bab 20

265 41 21
                                    

happy reading

"Langit! Apa-apaan kamu, jangan bilang kamu ngerencanain semua ini?!"

Lagi-lagi Langit terkekeh singkat mendengar tebakan Naya, merencanakan semua ini? Ia bahkan tidak pernah memikirkan hal itu.

Langit melangkah ke arah sofa dan duduk di sofa itu sambil menatap Naya yang berdiri memunggunginya.

Sekuat mungkin Naya menahan kesabarannya. Tangannya benar-benar gatal ingin memukul perut keras pria itu.

Naya berbalik berhadapan dengan Langit, matanya menatap manik biru laut milik Langit. Mata tajam itu sejenak menghipnotis Naya sebelum ia tersadar.

"Kemarilah, saya mau kamu suapin."

"Nggak! Reno nggak pernah bilang untuk aku harus melakukan itu."

"Siapa bosnya?"

Naya menghela napas kesal, perempuan itu duduk di samping Langit. Dengan perasaan dongkol, Naya membuka tempat makanan itu dengan kasar.

Naya mengambil makanan itu dengan sendok kemudian menyuapkannya ke mulut Langit yang entah sejak kapan sudah terbuka. Langit menerima makanan itu dengan mata dan tangan yang fokus ke laptop.

Kesunyian menyelimuti mereka berdua sampai suapan terakhir di terima oleh Langit. Naya sibuk menyuapi Langit sedangkan Langit sendiri fokus ke arah laptopnya.

"Ambilin tisu." Perintah Langit.

Naya sangat kesal dengan sikap Langit. Langit yang tidak merasa ada pergerakan dari Naya pun menatap sang empu yang malah menatapnya datar. Tatapan itu membuat Langit gemas. Ia tidak tahu dengan dirinya.

"Sayang, ambilin tisu." Ucap Langit lembut. Entah dapat dorongan dari mana, Langit bisa mengatakan kata itu di tambah dengan nada yang lembut.

Jujur hari ini Langit ingin membuat Naya kesal saja. Ia hanya menginginkan berbagai macam ekspresi yang di tampilkan di wajah perempuan itu.

Naya berdiri, sebenarnya Naya tidak sanggup mendapatkan perlakuan seperti itu dari Langit. Hati nya sangat lemah. Perempuan itu mengambil tisu dan menyodorkannya ke arah Langit.

"Bersihin."

Lagi-lagi sikap Langit membuat Naya merasa campur aduk. Kesal, gugup dan semua rasanya menyatu sempurna.

Mau tidak mau Naya menurut, bisa-bisa pekerjaan ini tidak selesai hanya karena berdebat dengan pria itu.

Plak!

Tamparan itu mampu membuat tubuh Naya hampir kehilangan keseimbangan.

"Minggir!" Gelita mendorong tubuh Naya agar menjauh dari Langit.

Sialnya dorongan itu membuat Naya terjatuh, dorongan itu terjadi begitu cepat sampai membuat Naya tidak bisa menghindar.

"Awws." Naya meringis karena lututnya yang pertama kali mendarat di lantai marmer itu.

Langit menatap tajam Gelita. "Gelita!" Sentak Langit kemudian membantu Naya untuk berdiri.

Naya membuang tangan Langit yang hendak membantunya. Ia bangun dengan sendiri.

"Dasar perempuan murahan! Kamu mau godain Langit kan! Mungkin dua tamparan cukup untuk perempuan seperti kamu."

Gelita mengarahkan tangannya ingin menampar Naya namun di gagalkan oleh tangan Langit yang sudah mencekalnya terlebih dahulu.

Langit menghempaskan tangan Gelita dengan kasar. "Lebih baik kamu keluar." Usir Langit penuh penekanan.

Gelita menatap Naya tajam kemudian beralih menatap Langit dengan lembut. "Sayang, aku kesini mau menemui kamu. Aku merindukanmu." Ucap Gelita sambil bergelayut manja di lengan kekar Langit.

Naya yang melihat itu merasa muak. Memang ya, pria itu tetap sama, tidak cukup dengan satu wanita. Naya melangkahkan kaki keluar meninggalkan mereka berdua.

Langit melepaskan cekalan tangan Gelita dengan kasar sampai membuat perempuan itu terhuyung kebelakang. "Gelita! Saya peringatkan sekali lagi, jangan pernah menginjakkan kaki di kantor saya!" Kemudian melangkahkan kakinya mengikuti Naya.

Langit berlari mengejar Naya yang berada di depan lift. Naya yang melihat itu langsung masuk ke dalam lift dengan buru-buru, perempuan itu memencet tombol lantai pertama dengan buru-buru. Sampai akhirnya pintu lift itu tertutup dengan perlahan. Dan membuat Naya bernapas lega.

Kelegaan itu sirna seketika saat tangan seseorang mencegah lift untuk tertutup. Pintu lift itu pun terbuka, betapa kesalnya Naya saat melihat jika seseorang itu adalah Langit. Perempuan itu menatap kanan-kiri, tidak ada orang sama sekali! Takdir sedang tidak berpihak kepadanya.

Langit masuk dan berdiri di samping Naya. Pria itu tidak tahu dengan dirinya kenapa sampai seperti ini hanya untuk ingin menjelaskan kejadian tadi kepada Naya. Tidak ada percakapan sampai pintu lift itu tertutup.

"Kejadian tadi."

Naya sedikit tertarik dengan percakapan ini. "Tadi kenapa?"

Langit membasahi bibirnya sebelum berucap. "Saya sudah tidak memiliki hubungan dengan Gelita. Kejadian tadi tidak kehendak saya, perempuan itu sudah gila."

Naya menatap Langit yang juga menatapnya. "Terus kenapa? Apa hubungannya dengan aku?"

"Kamu cemburu kan?"

Tinggi sekali tingkat kepercayaan dirinya! Batin Naya. Tetapi jujur hatinya sedikit panas melihat mereka berdua. Ingat! Hanya sedikit!

Naya tertawa hambar mendengar ucapan Langit. "Aku cemburu? Apa jangan-jangan kamu yang mulai mencintai aku?"

Langit tersenyum smirk, pria itu berjalan mendekat ke arah Naya sampai membuat perempuan itu berjalan mundur. Naya mengernyit bingung dan gugup.

Langkah Naya terhenti karena punggungnya sudah mengenai dinding lift itu.

"Saya tidak tahu apakah saya mencintai kamu atau tidak, yang pasti untuk saat ini saya merindukanmu, merasa nyaman saat di dekatmu. Saya ingin tidur dengan mendekap tubuh mungil kamu ini. Saya sangat menginginkannya."

Naya menelan ludahnya susah payah, kelembutan pria itu mudah sekali menerobos dinding pertahanan hatinya.

"A-aku tidak tahu."

"Kamu tidak merasakan hal yang sama?"

Naya tidak bisa bernapas, tubuhnya di himpit habis oleh Langit. Otaknya ingin menghindar namun tubuhnya merespon sebaliknya.

Langit membelai lembut Surai milik Naya. Pria itu membawa tubuh Naya ke dekapannya. Ia memeluk Naya erat seakan Naya akan pergi jauh darinya.

"Aku nggak bisa napas." Ucap Naya tanpa di dengar oleh Langit. Pria itu sangat nyaman memeluk tubuh mungil Naya, ia sangat-sangat merindukan ini.

"T-tuan."

Suara itu membuat Langit melepaskan pelukannya. Mereka berdua menatap ke sumber suara. Entah sejak kapan pintu lift itu sudah terbuka, di tambah di sana sudah ada Reno dan beberapa karyawan lainnya yang menampilkan ekspresi macam-macam. Ada yang melongo, ada yang tersenyum-senyum.

Langit berdehem. Pria itu menggenggam tangan Naya dan keluar dari lift. Para karyawan yang melihat bosnya langsung menundukkan kepalanya memberikan hormat.

Langit mengangguk dan berjalan meninggalkan mereka dengan membawa Naya.

Mereka berdua menjadi pusat perhatian, bagaimana tidak. Seorang ceo sedang berdua dengan perempuan apalagi sampai berpegangan tangan. Dulu saja saat menjalin hubungan dengan Gelita, mereka berdua tidak sedekat ini. Bahkan jika orang-orang melihat dulu saat bersama Gelita pasti akan menganggap jika mereka berdua hanya rekan bisnis saja. Tidak ada yang tahu jika Gelita pernah menjadi kekasihnya.

"Aku bisa jalan sendiri, malu diliat yang lain." Ucap Naya merasa risih menjadi pusat perhatian.

Bukannya mematuhi ucapan Naya, Langit malah melakukan hal lebih. Pria itu mengarahkan tangannya ke pinggang Naya. Langit berjalan dengan memeluk pinggang Naya.

"Langit ih." Kesal Naya.

"Kenapa sayang?"

to be continued

Changed feelingsWhere stories live. Discover now