chapter 50 : chaos

9.2K 403 162
                                    

(n) jangan lewatkan detail kecil di setiap chapter, atau kamu gak akan paham sama alurnya.

(n) jangan lewatkan detail kecil di setiap chapter, atau kamu gak akan paham sama alurnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Life's full of surprises."

༺❀༻

SUARA tawa menggema di malam yang sunyi karena lelucon lucu dari Asael. Meskipun sudah larut malam, pukul 22:00 WIB, anggota inti Salvador masih setia berjaga di luar rumah Berlin. Mereka memilih untuk tidak masuk ke dalam atas peringatan dari Milan, tetapi Berlin keluar membawa cemilan dan minuman untuk menikmati waktu bersama, sambil berbincang tentang hal-hal yang acak.

Raden menoleh ke arah Berlin. "Rabu nanti ikut relawan gak, Lin?" tanyanya.

"Belum tahu deh," jawab Berlin.

Kenji menoleh. "Tapi udah daftar?"

Berlin menggeleng kecil.

"Bos juga belum daftar, kalau lo daftar palingan ikutan juga," kata Nevan.

"Nevan ikut?" tanya Berlin.

"Nggak, gue mau hibernasi aja di rumah," jawab Nevan.

"Gak mungkin kepilih, Lin, kalau saingannya ada lo, Alaric, sama Bos!" tambah Kareel.

Berlin tertawa pelan, sementara Nevan mendengus, membuang wajahnya dengan ekspresi kesal sebelum mengunyah cemilan. Berlin memalingkan pandangannya, tanpa sengaja menemukan Alaric yang sejak tadi terdiam. Biasanya Alaric memang cenderung pendiam, tapi kali ini suasana terasa berbeda.

"Al, kenapa?" Berlin bertanya pada Alaric, memecah hening yang menyelimuti inti Salvador yang lain, membuat mereka menoleh padanya dengan perhatian.

Alaric mengernyitkan kening, merasa sedikit terkejut dengan pertanyaan tersebut. "Kenapa apanya, Lin?" tanyanya.

Berlin mengamati Alaric dengan cermat, memperhatikan ekspresi wajahnya yang tampak lesu. "Lo kelihatan gak sehat, kalau iya, lo boleh pulang istirahat kok," ucapnya lembut.

"Aman, Lin, nanti gue balik kalau Milan datang," ucap Alaric.

"Lo yakin?" tanya Berlin cemas.

Alaric mengangguk kaku. Asael menyipitkan mata ke arahnya, mencermati ekspresi Alaric dengan tatapan intimidasi. "Gak biasanya lo sekaku itu, Al. Jangan bilang lo nahan BAB?" goda Asael sambil mengangkat sebelah alisnya.

"Ngaco!" balas Alaric dengan cepat, wajahnya sedikit memerah.

Kenji, yang duduk di sebelahnya, mulai menyadari sesuatu yang aneh. "Terus kenapa telinga lo merah?" tanya Kenji dengan penuh keheranan, menyorot perubahan warna pada telinga Alaric yang tidak biasa.

MILAN [TELAH TERBIT]Where stories live. Discover now