(19) -di Rumah Gafa

Start from the beginning
                                    

***

Pukul sudah menunjukkan jam 6 sore. Sekarang Glora dan Laura sudah ada di dalam mobil mereka. Tadi itu sangat seru, sampai-sampai mereka lupa waktu.

"Lo beneran udah gak mengharapkan Dilan lagi, ra?" Tanya Glora.

Laura mendengus saat mendengar nama itu. "Iya, gue heran, deh. Kenapa sih, lo selalu nanya begitu? Apakah gue kurang meyakinkan?"

Glora mengangguk mantap. Sedangkan Laura harus menghelah nafasnya kasar. "Kenapa sih, lo bisa berpikir begitu? Jelas-jelas gue risih banget tadi ada dia," balasnya.

"Gue tau, gak semudah itu melupakan orang yang pernah di jadikan satu-satunya." Laura terdiam, dia membeku mendengar perkataan Glora yang sangat menusuk hati nya.

Ya, benar. Laura masih belum bisa melupakan Dilan, seberusaha apapun dia melupakan, Dilan selalu ada di pikiran nya. Tapi Laura ingin membuktikan, bahwa dia juga bisa menyerah.

"Keputusan lo udah bagus, ra," sahut Glora.

Laura menoleh. "Kenapa?"

"Karena itu bisa membuat yang lain sadar, bahwa kehilangan seseorang itu gak enak."

Laura terdiam tidak mengerti. "Apaan sih? Ngomong yang jelas! Siapa juga yang bakal kehilangan?"

Glora tertawa. "Lo kurang peka ya?"

"Peka gimana?"

"Udah, ra. Lo lihat aja nanti!"

"Apaan sih?"

.
.
.

"Aisha!" Aisha menoleh, dia menatap penuh tanda tanya pada Zora yang menghampiri nya.

"Kenapa?" Tanyanya.

Zora tersenyum sangat manis, gadis yang memakai pita dua berwarna merah itu bisa membuat orang lain gemas di buatnya. Begitupun Aisha.

"Zor? Bisa gak jangan senyum? Mau gue gigit lo?"

"Ihh, Aisha mau gigit aku? Gak boleh! Nanti Apin marah," jawabnya. Aisha terkekeh melihat tingkah polos gadis itu.

"Yaudah iya. Jadi kenapa?"

Zora menatap Aisha yang lebih tinggi dari dia. "Kamu udah gapapa kan? Katanya kamu berantem sama Arsen?"

Aisha tersenyum kecut. Saat mengingat itu dia jadi ingin membunuh Arsen saat ini. "Iya ra, gue udah gapapa kok. Biasalah, gue kan kuat!"

"Iyaaa, kalau hubungan kamu sama Arsen?" Tanya Zora lagi. Aisha memberhentikan langkah kakinya, membuat Zora bingung.

"Gue udah sampai kelas nih, Zora masuk kelas gih," katanya pada Zora. Zora hanya mengangguk, dia pergi sambil berlari-lari kecil.

Ketika mendengar pertanyaan Zora, Aisha jadi melamun di depan kelas. Sampai sebuah tepukan mendarat di bahunya.

Puk

"Ngapain bengong? Mau jadi patung ya, sha?" Gafa menatap heran Aisha.

Aisha terlihat kesal. "Iya, gue mau jadi patung biar kalem!" Ketusnya dan masuk kedalam kelas. Gafa heran, pagi-pagi gadis itu sudah tidak mood saja.

Change FateWhere stories live. Discover now