Cinta Tak Harus Memiliki

184 19 30
                                    

Cinta bagi kebanyakan orang adalah sesuatu yang indah. Mereka berlomba untuk mendapatkan kebahagiaan lewat asmara yang mereka rasakan. Namun lain halnya dengan Cakra yang harus memendam perasaannya untuk Jasmin. Cinta pertamanya.

Cowok itu menatap sepasang insan yang duduk tak jauh darinya, tengah menikmati makan siang di kantin sekolah. Tawa keduanya mengudara. Menghantarkan rasa sakit dalam hati Cakra. Sejak pengakuan Osean padanya beberapa waktu lalu, sahabatnya itu memang genjar melakukan pendekatan pada Jasmin.

"Cak, temenin gue nyari buku di perpus ayok."

Cakra terkesiap. Pandangannya beralih pada Harsa yang kini berdiri di sampingnya. Tanpa perlu bertanya pun, Cakra paham maksud Harsa. Sahabatnya itu hanya ingin membuatnya menjauh dari sepasang muda-mudi yang tengah menikmati kebersamaan.

"Tumben?"

"Lagi pengin baca aja. Lagian gue sekalian mau cari novel jadul buat referensi tugas yang dikasih Pak Tio."

Cakra berdiri. Langkahnya mengikuti Harsa menuju perpustakaan. Si cowok yang ditanya terkekeh pelan. Dia sebenarnya tak tega dengan kisah hidup yang berliku. Hidup berteman sakit sejak kecil, kini sang sahabat harus menahan perasaan cinta murni yang ia miliki. Namun yang membuat Harsa salut pada Cakra adalah tekad dan pemahaman agamanya mendalam. Di saat orang lain memilih mementingkan hubungan berpacaran, Cakra justru sebaliknya.

"Jasmin belum ada yang punya, Cak. Kenapa nggak lo rebut hatinya sebelum keduluan Sean?"

Cakra tersenyum sendu. Embusan napas keluar dari bibirnya. Matanya terpejam sesaat demi menghalau rasa sesaknya.

"Di agama kita pacaran kan haram. Gimana dah. Orang tua kita ikut nanggung dosa kalau kita pacaran."

Harsa terperangah. Matanya memandang kagum sosok tangguh yang berstatus sebagai sahabatnya ini. Pemikiran seperti ini jarang sekali ia temukan pada remaja kebanyakan.

"Bener juga. Tapi apa lo kuat?"

"Cukup berat. Bahkan gue hampir khilaf PDKT-in Jasmin."

Jika mengingat obrolannya dengan Cakra, cowok itu juga cukup tertampar. Pemahaman agama sang sahabat jauh lebih dalam dibanding dirinya. Padahal ia juga dari keluarga yang agamis.

Hati lo bener-bener bersih, Cak. Gue beruntung punya sahabat kayak lo.

***

Sebenarnya Jasmin sempat melihat presensi Cakra sejak tadi. Cewek itu bahagia, bisa sedekat ini dengan Osean, sang the most wanted sekolah. Namun sudut hatinya yang lain seolah merasakan perih. Ada bagian di sana yang retak saat melihat Cakra menjauh. Cewek itu tak bodoh untuk tak menyadari bahwa Cakra semakin menjauh darinya.

"Jas? Kamu nggak apa-apa?"

Ah, mengenai panggilan aku-kamu, Jasmin merasa hatinya ditumbuhi oleh bunga. Osean mengubah gaya bicaranya sejak kemarin.

"Nggak apa-apa, Kak. Tiba-tiba aja kepikiran tugas yang dikasih guru."

Osean menaikkan sebelah alisnya. "Tugas apa? Biar aku bantuin."

Rasa perih yang sejak tadi mengendap di hati karena memikirkan sikap Cakra kini tergantikan oleh perasaan hangat. Cewek itu merasa perhatian Osean sangat tulus.

"Beneran?"

Sebenarnya ia hanya asal memberi alasan, walau tak sepenuhnya salah. Ia memiliki tugas, namun tak berat ia kerjakan. Cewek itu merupakan siswa berprestasi. Namun memang tak ada salahnya menerima tawaran si tampan.

"Bener dong. Gimana kalau sepulang sekolah nanti kita ke kafe buat kerjain tugas kamu?"

Jasmin mengangguk. "Mau! Mau!"

Bumantara Berkabut NestapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang