Chapter forty ~~

Mulai dari awal
                                    

"Ya ampun anak mamah.. kamu kemana aja sayang? mamah rindu sama kamu" Fiana memeluk Revan dengan sangat erat. Matanya memerah menahan tangis.

"Sayang? jawab mamah! kamu kemana aja?"

Rigal menghela nafas pelan, lalu menunduk sebentar. "Maaf mah.. Revan cape, Revan mau istirahat. Kita ngomongin ini besok lagi ya?" Pinta nya khas Revan.

Fiana awalnya menyerngit, namun ketika melihat raut putranya yang kelelahan, akhirnya mengangguk. "Iyaa.. kamu boleh istirahat. Maafin mamah ya ganggu kamu, selamat malam putra tampan mamah" Fiana mencium pipi Rev- Rigal lalu berbalik pergi menjauh.

Rigal dibelakangnya, segera memasang wajah dingin. Merogoh saku, mengeluarkan sapu tangan dan segera mengelap pipi bekas ciuman Fiana.

Walau menggunakan topeng, tetap saja dirinya merasa sangat jijik disentuh oleh wanita menjijikkan seperti Fiana.

"Sial" umpat Rigal sebelum kembali menjalankan tugasnya.

"Tuan" Suara Kai menggema ditelinganya. Mereka memang harus berkomunikasi agar memudahkan semua rencana.

"Ya"

"Semuanya sudah siap tuan"

Rigal menyeringai kecil. Tentang kecepatan, Kai memang bisa diandalkan.

"Apa ada lagi, tuan?"

"Ya. Pasang layar besar diantara 10 camera"

"Baik."

Kai mematikan sambungan komunikasi mereka, dan kembali menjalankan apa yang Rigal perintahkan.

Rigal kembali berjalan ke arah kamar keluarga besar. Disana adalah kamar keluarga khusus, seperti Darius, istrinya, dan anak-anaknya yang lain.

Rigal bergerak dengan sangat-sangat pelan dan santai. Tidak terburu-buru dan tergesa karna akan mempengaruhi proses misinya.

Misi ini harus berjalan dengan lancar sesuai kehendaknya.

"Revan? itu lo?"

"Iya"

"Lo kemana aja Van? gue sama Leta nyariin lo terus, tapi nggak ketemu!" Ravin mendekati kembarannya.

"Sorry.. gue nginep dirumah temen"

Alis Ravin menukik tak senang. "Siapa?"

"Sergio"

"Oh.. iya gue kenal. Dia laki-laki yang pernah lo kenalin ke gue sama Leta kan?"

Rigal mengangguk. "Gue istirahat dulu, cape"

Giliran Ravin yang mengangguk. "Oke twins. Gue ke kamar ya, kalo butuh apa-apa langsung ke kamar aja"

Rigal mengangguk lalu pergi dengan tenang.

"Baunya kaya bukan parfume Revan. Apa mungkin dia ganti parfume?" Gumam Ravin sambil berjalan masuk ke kamarnya.

***

"Tuan"

Rigal berdehem disela tugasnya.

"Tugas saya sudah selesai tuan. Apa ada lagi yang harus saya lakukan?"

"Potong kedua tangan Darius" titah Rigal dingin.

Kai disebrang sana sempat terkejut, namun kembali normal dan malah menyeringai.

Tentu saja hal yang disukai shadow adalah darah. Jadi tugas kali ini, sepertinya Kai akan sedikit bersenang-senang dengan tangan pria bau tanah yang hampir mati itu.

Membantu malaikat maut dalam mencabut nyawa tentu saja hal baik.

"Baik tuan. Tangan itu?"

"Buang" balasan Rigal membuat seringai Kai kian lebar.

RigalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang