Dua Puluh Enam: Ketahuan?

81 7 5
                                    

Kepiawaian Magenta mengatur pekerjaan di kedai es krim membuat kedai tersebut bertransformasi bukan hanya sekadar kedai biasa. Kemampuan utama mendesain sesuatu menjadikan kedai tersebut banyak digandrungi tidak hanya oleh kawula muda.

Beberapa food vlogger bahkan sering mereview berbagai menu yang tersedia di kedai tersebut. Hanya saja Magenta tetap dalam persembunyiannya, setiap kali food vlogger atau tokoh-tokoh tertentu yang ingin bertemu dengan manajer atau pemilik dari kedai tersebut maka yang akan maju adalah Sherina.

Untungnya perempuan cantik itu lebih dari sekedar mengerti alasan dari Magenta yang melakukan hal itu.

"Hebat lo, sudah empat bulan tapi masih belum ketauan," cibir Sherina diikuti dengan tawa. Keduanya jauh lebih akrab, panggilan saya-kamu pun berganti jadi Lo, gue.

"Jangan dulu, gue belum siap. Hahaha. Pengecut ya, gue."

"Bukan gue yang ngomong," tandas Sherina.

Ketika masuk ke dalam kedai yang diberi nama Aisukurimu atau Eskrim dalam bahasa Indonesia maka pelanggan akan disuguhi dengan 4 meja bundar masing-masing tiga kursi mengelilinginya. Lalu counter depan tempat memesan dan membayar pesanan. Jauh ke bagian dalam terdapat beberapa meja lainnya.

Tepat di belakang counter terdapat cermin besar yang merupakan cermin dua arah. Pengunjung hanya bisa melihat suasana kedai dari pantulan cermin tersebut, Tanpa mereka tahu bahwa dibalik cermin itu adalah ruangan Magenta. Konsep ini dia pilih agar bisa terus memantau kedai tanpa harus ketahuan siapa pun.

Magenta benar-benar hidup seperti di pelarian, baginya cara seperti ini lebih efektif untuk memulihkan hatinya. Meski tetap saja setiap hari dia akan selalu mengingat dan juga tidak bisa lepas dari makhluk bernama Radika.

Terlebih beberapa kali Radika dan Agatha datang berkunjung untuk menikmati anmitsu - Ini sebenarnya bukan es krim, tapi makanan penutup tradisional Jepang yang sering kali memasukkan es krim sebagai salah satu bahannya. Anmitsu adalah mangkuk pencuci mulut dengan kubus kecil agar-agar agar-agar, bermacam-macam buah-buahan dan saus manis. Terkadang es krim ditambahkan di atasnya untuk melengkapi makanan penutup.

Sedetail itu Magenta tahu apa yang selalu Radika pesan di sana. Dia sudah bisa menebak bahwa lelaki itu pasti memesan menu ini apabila berkunjung. Dikarenakan sebagian besar isi dari hidangan ini adalah buah-buahan dengan saus yang manis. Ini dalah kesukaan Radika banget.

"Terus sekarang yakin mau ikut buat survei?" tanya Sherina. Permintaan pasar untuk membuka cabang kelima sangatlah besar, setelah berdiskusi dengan Yuki, Sherina memutuskan untuk membuka cabang kelima tersebut tidak jauh dari cabang yang sekarang. Pertimbangannya karena tempat yang akan dijadikan cabang kelima itu dekat sekali dengan universitas sehingga diperkirakan akan membidik keuntungan lebih besar.

"Gue nggak mau hidup kayak buronan gini, kita atur-atur aja lah gimana caranya gue kalau keluar tanpa ketahuan orang yang gue kenal di Bandung."

Magenta menunjukkan hoodie berwarna hitam, topi, masker dan kacamata. Sherina mentertawakan kelakuan Magenta, jelas saja Bandung sedang panas-panasnya tapi bisa-bisanya dia pakai kostum seperti itu di tengah kota. Sangat kontras dengan dirinya yang kini mengenakan kaos tanpa lengan yang dipadupadankan dengan rok sebatas lutut.

Kadang Magenta menilai penampilan Sherina aneh meski terlihat tetap cantik. Setelah bersiap, Magenta keluar dari ruangannya. Beberapa pasang mata melihat Magenta dan Sherina dengan pandangan aneh.

Tempat yang akan dijadikan cabang kelima itu sepenuhnya akan dipegang Magenta. Ada beberapa alasan salah satunya dekat dengan tempat kuliah Kastara. Magenta tidak bisa membocorkan rahasia keberadaannya kepada Kas, dia hanya  rindu dan berharap bisa melihat sang adik dari balik cermin dua arah.

Sebuah rumah tua tepat di pinggir jalan sebelum masuk kawasan universitas ternama di kota Bandung. Posisinya berada di pojokan dan dikelilingi rumput. Jika harganya cocok dan Magenta suka, maka Yuki akan membelinya. Pertimbangan lain, Yuki merasa prihatin karena Magenta tinggal di ruko sempit yang menurutnya tidak layak. Padahal itu lebih dari cukup karena lebih luas dibandingkan kamarnya di rumah.

"Terlalu luas gak sih, Sher?" tanya Magenta.

Rumahnya luas, kusam dan lembap. Lantainya teraso serupa kulit telor puyuh. Daun pintu ganda namun pendek, tingginya hampir sama dengan tinggi Magenta sehingga dia otomatis menunduk ketika masuk rumah.

"Aku suka, ruangan ini nanti bisa dikosongkan saja. Nanti cari meja vintage dan kasih kembang hidup. Lo gak harus pasang cermin dua arah di sini, gak bakalan ketauan sama Dika."

Magenta tertawa, dia merasa sedang milih rumah dengan calon istri.

"Lo denger gak sih?"

"Denger, gue cuma mikir kita kek suami istri yang lagi cari rumah buat tempat tinggal."

Sherina diam. Lalu dia mampu menguasai dirinya, "kalau aja Lo suka cewek, udah gue ajuin proposal buat jadi bini Lo. Sayangnya sekarang gak bisa gue harus langkahi Yuki, dan bersaing sama Radika. Hahahaha."

"Stop deh, becanda Lo gak lucu."

"Digoda gitu aja Lo udah merah. Tenang aja, gue udah punya pacar. Gimana, Lo suka apa enggak, rumahnya?"

Magenta mengangguk, "opsi kedua Ruko yang dekat hotel itu, ya?"

"Iya, cuma lantai dua lebih luas ada dua kamar, dapur dan gudang."

"Ya udah ambil yang ini aja, bisa buat tempat tinggal Yuki kalau balik ke Indonesia. Nanti konsep buat kedai kita bicarakan lagi."

Pemilik rumah tersenyum begitu mendengar keputusan Magenta. Semua urusan diserahkan kepada Sherina dan Magenta memutuskan untuk pulang duluan mengingat banyak hal yang harus dilakukan di Aisukurimu Braga.

Empat bulan hanya di kedai, empat bulan tanpa keluar kecuali depan ruko ketika ada suplai buah-buahan dan bahan baku. Empat bulan melihat Radika dari kejauhan kini dia seperti burung yang dilepaskan dari sangkarnya.

Melihat kota Bandung yang indah. Kota Bandung yang selalu dia lalui saat menemani Radika berkencan dengan pacar pacarnya. Bodoh memang, Magenta seperti masokis yang menahan rasa sakit saat melihat orang yang dia cintai bermesraan dengan pacarnya.

Berbelok ke daerah Braga, Magenta membuka maskernya karena kegerahan. Namun, ada seseorang melihatnya dan meneriakkan nama Magenta.

Panik, Magenta setengah berlari menghindari orang itu. Dia berusaha menerobos kerumunan remaja yang tengah berjalan kaki, beberapa di antaranya ada yang sedang berfoto.

Langkahnya semakin tergesa saat dia melihat perempuan itu mengejarnya. Dia menyebrang jalan tanpa melihat, pengendara motor bahkan mengumpat saat hampir menabrak Magenta.

Dia kembali menerobos kerumunan, bersembunyi di gang antara dua toko. Detak jantungnya berdetak kencang. Sialan, andai saja dia nurut sama Sherina untuk tetap tinggal dan menunggu perempuan itu mengantarnya kembali ke kedai.

Setelah menunggu sekitar beberapa menit, Magenta melihat orang yang dia temui melintasi gang itu dengan tergesa. Ya, perempuan itu Agatha, salah satu orang ingin dia hindari dalam hidupnya.

Magenta keluar dari gang, melihat punggung Agatha menjauh, bahkan melewati Kedai Aisukurimu. Napasnya lebih lega, rasanya seperti beban berat itu hilang begitu saja.

Tidak menunggu lama, dia bergegas sebelum Agatha berbalik dan menangkapnya.

Aisukurimu terlihat ramai, Magenta melihat beberapa karyawannya kerepotan. Dia lantas masuk namun, sebelum pria itu mencapai ruangan di balik kaca itu seseorang menabraknya.

"Kamu!"

"Lo!"


Uncrush [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang