Chapter 09.

36.4K 3.4K 72
                                    

Lari...

Itulah yang Alera lakukan saat ini. Kedua kaki jenjangnya ia bawa secepat mungkin untuk menghindari  prajurit kerajaan tersebut. Namun Alera yang berlari sembari membawa Enzi di pelukannya itu berhasil membuat para prajurit mengimbangi langkah Alera.

Pupil mata milik Alera melebar ketika Sebuah bola api melesat secara tiba-tiba dan hampir mengenai kakinya sehingga menghasilkan ledakan yang berhasil membuat perempuan itu sedikit terpental dan terjatuh namun Alera mempererat pelukannya pada Enzi agar anaknya baik-baik saja.

Alera jatuh terduduk seraya memegangi kakinya yang terasa berdenyut. "Apa itu tadi? Banaspati?" Ia menoleh ke belakang. Prajurit masih terus berlari mendekat ke arahnya. Tetapi ada satu hal yang membuat Alera benar-benar terkejut. Ia melihat di tangan seorang prajurit sedang mengeluarkan bola api yang tampaknya siap untuk menghantamnya.

Tidak ingin terlalu lama terpaku, Alera segera bangkit, mengabaikan rasa sakit dan rasa terkejut yang menderanya. Jujur saja semuanya benar-benar di luar nalarnya sebagai manusia modern. Sihir? Ilmu hitam? Atau apalah itu, Alera tidak peduli, yang pasti ia harus membawa anaknya untuk segera kabur.

Saat di tengah pelariannya, Tiba-tiba sebuah tangan menarik mereka masuk ke dalam semak-semak membuat Alera spontan ingin berteriak, namun segera digagalkan dengan bekapan pada bibirnya.

"Stt... Diam, ini aku," bisik sebuah suara berat yang cukup Alera kenali.

"Lendra!" batin Alera berseru.

Merasa istrinya sudah cukup tenang, Lendra melepaskan bekapan tersebut kemudian sedikit mengintip. Tempatnya saat ini sangat aman karena ditutupi oleh semak-semak dan sebuah pohon sehingga sangat sulit ditebak keberadaannya.

Beberapa suara tapak kaki kuda terdengar perlahan menjauh dari mereka membuat Alera segera bernapas lega. Ia mengangkat sedikit kepala anaknya karena merasa Enzi hanya diam sedari tadi. Alera panik saat ia mendapati sang anak sedang tidak sadarkan diri.

"Lendra, Enzi sepertinya pingsan." panik Alera.

"Sudah-sudah. Tenanglah, anak kita cuma pingsan, nanti sore pasti ia akan kembali sadar," ucap Lendra lembut. Pria itu bangkit dilanjutkan dengan membantu istrinya untuk turut berdiri. "Sekarang ayo kita pulang," lanjutnya.

~o0o~

Dengan sangat hati-hati Alera merebahkan tubuh sang anak di atas kasur. Sebelum beranjak ia mengecup pelan dahi si kecil seraya bergumam. "Cepat sadar, Sayang."

Hal tersebut tak luput dari perhatian Lendra. Hatinya berdesir hebat melihat apa yang istrinya lakukan kepada sang anak. Dapat ia rasakan jika itu semua adalah sebuah ketulusan tanpa kepura-puraan sama sekali.

"Lendra, ayo kita ke depan, aku ingin menanyakan sesuatu," ajak Alera dengan cara berjalan yang pincang lantaran kakinya masih terasa berdenyut.

Lendra tak membalas. Ia hanya memperhatikan sang istri yang terus berjalan. Merasa tak enak, secara tiba-tiba Lendra menggendong Alera sehingga membuat perempuan itu terpekik kaget.

"Lendra! Jangan sering melakukan hal seperti itu secara tiba-tiba. Aku jadi kaget," omel Alera masih di dalam gendongan sang suami.

Lendra tertawa ringan namun tak ayal ia tetap meminta maaf. "Maaf, aku tidak tahan melihanmu berjalan terpincang-pincang seperti itu," ujarnya seraya mengecup singkat bibir Alera sehingga membuat wajah sang empu bersemu merah.

Saat tiba di depan kamar, dengan hati-hati pria berusia tiga puluh tahun itu menurunkan sang istri di salah satu kursi dilanjutkan dengan dia yang turut mendudukkan diri.

"Lendra, seperti yang aku katakan tadi, aku ingin menanyakan sesuatu," ucap Alera mengubah raut wajahnya menjadi serius.

Lendra menghela napas pelan, sebenarnya ia tak ingin Alera memikirkan semua ini, namun apa boleh buat? "Ya, tanyakan saja," balasnya.

"Baiklah, aku tidak ingin terlalu berbasa-basi. Jadi tadi kamu tahu tentang prajurit yang mengejar kami?"

"Tahu, dan prajurit itu diperintahkan oleh Kaisar untuk menemukan seseorang yang menjadi musuhnya."

"Tapi, kenapa mereka mengejarku? Padahal aku tidak pernah bermusuhan dengan keluarga kerajaan," tanya Alera seraya mengetuk-ngetuk meja makan yang menjadi pembatas mereka.

"Entahlah, aku juga tidak tahu," balas Lendra pelan.

"Hmm, baiklah. Selanjutnya bagaimana kamu bisa menyelamatkanku? Maksudku, kenapa kamu bisa ada di sana?" tanya Alera lagi.

"Karena aku merindukanmu," jawab Lendra singkat.

"Jangan bercanda. Aku sedang serius!"

"Apakah aku terlihat seperti sedang bercanda? Aku telah berkata jujur. Karena kamu yang terlalu lama keluar membuat aku merasa rindu, jadi aku memutuskan untuk mencarimu."

Mendengar itu, seketika wajah Alera kembali terasa panas dan memerah. Ah, Alera Aleondra beruntung sekali dicintai oleh pria seperti Lendra.

"Oh iya, ada satu lagi yang ingin aku tanyakan. Kenapa... Tadi aku melihat orang bisa mengendalikan api? Apakah itu sihir?" tanya Alera seraya mengingat bola api di tangan seorang prajurit yang mengejarnya tadi.

"Hm, itu sihir. Lebih tepatnya sihir bertipe elemen api," jelas Lendra.

"Apa?! Elemen?" Alera berteriak tanpa sadar karena merasa sangat terkejut. Itu artinya, saat ini dirinya sedang berada di sebuah dunia sihir atau dunia fantasi. Bukan kerajaan zaman dulu!

TBC.

Nambah tagar deh. Jujur aja, alur ceritanya masih di pikiran, sesuai dengan yang ada pas nulis aja wkwkkw

Farmer's Wife (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang