bab 6

507 49 4
                                    

happy reading


"

kamu tidak ke kantor hari ini?" Tanya Rommy menatap Langit.

"Nanti Langit ke kantor, yah."

Sonya tidak habis pikir dengan anak pertamanya ini. Padahal baru saja menikah, bukannya honeymoon terlebih dahulu malah yang dipikirkan hanyalah pekerjaan. Bukan, bukan langit saja yang memikirkan itu. Tetapi suaminya juga sama. Memang mereka berdua bagai pinang di belah dua.

Sonya menatap Rommy. "Yah!? Kenapa nanyanya gitu? Langit itu baru saja menikah, harusnya nanya kapan honeymoon!"

"Ayah kan cuman nanya, Bun. Apa salahnya?"

"Salah! Sudahlah, Yah. Kalian berdua memang sama, pekerjaan-pekerjaan dan pekerjaan yang ada di pikiran kalian!"

Rommy sudah terbiasa mendapatkan omelan sang istri. Alhasil ia biasa saja dan malah melanjutkan acara makannya yang sempat tertunda.

"Langit, kapan kamu honeymoon?" Tanya Sonya.

"Tidak tahu, Bun."

"Sekarang saja, kamu tidak usah ke kantor. Kalian harus menikmati masa-masa awal pernikahan dan itu dengan honeymoon."

"Langit tidak bisa, Bun. Lagian, ada banyak dokumen yang harus aku tanda tangani saat ini. Kalau aku tidak menandatanganinya, semuanya tidak akan berjalan. Mungkin, Minggu depan aku bisa honeymoon atau Minggu depannya lagi."

Naya yang mendengarkan itu hanya memutarkan kedua bola matanya malas. Apa yang harus di harapkan dari seorang Langit Gionendra? Menjadi prioritasnya? Mustahil sekali. Bahkan, Langit saja hanya menjadikannya formalitas saat berada di depan keluarga Sanjaya.

"Biar Ayah kamu saja yang handle. Bunda itu pengen banget gendong cucu, kalau kamu nunda-nunda, kapan jadinya? Lagian, Bunda juga semakin tua."

Benar yang di katakan bunda. Di satu sisi, dirinya tidak mau membuat Naya hamil tetapi di sisi lain, dirinya merasa bersalah jika tidak menuruti perkataan sang bunda. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Ia bahkan mempunyai niat untuk menceraikan Naya. Entahlah, mungkin nanti ia akan memikirkannya.

"Bunda tidak perlu khawatir. Secepatnya, Langit akan mewujudkan keinginan Bunda." Dia hanya tidak mau membuat bundanya merasa sedih, alhasil ia mengucapkan kalimat itu.

Naya yang mendengarkan ucapan Langit malah tersedak. Orang-orang yang berada di meja makan lantas menatap Naya khawatir kecuali Langit. Naya benar-benar tidak tahu dengan ucapan Langit itu benar atau hanya akal-akalan nya saja? Kalau memang benar, dirinya tidak akan mau. Buat apa ia mengandung anak dari suami yang akan menceraikannya? Lagian, dia juga akan rugi.

Bagaimana tidak rugi, jika Langit akan menikmati kegadisannya kemudian akan menceraikannya. Sama seperti setelah mengambil kemudian membuangnya. Sungguh! Ia tidak mau itu terjadi.

"Nay? Kamu tidak kenapa-napa kan?" Khawatir Sonya.

Bara menyodorkan gelas yang berisi air di depan Naya. "Lebih baik kamu minum dulu."

Naya menerima uluran gelas itu. "Terima kasih, mas." Naya benar-benar ragu dengan embel-embel kata mas yang ia ucapkan untuk Bara. Benar-benar aneh. Bara yang mendengarkan Naya memanggilnya dengan kata yang ia mau lantas tersenyum.

"Mas? Sejak kapan kamu manggil Bara, mas, Nay? Dia kan adik ipar kamu." Bingung Sonya.

Saat Naya ingin menjelaskan tetapi di dahului oleh Bara. "Bara yang minta, Bun. Lagian, umur Naya di bawah aku. Aneh rasanya jika dia memanggil namaku saja."

Changed feelingsWhere stories live. Discover now