Chapter forty four ~~

Start from the beginning
                                    

Edgar tidak peduli. Rigal adalah seseorang yang berharga.

"Gue harap juga gitu" balas Elo sambil ikut tersenyum. Dia mendengar gumaman Edgar.

Dan alasan itulah yang membuatnya sangat mengagumi ketuanya itu. Dia dingin, tetapi lembut. Dia tidak lembut, tapi benar-benar tulus. Ah, entahlah seperti apa Rigala ini.

Yang jelas, Elo sangat mengagumi apapun yang ada pada diri ketuanya. Dia nampak begitu sempurna dengan fisik dan daya tarik besar.. sayang sekali tidak ada binar kehidupan dimata indahnya

Alex melihat jam di dinding sebentar dan lantas menatap dua bocah bungsu Aretha.

"Elo juga tidur gih, sama Ibra. Walaupun besok libur, kalian tetep nggak boleh begadang" kata Alex sambil menggiring keduanya. Mereka nampak seperti anak-anak Alex yang kesal lantaran tidak diberi permen.

"Sabar ya bocil. Tunggu setaun lagi buat kalian legal" Seru Langit yang nampak sangat puas.

"Iye, si paling tua" Ibra memasang wajah kesal.

Langit ditempatnya tertawa keras. "Dasar bocah"

Ah ya, sekarang di markas hanya inti yang berkumpul. Sedangkan para anggota memilih balap di sirkuit untuk menambah uang jajan mereka, yang mana sebenarnya sudah Edgar bagi rata dari pemasukan customer.

Mungkin saja kurang untuk sekedar membeli minuman ber-alkohol atau rokok. Wajar saja, anggota Aretha hampir semuanya seorang pria.

***

Rigal tidak tidur. Sesaat memasuki kamarnya, Rigal malah membuka komputer miliknya, dan mencari tau keadaan Adinata.

Kai yang ia tugaskan untuk menjaga mereka tidak pernah datang lagi. Pasti ada sesuatu yang tidak Rigal ketahui.

Hingga dia berhasil membobol keamanan mansion, matanya menangkap banyak orang yang sedang duduk diam ditempatnya masing-masing.

Nampaknya mereka tidak gila, tapi tubuh kurus dan wajah mengerikan itu membuat Rigal tanpa sadar terkekeh kecil.

Melihat Darius yang kehilangan dua tangannya, juga Samuel yang hanya memiliki satu tangan, ternyata kuat untuk tidak sekedar meratapi nasib malang mereka.

Sayang sekali tidak ada Fiana. Atau mungkin dia sudah mati? Rigal tidak peduli, sih.

Rigal pun akhirnya melihat-lihat semua ruangan. Hingga sesaat bagian kamar Gara, Rigal dibuat speechless melihat Kai sedang tertidur memeluk bantal guling dengan sangat erat.

Oh jadi alasan dia tidak pulang karna bantal guling itu?! sial, padahal Rigal sudah khawatir loh. Walaupun Shadow terkenal kuat, dia tetap manusia, tentu saja hal buruk bisa terjadi padanya.

Mendengus lalu kembali ke kamera ruang keluarga. Harusnya mansion itu sudah diambil jika itu bukan aset pribadi. Sayang sekali itu milik Darius.

Darius sendiri membeli mansion itu untuk keturunannya jika menjadi kepala keluarga. Jadi walau bangkrut, mereka masih tetap mempunyai tempat tinggal.

Rigal- Elvian pikir, balasan itu kurang. Tapi Rigal 'asli' kekeuh mempertahankan mereka. Hingga dengan berat hati Rigal menurut.

Menghela nafas lalu beranjak dari duduknya. Menyambar jaket, lalu keluar dengan langkah tegas.

"Loh katanya mau tidur?" Alex berjalan menghampiri Rigal dengan coklat panas ditangannya.

Rigal menggeleng, membuat Alex pun lantas mengangguk.

"Kata bang Edgar ketua mau coklat panas? ini udah gue buatin loh ketua"

"Thanks" Rigal mengambil coklat panas itu lalu meminumnya sedikit.

RigalaWhere stories live. Discover now