Malam Pertama

210 10 1
                                    

Alih-alih mendapatkan jawaban atas rasa penasarannya, Cahya justru merasakan sebuah pelukan dari arah belakang yang perlahan menjerat pinggang rampingnya untuk ditarik mendesak kepada tubuh Enggal. 

Pria itu merengkuh tubuh Cahya ke dalam dekapan mesra lagi menggoda, yang sontak membuat istri mudanya itu menggigil gugup sebadan-badan.

"Mas?" Cahya melirih resah. 

"Kamu belum melakukan tugasmu sama sekali, kan, Cahya? Bagaimana kalau malam ini kamu memulainya?"

Makin gemeteran rasanya lutut Cahya mendengarkan bisikan seduktif dari suara manly itu menusuk pendengarannya. 

Ia tak tahu harus melakukan apa selain mengangguk, karena itu memang sudah menjadi kewajiban sekaligus haknya sebagai seorang stri.

Satu kecupan sayang Enggal mendarat lembut di pipi kirinya tanpa peringatan. Membuat Cahaya sempat berkidik geli sekali lagi merasakan sensasi baru nun asing yang menyambangi wajah mulusnya itu. 

Apalagi, kumis tipis Enggal serasa mencucuk-cucuk kulitnya. Praktislah, Cahya kian merinding lantaran kengeriannya kini bercampur perasaan geli.

"Nanti setelah makan malam, kamu datang ke sini." Sebentar saja, Enggal sudah kembali melepaskan dekapannya dan berjalan menjauh meninggalkan Cahya.

Akan tetapi, Cahya segera teringat kalau hari ini bukan Minggu, melainkan Kamis. Harusnya sekarang bukan gilirannya tetapi istri yang lain. 

"Maaf, Mas?"

Panggilan wanita bergaun pendek selutut itu spontan menjadi rem cakram bagi langkah Enggal yang seketika terhenti dan kembali menoleh padanya. 

"Ada apa, Cahya?"

"Itu ... harusnya malam ini bukan giliran saya, kan?" Cahya mengingatkan dengan suara yang masih bergetar gugup.

Senyum hangat Enggal bahkan tak mampu menepiskan kikuk dan rasa tidak nyaman Cahya sekali pun suaminya itu tidak pernah memarahinya.  

"Kita akan atur jadwal baru lagi nanti. Karena Siska sudah tidak ada. Artinya, istriku hanya tersisa enam."

Ya, hanya tersisa enam, katanya. Seolah begitu mudah baginya mengeleminasi Siska begitu saja. Sampai-sampai tak butuh waktu dua pekan untuk meresmikan jadwal baru bagi para istri untuk digilir. 

"Kamu keberatan?"

Cahya menggeleng beberapa kali dan membiarkan sang suami melangkah turun duluan lalu mengikuti.

Selanjutnya di lantai dua, Cahya berbelok ke kamarnya dan tak lagi mengikuti suaminya sampai turun ke bawah. 

Karena sudah mendapatkan kode, dia harus bersiap untuk pelayanan perdananya malam ini, dan tak ingin membuat kesalahan ataupun mengecewakan sang suami.

Mandi lulur pun Cahya lakukan. Mencukur bulu-bulu berlebih di area tertentu juga dia jabanin, semua demi memberikan pengalaman pertama yang terbaik bagi sang suami.

Meskipun Cahya masih tidak mengerti perasaan apa sebenarnya yang dia rasakan kepada laki-laki berstatus suaminya itu, tetap saja, Cahya gugup bukan kepalang.

Kalau dibilang cinta, apakah rasa cinta juga bisa memberikan efek samping berupa perasaan ngeri dan takut sebagaimana yang ia rasakan kepada suaminya sekarang?

Cahya menggeleng tak ingin terlalu risau memikirkannya. 

Dia harap, setelah malam ini segala resah dan kegalauannya akan segera berakhir. 

Istri-Istri yang DikorbankanUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum