pada pasangan nya.

Alvin menutup panggilan itu, ia kemudian tertawa bak orang yang sudah gila. Sangat mengerikan tapi wajahnya tampan. Dasar cogan fiksi.

"Setelah ini, lo bakal jadi milik gue seutuhnya Zora," ujar Alvin dan ia kembali tertawa. Membuat Glora paham akan sesuatu di sini, ia yakin di minuman yang Alvin maksud ada obat yang akan membuat Zora jadi nekat.

Tobat nak, gila sih. Alurnya melenceng jauh banget, batin Glora tak habis pikir. Dengan cepat Glora pergi dengan diam-diam dari sana. Setelah di rasa telah jauh, ia kemudian berlari dengan sangat cepat untuk mencegah kejadian yang tak di inginkan terjadi.

Tapi di tengah jalan ia di hentikan oleh Alvarez yang raut wajahnya terlihat dingin. "Jangan nekat," katanya.

Glora menatap aneh Alvarez. "Al, lo gak tau apa yang gue temuin! Alvin itu gila njir! Dia terlalu posesif dan gila!"

"Gue tau." Alvarez melepaskan genggamannya. "Alurnya udah melenceng jauh," lanjutnya.

Glora terdiam, dia menatap manik mata Alvarez dengan sangat serius berusaha mencari jawaban dari tatapan itu. Tapi ia tidak menemukan apapun selain tatapan yang sangat niat.

"Lo mau Zora gak bahagia kalau jalan mereka bersatu begini Al?" Tanyanya.

"Lo lebih baik diam, Leoni."

Glora mengeraskan rahangnya marah. "Lebih baik gue bertindak dari pada gue harus ngelihat Zora yang gak bahagia karena masa depannya kerenggut paksa!"

Nafas Glora naik turun. "Persetanan dengan Alur novel ini bjir!"



Bersambung....

Gantung banget kayak hidup. Ternyata Alvin sangat berbahaya ya bundಥ⁠‿⁠ಥ

Change FateWhere stories live. Discover now