R! - Bagian 7

66 5 0
                                    

Kieara membelai rambut Rasha lembut. Gadis kecil itu tertidur di pangkuannya.

Kegiatan menunggu kakaknya untuk makan malam bersama memang kegiatan yang paling dia benci.

Tapi gadis itu memilih untuk makan malam berdua dengan Kieara.

"Assalamualaikum..." Rei merenggangkan dasinya lalu masuk dengan wajah kuyu.

"Anak anak udah pada tidur?" Tanyanya kemudian. Kieara menganggukan kepalanya sambil menunjuk Rasha dengan gerakan matanya.

Rei mendekat. Mengguncang tubuh Rasha pelan lalu berbisik di telinganya.

"Pindah yuk ke kamar, Baki biar pulang. Kamu mau study tour kan besok?" Bisiknya pelan.

Rasha terduduk dengan mata tertutup lalu berjalan pelan menuju kamarnya.

"Kamu temani saya makan malam dulu ya, nggak biasa saya harus makan malam sendiri."

Kieara membuka tudung saji yang menutup makanan di meja makan.

"Mereka nyusahin kamu seharian ini?" Rei mendekat. Melongok menatap meja makan.

"Engga,"

Rei duduk di salah satu kursi lalu menyendokkan nasi dan capcay ke piringnya dengan semangat.

"Ini capcay seafood dan rolade ayam pertama saya yang dibuatkan perempuan selain mama."

Kieara menatap majikannya dengan pandangan bertanya. Keingintahuannya tentang kedua orang tua Rei yang tidak pernah terlihat memuncak lagi.

"Mama meninggal dua tahun yang lalu, saat melahirkan Riyu. Saya sempet kesel waktu tau mama hamil lagi, tapi daripada dosa saya bisa apa hahaa..."

Tawa sumbang Rei memenuhi suasana sepi di ruang makan itu. Kieara menarik bibirnya, ikut tersenyum.

"Kamu satu satunya perempuan yang menatap saya tanpa tatapan iba,"

"Hidup Mas Rei nggak jauh sama saya. Kadang keibaan seseorang malah pengen saya mau marah dan nangis di saat bersamaan."

Kieara benar. Perhatian keluarga jauhnya beberapa saat setelah ibunya diberi perawatan khusus malah membuatnya kesal.

"Kamu benar..." Rei terdiam lama. Tangannya menyendokkan nasi tapi menggantung di tengah jalan.

"Disuap mas makanannya, nanti diambil setan loh," Kieara mengingatkan membuat Rei tersenyum geli.

"Kamu bisa aja,"

Lima belas menit selanjutnya berlanjut dalam diam.

"Mas Rei... Saya boleh minta tolong?"

Rei menganggukan kepalanya tanpa menoleh.

"Saya mau... saya mau..."

"Mau apa Kie? Minta dinikahkan sama saya?" Tanya Rei sambil tersenyum menggoda.

Kieara menggembungkan pipinya kesal, "Mas saya lagi mau serius..."

"Oke oke lanjutin..."

Astaga... Lanjutin ngga ya? Duhhh

"Ngg... nggak jadi mas," Kieara menatap Rei dengan tampang bersalahnya. Pria itu meletakkan sendoknya lalu menghembuskan nafas panjang.

"Kieara, kamu udah bikin saya kepo dan tiba tiba kamu bilang nggak jadi? Nggak sopan. Bener bener nggak sopan,"

Kieara meringis, tangannya menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Maaf..."

"Maaf aja nggak cukup buat ngapus rasa kesal saya ke kamu ya, Kie."

"Saya harus apa dong?"

Rei menyeritkan keningnya. Sambil terus menyuapkan makanannya, pria itu terdiam.

"Mas berkerut..."

Rei menoleh kaget lalu tersenyum miring. "Jangan berkerut, nanti cepet tua. Itu kayak kata kata saya kemaren, ya?"

Kieara mengangkat ujung bibirnya. Ini percakapan terpanjang dan pertamanya dengan Rei tanpa diselingi celotehan adik-adiknya.

"Walaupun besok nggak ada anak anak, kamu harus tetep ke sini ya, Kie."

"Iya..."

"Kalo begitu, hukuman saya kasih tau besok. Yuk, sekarang udah malem. Saya anter kamu pulang."

Rei mengambil kunci mobilnya. Diikuti Kieara yang melangkah dalam diam menuju parkiran.

Satu jam kemudian, mereka sampai di depan rumah kontrakan Kieara.

"Besok jam tujuh kamu saya jemput, siapin baju yang nyaman. Besok dan lusa bakal jadi hari yang panjang,"

"Satu lagi, Kie.."

"Hm?"

"Terima kasih atas percakapan panjang kita yang pertama. Saya menikmatinya,"

Kieara menggeleng gelengkan kepalanya melihat kelakuan bosnya. Setelah mengatakan kata kata tadi, Rei langsung tancap gas, meninggalkan Kieara yang tersenyum canggung.

-----------------------------------------------------------------

Parammpaa...parammpaa...

Kieara membuka matanya perlahan. Melemparkan selimut yang menutupi tubuhnya, lalu meraih ponsel di atas nakas.

0854321899xxx

"Hm?"

"Kieara. Saya berubah pikiran. Kamu bisa keluar sekarang? Saya dan Rasha ada di depan rumah kamu,"

"Oh..." Kieara menganggukan kepalanya lalu kembali memejamkan mata.

Tok...tok...tok...

"BAKI!! BUKA PINTU DONG! AKU TELAT STUDY TOUR NIH!"

Kieara membuka matanya lagi. Dia seperti mendengar teriakan Rasha di pintu depan.

Secepat kilat gadis itu mengikat rambutnya asal lalu berlari menuju pintu dan melihat Rei berdiri di sebelah Rasha dengan tas besar di pundaknya.

"Baki! Mandi cepetan. Aku nanti telat study tour," Rasha mendorong tubuh Kieara dengan cepat.

"Eh ini apa?..aduh, Sha.. Mba kan..."

"Cepetan mandiiiiii!!!"

"Iya iyaa,"

Kieara berlari menuju kamarnya. Dengan kecepatan cahaya Kieara mandi dan mengganti kaos bergambar spiderman lusuhnya dengan sweater bertuliskan NYC! dan jogger pants abu abu.

"Emangnya mba harus ikut kamu study tour, Sha?" Tanya Kieara. Dilihatnya Rasha sedang meminum sesuatu dari dalam tempat minumnya.

"Engga sih. Nanti aja mas Rei yang kasih tau mba mau dibawa kemana. Mba udah bawa baju?"

"Loh mba harus bawa baju juga?"

"Siapin satu atau dua pasang baju aja, Kie. Saya dan Rasha tunggu di mobil ya,"
Rei berjalan keluar sambil menggandeng Rasha.

Kieara melangkahkan kakinya menuju kamar. Mengambil tas jansport hitamnya dan mengisinya dengan sweater biru dan celana jins putih lalu berjalan keluar.

X-Trail hitam yang sudah terparkir tepat di depan pagar rumahnya membunyikan klaksonnya.

Kieara memutar kunci lalu membuka pintu belakang mobil.

"Sabuk pengaman, Sha." Rei mengingatkan.

Rasha menarik sabuk pengamannya lalu menyalakan radio.

"Kita mau kemana?" Tanya Kieara.

"Liburan."

-----------------------------------------------------------------

R!Where stories live. Discover now