Si 'masalah besar'

Depuis le début
                                    

"Lo tuh, harusnya gue yang nanya lo, tumbenan banget lo ngomong banyak. Nanya-nanya gue daritadi, tumben peduli. Biasanya gue mau turun dimana lu taro gue dimana" ucap Daffa tak kalah protesnya.

Jika diingat kembali, sikapnya memang sedikit melunak hari ini, dilihat dari yah hal kecil semacam tidak lagi marah-marah di kantor. Daffa ingin tertawa geli mengingat temannya tidak meluapkan emosinya hari ini padahal biasanya pun berujung aksi saling hajar

"Gue ngerasa biasa aja," katanya dingin. Yah, kembali lagi si es ini, fikir Daffa

"Lo mau turun sekarang? Atau tunggu mobil gue masuk rumah lo?" Daffa melihat keluar kaca. Akhirnya, dia sampai juga dirumah tanpa perlu berlama-lama cek cok sama teman es nya ini

"Lo langsung balik? Masuk dulu gih"
"Gue ada janji. Assalamualaikum!" Kata salam akhir kalimatnya membuat Daffa yang hendak masuk rumah merasa tersindir dan menoleh, masih terkekeh geli mengingat sikap si es seharian ini.

"Makin aneh aja sih tuh orang," dia menggumam dan membalikan tubuhnya lagi untuk masuk ke dalam

***

"Assalamualaikum," suara berat khas nya membuat kedua orang yang tengah asik tertawa di meja makan menoleh bersamaan.

Melihat siapa salah satu yang ada disana -tentu saja selain Rasti, kakaknya- Jendra bergidik ngeri. Matanya bertemu dan jadilah sekarang wanita itu tersenyum lebar-lebar menatapnya. Heran, kenapa juga ada cewek selebay Ara dibumi. Begitu kata-kata di otaknya yang bahkan belum ditemukan jawabannya. Dia bahkan sudah cukup capek memutar otak menghindari cewek satu ini

"Jen, udah makan kamu?"
"Nggak nafsu" kata-kata yang keluar dari bibir Jendra membuat Rasti tercengang, takut bila menyakiti hati Ara. Tapi ternyata tidak. Ara justru masih menunjukkan senyum terbaiknya untuk Jendra. yah walau tidak dilihat juga

"Ngapain sih masih disini? Gak ada kerjaan selain nguntit gue?" Ara bangkit dari duduknya. Merasa tau itu, Jendra sudah was-was, tangannya siap membuat batas supaya Ara tidak mendekat

"Jeje kenapa? Orang Ara mau cuci tangan" pernyataan yang sukses membuat Rasti tertawa geli. Adiknya itu kenapa juga wanti-wanti sama cewek selucu Ara, batinnya

Setelah melewatinya, Jendra gerak cepat untuk menarik Rasti dari kursinya

"Sekarang, kamu bawa dia pergi keluar. Atau suruh dia pulang" nadanya mengancam tapi justru ditanggapi Rasti dengan ekspresi bingung, "kemana? Kamu tuh kenapa sih dek? Dia asik tau"

Satu lagi setelah ayah sempat mengatakan hal yang sama dulu, apa juga yang membuat mereka merasa cewek sinting ini asik? Asik darimananya, sih? Jendra menggerutu dalam hati. Semuanya menyukai Ara, tapi dia tidak. Katanya sih, never were and never will untuk menyukai Ara, mustahil

"Kakak anter dia pulang. Plis, aku capek. Mau tidur"
"Loh, yaudah kamu tidur aja dikamar, kan Ara sama kakak di kamar kakak, kamar kamu kan diatas, nggak bakalan denger suara Ara juga kan" dalam hatinya, Rasti merasa Jendra juga keterlaluan. Rasti tidak punya teman dirumah. Ya, dia berhenti jadi psikolog sudah sejak 2 tahun yang lalu karena trauma, dan sekarang Ara datang membawanya pada keramaian, walau dilihat hanya berdua, tapi Ara tipe orang yang menyenangkan. Setiap ucapannya selalu membuat Rasti tertawa

"Tetep aja pikiran aku kemana-mana" dahinya sudah berlipat-lipat mendengar Jendra sebelumnya, "kamu suka sama Ara ya? Sampe kepikiran gitu"

"Hah.. udah ya. Sekarang turutin kata aku, cepet!" Melihat Ara yang menghampiri mereka, Jendra memutuskan pergi ke kamar. Dilihat lagi keadaan keduanya dari anak tangga, sepertinya Rasti menuruti kata-katanta untuk membawa pergi Ara. Dia dapat menghela nafas lega sekarang, dan cukup sudah ujian terberatnya hari ini

Steal My BoyOù les histoires vivent. Découvrez maintenant