🍁. Prolog

24 7 2
                                    


Happy Reading
Jangan lupa vote dan komennya Kaka, timakasii:)

Seorang gadis berjalan di padang rerumputan di salah satu bukit dekat dengan kediamannya, langkahnya membawanya menuju bukit yang sepi ini, walaupun malam hari, tak membuatnya takut berada di bukit ini sendirian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Seorang gadis berjalan di padang rerumputan di salah satu bukit dekat dengan kediamannya, langkahnya membawanya menuju bukit yang sepi ini, walaupun malam hari, tak membuatnya takut berada di bukit ini sendirian.

Ditatapnya rembulan yang bersinar sambil duduk di rerumputan tanpa alas, sedikit dingin dan mampu meredakan emosinya.

Hijab hitamnya bergerak mengikuti semilir angin, abaya hitam yang membalut tubuhnya pun seakan tak mampu menghalangi usapan lembut angin malam ini, sangat menenangkan.

"Ya Allah, apa Nashwa salah? apa Nashwa berusaha melawan takdirmu? Nashwa hanya manusia biasa, sulit bagi Nashwa berada di keadaan seperti ini."

Gadis itu mulai terisak, air matanya tak berhenti mengalir di kedua pipinya yang mulus dan sedikit kemerah-merahan, isakan getirnya beradu dengan bunyi hewan malam yang bersahut.

"Nash- Nashwa merasa sakit, Ya Allah, apa rasa cinta Nashwa terlalu besar sampai membuat Allah menegur Nashwa lewat rasa sakit ini? tapi, Nashwa mencintainya, Ya Allah ... ," adunya kepada sang pemilik semesta dengan air mata yang tak ada habisnya.

Isaknya terus terdengar walaupun bibirnya berhenti mengadu, rasanya sangat sesak saat cinta pertamanya menjadi luka pertamanya. Apa salah Nashwa mencinta seseorang yang sepertinya mencintainya pula.

"Demi Allah, hati Nashwa sakit sekali. Jika memang dia bukan seseorang yang ditakdirkan untuk Nashwa, tolong bantu Nashwa melupakannya, Ya Allah."

"Apa Nashwa mau melupakan, Mas?" tanya lelaki dengan baju koko serta sarung hitam dilengkapi dengan peci yang selalu melekat di kepalanya.

Seketika Nashwa berbalik, tatapannya mengarah pada lelaki yang berdiri tepat di belakangnya, "M-mas Sadha?"

Lelaki yang disebut "Mas Sadha" itu menatap kearah lain saat tak sengaja matanya bertemu tatap dengan mata indah Nashwa yang kini berlinang air mata.

"Mas Sadha, sejak kapan disini?"

"Sejak kamu mengadu pada sang pencipta."

Nashwa menunduk, gadis itu kini berdiri berhadapan dengan lelaki itu, namun tatapannya menatap kearah bawah tanpa berani menatapnya sang lawan bicara.

"Nashwa," tegur lelaki itu, Nashwa mendengar, tapi tetap bergeming tanpa berani menatapnya.

"Apa mas membuat Nashwa terluka?" tanya lelaki itu yang dibalas gelengan kepala Nashwa.

"Bukan, Mas Sadha yang salah. Tapi, rasa Nashwa yang tak seharusnya ada, Mas. Maaf jika karna Nashwa, Mas, menjadi merasa bersalah, Nas-."

"Berhenti menyalahkan diri sendiri, Nashwa. Rasa itu titipan Tuhan, kita tidak bisa menyangkal atau menyalahkannya. Tapi, kadang cinta dan harapan kita bisa saja tidak sejalan dengan takdir-Nya," potong Sadha.

"Jadi, Nashwa harus bagaimana, Mas?"

Gelengan kepala lah jawaban Sadha. Nyatanya dia juga dibuat delima sekaligus menderita dengan takdir yang mereka jalanin saat ini.

"Nashwa sudah memutuskan untuk meluapkan, Mas Sadha."

Sadha menatap gadis itu kaget, bagaimana bisa dia memutuskan untuk berhenti mencintainya? apa Sadha egois jika meminta Nashwa untuk terus mencintainya.

"Nashwa sudah lelah, Mas. Nashwa ingin tenang, sudah cukup banyak waktu dan air mata yang Nashwa gunakan untuk mencintai lelaki yang sepertinya bukan takdir, Nashwa. Nashwa menyerah, Mas."

"Apa tidak ada kesempatan untuk kita berjuang bersama?"

"Berjuang macam apa yang, Mas, maksud?"

Sadha diam, nyatanya dia ingin mereka memperjuangkan cinta mereka. Tapi, keadaan dan status Sadha lah yang membuat bumerang untuk cinta mereka berdua.

"Nashwa mencintai, Mas Sadha, karna Allah. Jika mencintai karna Allah, maka bersama atau tidaknya bukanlah sebuah keharusan bukan? tapi, Nashwa juga manusia, Mas, Nashwa punya nafsu untuk memiliki dan sebagai pemilik. Tapi, apa pantas Nashwa mengambil, Mas, dari seseorang yang memang seharusnya memiliki mas seutuhnya?" tutur Nashwa diiringi tangis yang tak berkehabisan.

Tubuh Sadha bergetar, luka gadis yang dicintainya adalah lukanya pula, dan luka itu tercipta karnanya pula. Ingin sekali Sadha memeluk erat tubuh gadis itu, menghapus airnya dan berkata bahwa mereka pasti bersama. Tapi, apa hak Sadha melakukannya?

"Nashwa ... tolong berhenti menangis. Jangan begini, Nashwa, demi Allah, Mas merasa menjadi pendosa saat membuatmu terus menangis."

Nashwa beranikan untuk menatap Sadha, mungkin untuk terakhir kalinya. Wajahnya memerah dan di pipinya pun nampak jelas jejak air mata. Mas sadhanya menangis. Apa rasa cinta mereka sama besarnya? tapi, kenapa tidak bisa bersama?

"Nashwa akan pergi dari kehidupan, Mas Sadha, agar luka Nashwa dan Mas tidak menjadi semakin besar. Nashwa mengikhlaskan, Mas, bahagialah dengan kehidupan, Mas."

"Nas-."

"Mas Raza, Nashwa," seru seorang wanita dengan balutan gamis birunya yang berhasil menghentikan ucapan Sadha.

"Kenapa berada di bukit ini malam-malam? kalian juga kenapa berduaan?" tanyanya saat sudah berada diantara Sadha dan Nashwa.

"Mbak-."

"Sudahlah, ayo kita pulang," ajaknya sambil merangkul tangan Sadha dan juga menatap Nashwa dengan tujuan mengajak.

"Mbak, sudah mendengar semuanya?"

"Ayo, cepat pulang. Nanti abi dan umi mencari kita," sahut wanita itu seakan menulikan telinganya atas pertanyaan Nashwa.

Nashwa menarik nafas pelan, seperti apa yang dia dan Sadha sembunyikan selama ini sudah diketahui wanita itu, tapi wanita itu berusaha supaya terlihat tidak mengetahui apa-apa.

Sadha juga merasakan yang sama, ditatapnya pergelangan tangannya yang dirangkul wanita itu, dilepasnya perlahan rangkulan itu. Bagaimanapun, Nashwa akan tersakiti melihat semua ini.

Sedangkan wanita itu terus berjalan lebih dulu saat merasa Sadha melepas rangkulannya, tanpa sadar air matanya menetes, apa iya sudah menyakiti Sadha dan Nashwa selama ini?

Jauh di belakang wanita itu dan Sadha, kini ada Nashwa yang masih berdiri di tempat semula tanpa ada pergerakan, matanya menatap lekat dua manusia yang kini berjalan bersama walaupun tak berdampingan.

"Nashwa akan mengalah, Mbak. Insya Allah, Nashwa ikhlas melepaskan, Mas Sadha."

Nashwa melangkah, kembali ke kediamannya, besok Nashwa akan meninggalkan tempat kelahirannya ini. Nashwa lakukan untuk kebaikan Sadha dan wanita yang kini berjalan di depan Sadha, serta untuk kebaikan abi dan uminya.

🍁🍁

28032024🍁

Selamat membaca karya gadis senja yang kedua.

Happy reading, jangan lupa vote + komen + masukan library kalyan juga yaaa :)

Salam sayang gadis senja 🥀

Diantara 2 Bidadari SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang