Orang-orang di setiap kelas berbondong-bondong untuk melihat sosok yang menghebohkan satu sekolah.

Sungguh, mereka tak percaya ketika siapa sebenarnya sosok bak Dewi Yunani yang tengah berjalan menyusuri lorong.

Ialah, Kaycia, si cupu yang jauh dari kata cantik dan menarik. Namun, kini apa yang terlihat mereka benar-benar sosok si cupu.

Meskipun awalnya kebanyakan orang tidak mengenal siapa sosok cantik itu, namun, ketika mereka melihat Rere, Galu, dan Rasello yang mengawalnya dari samping dan belakang, mereka baru meyakini bahwa perempuan itu adalah Kaycia. Ditambah lagi, ketika Rere memanggil namanya dengan lantang.

"Gila! Kalau aja gue tau si cupu ternyata berlian gini, udah gue embat sih dari dulu."

"Tolong siapapun bangunin gue!!"

"Fiks, bunga sekolah tahun ini pasti dimenangi sama Kaycia."

"Gue harus dapetin nomornya."

"Muka gue emang gak ganteng-ganteng amat, tapi gue yakin Kaycia pasti luluh sama gombalan gue."

Begitulah kira-kira bisikan-bisikan yang terdengar oleh Kaycia dkk. Mereka mengabaikan bisikan-bisikan itu karena memang seperti inilah yang sudah Kaycia tebak reaksi teman-teman sekolahnya.

"Lid, pantes aja Asten mau pacarin si cupu. Ternyata dia secantik itu. Gue gak percaya sama apa yang gue liat." bisik Fani pada Lidya, menyaksikan penampilan berbeda dari Kaycia untuk pertama kalinya.

Sementara Lidya sudah mengepalkan tangannya, tak mengira jika Kaycia akan berubah seratus delapan puluh derajat.

Telinganya seolah tak bisa menampung ucapan-ucapan kagum dan membandingkan dirinya dan Kaycia, Lidya akhirnya pergi dari sana.

"Eh Lid, tungguin gue ..."

Semua kejadian pagi itu tak luput dari pantauan Asten. Ia berdecak beberapa kali, ingin sekali ia mencungkil mata-mata para pria yang menatap kagum sekaligus lapar melihat Kaycia. Tangannya sudah gatal ingin menarik Kaycia dari kerumunan orang-orang.

'Seharusnya gue aja yang tau, Cia.' batin Asten, melenggang pergi masuk ke dalam kelas.

Semua yang dilakukan Kaycia semata-mata untuk memenuhi permintaan sang Mama.

Walaupun dirinya masih berduka, ia tetap berusaha menjalankan harinya seperti biasa. Memang sangat sulit, tapi Kaycia harus bertahan.

Kaycia merasa tidak nyaman dengan penampilan nerdnya, ia juga masih sangat takut untuk mengungkap kecantikannya.

Tapi sekarang, sepertinya ia harus menghadapi semuanya. Mama benar, bagaimana pun ia harus menjadi dirinya dan melupakan kejadian kelam tersebut.

"Mama, Cia kangen." Kaycia berjongkok di bawah beringin yang rindang, melukis asal tanah menggunakan ranting. Ia sengaja meneduh di sana lantaran menunggu Keenan sedang membuatkan pesanan makan siangnya di kantin.

Suara lirih terus keluar dari sela bibir Kaycia, mengungkapkan kerinduan pada Viola.

"Lo gak takut kesurupan, jongkok di bawah pohon beringin ..." kelakar Asten, duduk tepat di belakang Kaycia.

Tentu Kaycia menoleh mendengar itu, "nggak." ucapnya lemas.

Asten ikut berjongkok tepat di depan Kaycia, "Lo tau apa yang lebih menyedihkan? Ketika lo punya orang tua tapi di saat bersamaan lo merasa gak punya mereka."

Kaycia menatap bingung, Asten yang mengerti dengan tatapan itu melanjutkan ucapannya, "gue gak maksud buat adu nasib, tapi apa yang gue rasain hampir sama, sama lo. Bedanya, nyokap lo beneran pergi kalau gue masih hidup."

"Bahkan sekarang gue memutuskan buat pergi dari keluarga toxic itu. Gue gak tau ini keputusan yang baik atau nggak. Gue udah gak berharap dan peduli sama mereka. Gue mau hidup sesuai keinginan gue dan kesenangan gue, bukan hidup diatur seperti robot sama mereka." Asten menuturkan kisahnya, berharap Kaycia tidak sendiri.

"Jadi ..." Asten menempatkan tangannya pada puncak kepala Kaycia, mengelus pelan, "jangan terus bersedih, lo berhak lanjutin hidup lo dengan baik. Pasti nyokap lo senang di atas sana." lanjutnya, tersenyum lembut.

Senyuman Asten seolah menular, Kaycia ikut tersenyum dibuatnya. Tak lama dari itu, sebuah teriakan yang beriringan menyambut suana penuh haru itu.

"Itu Kaycia!!"

"Kaycia!!"

"Kaycia!"

"Cia!! Gue minta nomor lo!"

"Kaycia! Ayo kita kenalan."

Mata Kaycia membulat betapa banyaknya teman-teman yang mayoritas pria tengah menghampirinya.

Kaycia juga bisa mendengar teriakan Keenan di belakang kerumunan, namun, sepertinya Keenan sangat kesulitan menembus kerumunan.

Mengetahui suasana yang tak kondusif, Asten dengan cekatan menarik Kaycia menghindari gerombolan.

Kaki keduanya melangkah lebar, tak peduli seberapa jauh mereka berlari terpenting harus menghindar dari gerombolan para pria buaya.

Nafas mereka tampak tersengal-sengal setelah berlari cukup jauh. Di sela mereka mengatur nafas, mata keduanya saling memandang.

"Hahaha ..."

"Hahaha ..."

Asten dan Kaycia tertawa keras, ternyata lucu juga momen yang mereka lewati. Apalagi mereka merasakan momen seperti seorang selebriti yang dikejar-kejar oleh para fans fanatik.

'Gue senang lo ketawa karena gue, Cia.' batin Asten masih tertawa, menatap lekat wajah Kaycia yang sedang tertawa.

Sangat manis dan cantik
.
.
.
.
.

To be continued

My Nerd Is Perfect Where stories live. Discover now