15. Baik-Buruk di Mata Cinta

Začít od začátku
                                    

"Aku kasih contoh kecil, saat kamu jatuh cinta sama seseorang, penilaian baik burukmu yang berkaitan dengan dia akan bias. Kamu akan buta sebab cinta, kalau kamu belum buta, berarti kamu belum cinta. Qais nggak menganggap tindakannya mengejar anjing Layla di depan jamaah salat adalah tindakan buruk, kenapa? Karena cinta. Sama dengan Tuhan, saat kamu cinta sama Tuhan, nggak akan lagi berlaku penilaian baik dan burukmu itu. Di matamu semua akan sama aja, nggak akan ada protes lagi. Saat kamu jatuh cinta sama Tuhan, semua yang datang dari Dia, kamu akan menerimanya secara utuh, nggak peduli itu  suka atau duka. Kenapa? Karena itu dari Dia yang kamu cinta, dari Dia."

Panas menyeruak di pelupuk mata Gati, mendesak beberapa bulir air hingga membasahi pipi.

"Aku bisa bilang, mereka yang bunuh diri bukannya jauh dari Tuhan, tapi belum jatuh cinta dengan Tuhan."

"Kalau kamu ... udah jatuh cinta dengan Tuhan, Ja?" lirih Gati.

"Aku masih awam, Gat. Aku masih belajar. Satu yang jelas, aku ... udah jatuh cinta sama kamu."

Ponsel di tangan Gati meluncur bebas bersamaan dengan diputusnya sambungan begitu saja oleh Janggan. Dua kali mengerjapkan mata setelah terpaku untuk beberapa saat, berusaha mencerna apa yang baru saja didengarnya. Lima detik kemudian, kekehan kecil lolos beserta umpatan pelan, "Jancuk kon, Ja! Confess lewat hp."

-o0o-

"Kalian berdua ini gila opo ya? Gale masuk rumah sakit kok ndak ada yang ngabarin. Misal Mbok Sar ndak keceplosan ngomong semalem, apa kalian mau diam terus, hah?" Sudahlah, tak ada yang bisa membendung amarah Rukmi kali ini. Pagi-pagi sekali, begitu kembali dari Solo ia dan sang suami langsung bertolak ke rumah sakit.

Untung saja Gati sudah tiba, bayangkan jika tidak, pasti Gale akan menanggung akibatnya sendiri pagi ini. Ya, meskipun Gati akan menanggung yang lebih berat karena dianggap tak peduli pada sang kakak yang tengah sakit.

"Kalian harusnya segera kabarin Romo sama Ibuk biar kita bisa langsung pulang," sambung Wira dengan intonasi yang lebih bersahabat.

"Ngapunten, Romo. Gale yang melarang buat kasih tahu. Lagian cuma kecapek'an, Gale rasa bukan sesuatu yang urgen sampai Ibuk sama Romo harus langsung pulang." Hati-hati Gale berusaha menjelaskan. 

"Tetap saja kalian ini salah. Kamu juga, Gati. Gimana kalau Masmu kenapa-napa? Masmu ini kan ...."

"Buk!" potong Gale cepat. Tak akan lagi ia membiarkan Gati lebih dipersalahkan sebab dirinya. "Sudah!"

Sementara itu, sejak tadi Gati hanya diam, menunduk dalam dengan tangan terkepal kuat di samping tubuh. Dari tadi ia mati-matian menahan bibirnya agar tak terbuka. Alih-alih menyuarakannya, Gati memilih merapal dalam hati, "Sabar, Gati, sabar."

Rukmi tentu saja langsung diam, ingat bahwa hubungannya dengan sang putri merenggang beberapa hari terakhir. Jika ia meneruskannya, ia yakin akan semakin berantakan.

"Kalian sudah makan?" tanya Wira, mengalihkan pembicaraan.

Gale mengangguk, sedang Gati sebaliknya.

"Mau cari makan sama Romo?"

Tahu pertanyaan itu ditujukan untuknya, Gati mengangkat kepala. Dengan tampang datar ia menjawab, "Gati mau pulang aja, nanti makan di rumah. Lagian Gati ada jadwal di kampus."

Wira mengembuskan napas panjang. "Sama Janggan, kan? Biar Romo telepon Janggan buat jemput kamu. Tadi mobil Romo langsung dibawa Pak Kasman ke tempat car wash soalnya."

Janggan memang sudah pulang subuh tadi, ingat ada tugas yang belum ia selesaikan dengan tenggat zuhur nanti.

"Gati bukan anak kecil, Romo. Kurangin ngerepotin Janggan," balas Gati.

Re-DefineKde žijí příběhy. Začni objevovat