Bab 11 : Aluna Juga Kehilangan, Pa.

31 6 0
                                    

"Maaf kamu tidak akan bisa membawa Helena kembali, Aluna."

-Elga Anugerah Januarta-

Happy Reading

|

|

|

=

Suasana rumah saat ini sangat ramai dengan suara isakan tangis. Disaat semua orang menangis tersedu-sedu Aluna hanya bisa terdiam seperti patung, wajahnya pucat pasi ... dia tidak bisa menangis saat itu juga, dia hanya mampu tertunduk lemah walaupun jauh didalam lubuk hatinya terasa sesak karena kehilangan sosok rumahnya pulang.

"Ma, kenapa Mama secepat ini harus meninggalkan Alula?" Ujar Alula histeris.

"Mama, Arkan janji akan membalas kematian Mama pada Aluna ... Arkan akan selalu membenci Aluna Ma," pekik Arkana sambil mengepalkan tangannya.

'Helena, terimakasih telah hadir ke dalam hidupku ... aku mencintaimu, tapi maaf aku tidak bisa mencintaimu sepenuhnya. Sekarang kamu dan Melisa akan kembali seperti bagaimana kalian dulu.' Batin Elga sembari memeluk jasad Helena yang dingin.

Mereka pun mulai bersiap untuk membawa jasad Helena ke pemakaman untuk melangsungkan penguburan jasadnya. Semua orang membawa keranda yang berisi jasad Helena ke TPU yang jaraknya tidak jauh dari kediaman mereka.

"Kamu tidak boleh ikut dengan kami," ucap Elga sinis.

"Tapi Pa, itu Mama Aluna juga. Kenapa Aluna tidak boleh ikut dan melihat pemakaman Mama?" tanya Aluna sembari menahan isakan dari hatinya.

"KARENA KAMU P3MBUNUH ALUNA!" lantas, satu kalimat itu mampu membuat Aluna kembali terpuruk dan menjerit amat dalam dari hatinya.

Pembunuh?

Seburuk itu Aluna dimata kalian sekarang ini? Sekarang kalian men-cap Aluna sebagai pembunuh ....?

Semua orang sudah meninggalkan kediaman Januarta, sekarang keadaan rumah menjadi hening. Aluna kembali masuk dalam lamunannya, tubuhnya mendadak melemas dan mulai menangis tersedu-sedu. Jika bisa dia  ingin berlari sejauh mungkin, tetapi Aluna tidak bisa, dia lumpuh. Dia hanya mampu berdiam diri sembari menyalahkan dirinya sendiri.

"Maaf Ma, maaf jika karena Aluna Mama harus pergi jauh. Aluna bukan pembunuh kan Ma?

"Ma, katakan pada Aluna kalau Aluna bukan pembunuh, katakan Ma." Aluna memukuli kepalanya sendiri sambil menangis tersedu-sedu.

"Ma, Aluna sudah tidak bisa berjalan lagi ... sekarang Aluna harus kehilangan Mama disisi Aluna. Aluna tidak siap Ma, kenapa bukan Aluna yang pergi? Kenapa harus Mama? Aluna benci kehilangan Ma. Papa dan kedua Adik Aluna sudah membenci Aluna, Aluna sudah seperti sampah yang telah busuk."

"Tuhan, jika memang kehilangan adalah caramu untuk menuju jalan kebahagiaan, Aluna minta secepatnya Tuhan. Aluna ingin merasakan kehangatan."

"Mama Melisa? Jika memang bahwa Mama adalah Ibu kandung Aluna, Aluna minta maaf karena membuat Mama pergi, dan Aluna sangat berterimakasih karena Mama sudah mengorbankan nyawa Mama sendiri demi Aluna, anak yang tiada gunanya. Aluna bangga mempunyai Ibu seperti kalian. Untuk Mama Helena, Aluna tahu bahwa Mama mengasingkan Aluna karena gengsi bukan? Tapi terimakasih Ma, I Love You So Much." Aluna semakin hanyut dalam kesedihannya. Air matanya semakin deras mengalir bak air terjun yang terus jatuh tanpa henti.

****

"Pa, kenapa Aluna masih berada di rumah kita? Dia pembunuh Pa, Alula benci." Alula pergi ke kamarnya sambil menatap Aluna dengan tatapan sinis.

"Arkan tidak makan hari ini, Arkan tidak selera." Arkan membanting tutup saji yang telah dia buka tadi lalu pergi meninggalkan ruang makan. Dia meninggalkan Elga dan Aluna berdua.

"Aluna minta maaf Pa." satu kalimat berhasil Aluna lontarkan walaupun dia harus menahan sakit yang mendalam.

"Hanya kata maaf yang bisa kamu lontarkan, Saya tidak habis pikir dengan tingkah laku kamu Aluna. Satu hal yang harus kamu tahu bahwa maaf kamu tidak akan bisa membawa Helena kembali Aluna. Kami disini sedang kehilangan Aluna tetapi kamu hancurkan. Pasti kamu senang karena Helena sudah pergi, kamu bisa bebas. Bukan begitu?" Elga perlahan pergi dan menjatuhkan kursi.

"Tapi, Aluna juga sama dengan kalian Pa. Aluna juga Kehilangan, tapi kenapa Papa selalu saja menganggap bahwa Aluna seperti bahagia akan kepergian Mama? Aluna juga sama kehilangan, bahkan sangat kehilangan." Aluna bersuara dengan nada tinggi membuat Elga semakin kalut dengan amarahnya.

"Sudah berani kamu meninggikan suara di rumah Saya. Dasar anak tidak tahu diri, dasar tidak berguna. Kenapa tidak sejak dulu saya menelantarkan kamu, kenapa saya harus merawat anak tidak berguna sepertimu. Kamu harus menerima akibatnya." Elga mendorong Aluna masuk kedalam Gudang dan menjatuhkan Aluna dari kursi rodanya.

Elga menendang perut Aluna cukup kuat, dia mengikat tangan Aluna dengan erat hingga sulit dilepaskan. Aluna sudah meringis kesakitan, tetapi Elga tidak menghiraukannya. Elga menarik rambut Aluna yang basah akibat keringat dengan sangat kuat, sembari berkata, "Kamu akan mati ditangan saya Aluna Esha Gabriella." Elga pun pergi keluar gudang dan mengunci Aluna.

"Sakit Tuhan, sangat sakit."

"Kapan Aluna akan merasakan kebahagiaan? Atau cerita itu tidak akan pernah ada dalam goresan takdir Aluna?"

"Aluna punya seorang Ayah, tetapi tidak dengan perannya. Dia jauh dari kata baik tetapi, Aluna tidak bisa membencinya walaupun perlakuannya amat kejam."

"Sekejam apapun Papa, dia tetap Ayah kandung Aluna. Aluna tidak bisa meminta apapun lagi selain ingin mendapatkan perlakuan adil dari Papa."

"Tuhan, goreskan kebahagiaan di takdir Aluna ya Tuhan? Terimakasih." Aluna lelap dalam tidurnya walaupun hatinya sesak.

                                 ****

1000/1Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora