Chapter twenty seven ~~

9.5K 1K 124
                                    

"Aku. Menolak. Ayah." Ujar seorang pria dengan nada penuh penekanan.

Sang ayah menatap dingin putra semata wayangnya. "Iya atau tidak jawaban mu, tugas itu harus selesai dalam kurun waktu dua hari."

"Ku bilang tidak berarti tidak. Tidak atau kau akan melihat ku keluar dari sini?!" Gertak pria itu dengan tatapan menantang.

Sang ayah tersenyum miring. "Rupanya kau sudah berani membangkang ya, El. Neu!! Hukum bocah pembangkang ini!!"

Pria itu diseret dengan kasar oleh Neu juga para penjaga menuju ruang gelap tempat khusus dirinya merasakan sakit.

Yah.. ruangan ini sudah biasa dimasuki ketika ia membangkang.

Hukuman di dalam berupa hukuman cambuk ke seluruh badan, juga pukulan keras menggunakan besi. Tak lupa pukulan algojo yang sakitnya berkali-kali lipat lebih sakit melebihi pukulan orang biasa.

'Jika diberi kehidupan kedua. Aku berjanji akan berlari sejauh-jauhnya dari rasa sakit'

"Hah.. hah~" Jeandra meraup wajahnya frustasi. Mimpi itu, mimpi itu terus menghantuinya belakangan ini.

Mimpi dimana Elvian berjanji akan berlari dari rasa sakit, sebelum dia memilih kabur dan akhirnya mati.

"Sial! apa memang ada kehidupan kedua?" Gumam Jeandra lirih.

Lalu tatapannya mengkilat dingin saat dimana ia ingat, pemuda yang auranya terasa familiar.

"NEU!!!"

Neu berlari dari ruangannya menuju ruangan Jeandra. "Ya tuan" jawabnya sambil berusaha mengatur nafas.

"Kau sudah mencari tau pemuda yang kita lihat kemarin?"

"Sudah, Tuan."

"Siapa namanya?"

"Rigala, Tuan"

"Marga?"

"Adinata"

"Heh keluarga bodoh itu" Jeandra tersenyum miring. "Bersiap lah Neu. Kita akan mengambil hak asuh Rigala dari tangan Adinata"

Neu menjatuhkan rahangnya. "Tuan. Bagaimana bisa anda mengambil anak orang dengan cara seperti itu?"

Jeandra menatap Neu datar. "Lalu bagaimana?"

"Anda dekati dulu pemuda itu. Jika rasa familiar yang anda rasakan bertahan lama, maka anda boleh mengambilnya. Sebelumnya anda juga harus mencari tau riwayat hidup pemuda itu dulu tuan. Bagaimana pun anda tidak boleh gegabah mengangkat anak yang nantinya akan merepotkan anda." Saran Neu segera diangguki setuju oleh Jeandra.

"Kau benar, Neu."

Mata Jeandra menerawang jalanan dibawah sana.

'Aku yakin bahwa itu kau, El'

Insting ayah yang tidak bertanggung jawab ternyata lebih kuat dari magnet.

***

"Sekarang kemana?" Gumam Rigal sambil memainkan belatinya. Tatapan kosong penuh tekanan berhasil membuat aura kamar hotel yang disewanya mendingin.

Kepalanya mengadah ke atas. Menatap langit-langit kamarnya dengan pandangan lelah.

Menghembuskan nafas lelah, lalu berbaring ditempat tidur setelah mengamankan belati kesayangannya. "China, ya?"

"Gue rasa bakal ada kejutan disana. Seolah Tuhan nyuruh gue dateng dan ambil tali takdir yang harusnya gue genggam." Mata Rigal menerawang ke atas, sebelum helaan nafas terdengar lalu netranya tertutup sempurna.

RigalaWhere stories live. Discover now