08. MERASA BERSALAH 🦣

ابدأ من البداية
                                    

"Ayah..!!" Teriak Gema yang masih menggendong Awan di punggungnya.

Sang ayah yang masih berada di dalam mobil sedikit terkejut mendengar teriakan Gema yang menyiratkan kepanikan.

"Ayah, tolong adik tadi dia bermain kucing" ucap Gema berusaha berbicara sejelas mungkin walau sudah terisak-isak.

Tubuh Abi yang sudah sangat lelah tak ia hiraukan, fokusnya hanya kepada putra bungsunya yang sudah hampir kehilangan kesadaran. Ia langsung raih tubuh Awan untuk secepatnya ia bawa ke dalam kamar. Dengan sedikit panik, Abi langsung meminumkan obat alergi dan memasangkan oksigen portable untuk mengatasi nafas putranya yang masih terlihat sesak.

Bila yang tadi tertidur pun langsung terbangun saat mendengar kericuhan di dekatnya, mengabaikan tubuhnya yang masih lemah akibat demam, ia pun membantu suaminya saat sadar akan situasi yang terjadi.

"Nafasnya sudah mulai membaik, biar aku saja yang menjaga Awan di sini. Karena sepertinya ada si kecil lain yang harus Mas Abi tenangkan" ucap pelan Bila kepada suaminya.

Abi pun langsung melihat arah pandang istrinya yang menuju ke luar kamar. Terlihat putra sulungnya sedang mengintip dari arah luar, ia tidak ingin masuk karena merasa bersalah tidak menjaga adiknya dengan baik.

"Ya sudah, aku temani si jagoanku dulu. Kamu istirahatlah bersama Awan, nanti aku kembali lagi" balas Abi sambil mencium kening istri dan putranya, setelahnya ia langsung keluar untuk menghampiri kesayangannya yang lain.

"Hei jagoan, kenapa menangis di sini, hm?" Sapa Abi sembari menggendong tubuh kecil Gema yang saat ini sudah berusia tujuh tahun.

Ia bawa putranya ke teras belakang, suasana sejuk nan tenang sepertinya tepat untuk saling berbicara.

"Ayah, Abang minta maaf ya" akhirnya si sulung bapak Abisatya ini mulai berbicara setelah beberapa menit berada di pangkuan sang ayah yang sedang duduk di kursi teras.

"Kenapa jagoan Ayah meminta maaf, memangnya Abang salah apa?" Abi menangkup wajah putranya yang masih basah akan air mata.

"Abang tidak bisa menjaga adik dengan baik, sampai adik sakit seperti tadi" bibir mungil Gema mulai melengkung ke bawah pertanda anak itu ingin kembali menangis.

"Memangnya tadi Abang sedang apa hingga adik bermain sendiri?" Tanya lembut Abi sembari mengusap air mata sang putra.

"Mengerjakan tugas dari sekolah, Abang bilang untuk adik menunggu, tapi sepertinya Abang terlalu lama mengerjakan tugasnya jadi adik tidak sabar dan bermain sendiri. Maaf Ayah, Abang lalai" jawab Gema menatap sendu ke arah Abi.

Abi tersenyum simpul mendengar penjelasan putra sulungnya, entah kenapa hatinya menghangat karenanya. Sang putra sudah mulai menjaga tanggung jawabnya sebagai seorang kakak, bahkan putranya susah dapat merasa bersalah karena tidak melakukan tanggung jawab dengan benar. Putranya sudah mulai dewasa.

"Abang tidak salah, hanya saja mungkin adik belum bisa mengerti kata menunggu. Abang tahu sendiri, jika adik tidak bisa diam walau hanya sebentar. Abang sudah sangat baik menjaga adik, apa yang terjadi tadi bukan kesalahan Abang" jelas Abi dengan penuh kelembutan berharap anaknya mengerti dan tidak menyalahkan dirinya sendiri lagi.

"Kalau begitu Abang berjanji akan lebih baik lagi menjaga adik, Abang tidak akan biarkan kucing manapun dekati adik lagi" seru Gema yang sudah mulai melupakan kesedihannya.

CASUARINAحيث تعيش القصص. اكتشف الآن