1. Sang Penyelamat

495 32 4
                                    


Suara ledakan keras atau lebih dikenal dengan klakson kapal terdengar memekakkan telinga. Suasana pelabuhan pagi ini berbeda dengan keadaan kemarin, hiruk pikuk berbagai suara memenuhinya.

Soal kedatangan kapal besar dari kota sudah sampai ke telinga masyarakat Desa Gambir.

Terlihat warga desa mulai membanjiri dan mengepung pelabuhan Dermaga Gambir, saat kapal besar tersebut memasuki perairan desa mereka secara perlahan, anak-anak pun ramai dan bertepuk tangan dengan keras melihat kapal tersebut semakin mendekat. Kedatangan kapal tersebut membuat anak-anak senang karena setiap kapal yang datang akan memberikan hadiah atau makanan seperti yang sering dilakukan kebanyakan kapal ketika singgah di pelabuhan desanya.

"Wala, lihat ukuran kapalnya, lebih besar dari kapal-kapal yang biasa datang." Ucap seorang perempuan berusia setengah abad sambil memasukkan lebihan uangnya ke dalam dompet kainnya, di tangannya terdapat sebuah keranjang anyaman berisi ikan dan sayur sawi yang telah ia beli tadi.

"Benar,buk Lela. Pemilik kapal itu pasti orang kaya, lihatlah kapalnya besar sekali." Jawab wanita tua itu sambil memilih sayuran di sebelah penjual ikan, "hei Ah Seng, kenapa sayuran mu busuk semua!"

"Haiya buk Ina.. sikalang banyak susah oh. Hali-hali banyak panas..ini sayu ah susah mau idup." Jelas Ah Seng — Seorang pria Tionghoa berjualan sayur mayur di dermaga dari Malaya, kurus dengan kemeja abu-abu dan celana hitam — sambil memutar-mutar topinya seolah mengipasi badannya. [Aiya buk Ina. Sekarang agak sulit. Setiap hari cuaca panas, sayur mayur yang saya tanam susah hidup.]

Kedua wanita tua itu menggelengkan kepala sebelum menjauh dari tempat Ah Seng.

Desa Gambir terletak di pesisir sumatra, tidak ada yang istimewa di desa tersebut selain pasir putih bersih, air laut biru jernih, suara kicauan burung laut seolah menyambut kedatangan para nelayan dan pelaut, pohon kelapa berbatang tinggi berjejer rapi disepanjang pantai. Pantai Desa Gambir.

"Kita sudah sampai,Labu?" Seorang lelaki tampan dan gagah bertanya kepada salah satu awak kapal sambil mengintip ke bawah dari dek kapal. Matanya tertuju ke seluruh pelabuhan desa.

"Iya tuan.. kita sudah sampai di Desa Gambir."

Pria tampan itu mengangguk, "Bagus. Aku berencana mengunjungi teman baik ayahku, sementara itu kita bisa mengisi bahan bakar sebelum melanjutkan perjalanan kepulauan barat." Pria itu menutup teropong di tangannya, "suruh orang kita menyiapkan apa yang pantas, kita akan turun untuk menyapa warga desa, jangan lupa membawa bekal makanan untuk dijadikan oleh-oleh."

Pria tampan dan gagah itu, Raksa Santoso Gabs, seorang lelaki bangsawan berdarah Indonesia-Inggris, berwajah rupawan dengan aura maskulin dan dominan yang mampu membuatkan wanita manapun berlomba-lomba ingin menjadi istri sang pelayar kaya. Namun sayang mereka harus menelan pil pahit saat mengetahui Raksa telah menikah dengan seorang gadis muda yang diperkatakan luar biasa cantik.

"Bagaimana dengan nyonya muda Hazel, tuan? Nyonya masih tidur di kabin." Tanya Labu.

Ledakan itu kembali terdengar untuk kesekian kalinya seiring dengan gemerincing jangkar yang diturunkan.

"Biarkan saja, suruh Yoda datang menjemputnya nanti."

Meski Labu merasa tidak enak meninggalkan Hazel di kapal, Labu tidak bisa membantah perkataan Raksa melainkan mengangguk.

Semua mata tertuju pada kedatangan Raksa dan anak buahnya begitu mereka menginjakkan kaki di pesisir pantai Desa Gambir.

"Masya-ALLAH..Lama tidak bertemu,Raksa. Kamu sudah dewasa sekarang dan semakin tampan." Seorang lelaki tua berambut putih, mengenakan baju surjan berwarna hijau tua dan berkain sarung menyambut mereka dengan senyuman.

Rayuan Perempuan || MHWhere stories live. Discover now