Dua Puluh Tiga: Tumbler, Susu Strawberry dan Kehampaan

126 9 5
                                    

Radika senyum saat Agatha muncul dengan tergesa. Tas selempang yang tersampir di bahu gadis itu beberapa kali merosot. Cara Agatha memperbaikinya terlihat lucu dan menggemaskan.

"Ih, Hon, maaf banget. Robin jelek tuh gak bisa handle kerjaan jadi aku yang ikut repot."

Ponsel dan tumbler lucu diletakkan di meja. Agatha meraih tisu dan mengeringkan keringat yang muncul karena kelelahan.

"Napas dulu, kamu. Padahal gak usah buru-buru juga, aku di sini, gak ke mana-mana."

Tangannya terulur, dia menyeka keringat di kening Agatha.

"Aku loh kangen. Kamu ke Jepang mendadak banget. Gimana Genta?" tanya Agatha.

"Udah baik, dia. Operasinya lancar, pemulihan juga cepat. Sayang banget dia gak mau diajak balik lagi ke Indonesia. Kayaknya dia udah Nemu orang yang tepat di sana." Kalimat terakhir diucapkan dengan suara pelan.

"Bagus, dong. Biar dia gak sensian dan gak ngerecokin hubungan kita. Sedekat apa pun kalian, tetap harus ada jarak dan saling menghargai waktu buat pasangan masing-masing. Bukan malah menguasai," ucapnya santai.

Radika mengerutkan kening, tidak setuju dengan perkataan Agatha. Belum sempat menjawab dan membela diri Agatha kembali bicara.

"Eh, ini oleh-oleh buatku, kan?"

Paper bag yang disimpan di meja kini berpindah tangan. Tanpa izin, gadis itu mengeluarkan isinya. Tumblr dengan warna peach, terdapat beberapa icon lucu pada permukaannya.

"Aku gak sempet beli oleh-oleh, Hon. Lagian di sana juga di kebun, souvernir yang dijual paling bibit buah-buahan, atau gantungan kunci. Ini tumbler aku beli di Dua Tiga sebelum ke sini tadi."

Raut wajahnya sontak berubah, Agatha meletakkan kembali Tumbler lucu itu pada paper bagnya. Menjauhkan dari jangkauannya seolah itu adalah benda menjijikan. Harapannya tidak sesuai kenyataan, padahal setidaknya Agatha berharap dapat barang branded dari Jepang. Ini entah Radika yang tidak peka atau Agatha yang terlalu ngarep.

Momen ini jadinya membuat suasana canggung. Radika buru-buru meraih tangannya.

"Nanti kita traveling bareng, mau ke Jepang atau negara mana yang kamu mau."

Senyum yang sempat sirna kini muncul lagi, dia lantas memeluk Radika dengan suasana hati yang paling baik.

"Kamu ih, baik bangeeeet. Maaf barusan agak kecewa, aku ngarepin kamu bawa apa gitu dari sana. Kebiasaan kalau papa pulang dari LN yang diharepin ya oleh-oleh."

Radika senyum, dia mengusap puncak kepala Agatha. Lalu menciumnya sekilas.

"Aku juga pulang dadakan banget, mana sempat ingat oleh-oleh. Yang aku ingat ya pengen buru-buru ketemu kamu aja."

Radika mengurai pelukannya, lalu meraih paper bag yang sempat diabaikan Agatha.

"Ini bukan oleh-oleh, tapi ini khusus buat kamu. Coba perhatikan di bawahnya ada terukir namamu."

Tumbler itu sengaja Radika pesan khusus untuk Agatha. Perempuan itu melambung jauh ke awan. Dia senyum dan terlihat bahagia. Bahkan dia memamerkan pemberian pacarnya itu di Instagram.

"Tapi, aku minta sesuatu sama kamu. Boleh?"

"Apa pun yang kamu mau, Hon," jawab Agatha tanpa melihat orang yang bicara.

"Tumbler punya Gege tolong balikin."

"Gege?"

"Magenta, Tumbler yang kamu ambil dari pantry."

"Oh, itu. Aku lupa sih di mana sekarang. Emangnya kenapa? Magenta minta dibalikin, ya? Udah di Jepang sana aja masih ingat sama Tumbler, di Jepang sana emang gak ada ya?"

Uncrush [END]Where stories live. Discover now