Dua Puluh Sembilan: Siapanya Gege?

145 18 5
                                    

Panas di tenggorokan dan sakit di hampir seluruh bagian kepala memaksa Radika untuk bangun dari tidur panjangnya. Begitu matanya terbuka dia melihat satu ruangan panjang berisi tempat tidur kecil, meja kerja dan lemari.

"Bukan hotel?"

Dia bertanya pada dirinya sendiri, di nakas samping tempat tidur ada kotak berisi makanan, segelas air putih dan juga dua butir obat.

Radika berusaha mengingat apa yang terjadi semalam setelah dia minum banyak. Sayangnya kepalanya kembali berdenyut nyeri. Memaksa lelaki itu untuk memijat pelipisnya.

Baju yang dikenakan sudah berganti menjadi baju orang lain. Anehnya begitu pas, Radika mengangkat selimut dan melihat celananya pun diganti dengan celana training.

Lelaki itu tiba-tiba disergap perasaan malu, membayangkan seseorang yang melucuti pakaiannya dan menggantinya. Sekelebat ingatan muncul, pria-pria bertubuh tinggi besar menggodanya di club' malam itu.

Namun, sekilas ingatan lainnya muncul, dia meraba dadanya di mana jantung berpacu lebih cepat. Aroma pelembut pakaian yang dia kenakan saat ini mengingatkan pada pria semalam. Ini wangi Magenta. Pengharum dan pelembut pakaian bercampur parfum kesukaannya selalu enak untuk dihirup.

Barang-barang pribadi Radika tersimpan rapi di nakas satunya lagi. Ponsel, kunci mobil, dompet dan jam tangan. Dia sedikit kaget saat jam menunjukkan pukul tiga sore hari.

Langkahnya terhuyung, dia hampir tersandung karpet saat kebingungan mencari pakaiannya. Gak lucu pulang ke rumah pakai pakaian orang lain.

"Ka, udah bangun?"

Radika membeku. Sekilas ingatan tentang Magenta membawanya pulang bukanlah mimpi belaka.

"Ge," ujar Radika. Dia mendekat, tanpa aba-aba, lelaki itu menghambur pada pelukan Magenta.

"Minum dulu, terus makan. Ayo."

Magenta bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Dia memapah Radika sampai lelaki itu duduk kembali di tempat tidurnya.

Dengan telaten Magenta memberi segelas air putih pada Radika. Memberikan suap demi suap nasi dengan sup iga kesukaan Radika.

"Ini di mana Ge?"

"Makan dulu, baru kita bicara. Kenapa kamu kurus sekali, hmm?" Magenta membersihkan remah makanan yang tersisa di sudut mulut Radika. Mengantarkan gelenyar aneh serupa kepakan jutaan kupu-kupu pada perut lelaki itu, ditambah panggilan 'lo' yang berubah jadi 'kamu'.

"Udah, mual." Radika merengek, menepis suapan lain yang diberikan Magenta.

"Minum banyak seperti itu pantas saja mual, kepalanya masih sakit, kan?"

Radika hanya mengangguk persis seperti anak kecil yang tak berkutik di tangan ayahnya.

Pil yang disimpan di wadah kecil kini berpindah tangan, Radika meminumnya dan Magenta dengan telaten mengurus semuanya. Saat semuanya selesai tubuh Radika didorong sampai dia bersandar di kepala tempat tidur.

"Selimutan?" tanya Magenta.

Radika menggeleng karena memang tidak dingin.

Magenta tidak bicara, dia mengambil piring kotor, gelas kosong dan pergi. Namun, Radika buru-buru loncat dari tempat tidur dan meraih tangan Magenta sampai gelas yang dia pegang jatuh dan pecah membentur lantai.

"Jangan pergi, Ge."

"Jangan bergerak nanti kena pecahan gelas. Diam sebentar."

"Enggak, gue gak mau lo kabur lagi."

"Ka, aku gak bakalan kabur. Aku simpen ini sebentar sambil bawa sesuatu buat bersihin ini. Janji kita bicara setelah ini. Hati-hati jalannya, kamu tunggu di tempat tidur sana."

Uncrush [END]Where stories live. Discover now