22: Siapa?

3 1 0
                                    

Pada saat itu, aku sangat yakin rasa dingin di kulitku bukan berasal dari air sungai yang mengalir di bawah kakiku.

Aku masih ingat rasa takut yang kurasakan di sungai waktu itu. Seharusnya aku tidak menyangkal rasa takut itu. Rasa takut hingga merinding yang mebuat bulu-bulu di tanganku berdiri.

Leta yang ada di depanku seperti bukan Leta yang kukenal. Dia bukan Leta yang selama ini bermain denganku. Aku tidak tahu, tapi rasanya aku ingin berlari sekarang.

"Noa mau ke mana?"

Aku tersentak. Apakah Leta bisa membaca pikiran sekarang?

"Kita akan melanjutkan perjalanan, kan?" tanya Leta.

Aku ragu, bingung ingin menjawab apa. Dia temanku, tapi aku takut. Sebelum aku sadar, kepalaku sudah menggeleng. Di depanku, Leta tampak kecewa dengan jawabanku.

"Tapi kita kan ingin mengejar bebek yang waktu itu Noa lihat," bujuknya.

"S--sepertinya sudah akan sore. Ibu akan mencariku kalau aku tidak segera pulang. Haha."

Aku tertawa gugup, berusaha terlihat biasa saja. Walau begitu, kenapa juga aku tertawa? Tidak ada yang lucu.

"Noa tidak ingin bermain denganku?"

*****


"Noa!"

Ha?!

Aku tersentak bangun, dengan wajah Ibu yang penuh kekhawatiran berada dekat di depanku. Badanku lemas dan sakit. Panas sekali rasanya.

"Ibu ..."

Oh Tuhan, suaraku terdengar sangat mengerikan. Bisikan yang bahkan masih dihiasi serak.

"Kenapa, Noa? Ada yang sakit?"

"K--epala Noa sakit, Ibu. Suruh mereka berhenti. Jangan pukul kepala Noa," aduku pada Ibu. Jahat sekali orang yang memukul kepala anak kecil sepertiku. Kata Ibu, kan, kita harus baik kepada semua orang.

"Sssst ... jangan menangis. Ada Ibu ya, sayang. Noa sudah aman sekarang. Sebentar lagi sakitnya hilang."

Lembut tangan Ibu kurasakan saat Ibu menghaous air mata dari mataku. Rasanya seperti sudah lama sekali aku tidak merasakan halusnya tangan Ibu. Aku rindu.

Namun Ibu curang. Ibu menyuruhku tidak menangis, tapi bahkan air matanya sejak tadi sudah menetes sangat banyak. Jika saja aku punya tenaga untuk menghapusnya.

"Ibu, Noa mengantuk," ucapku sambil berpamitan. Mataku terasa memberat tiba-tiba.

Ibu mengangguk pelan. Sangat pelan.

Di tengah pandanganku yang semakin buram dan suara Ibu yang semakin pelan, aku masih mendengar dengan jelas perkataan Ibu padaku.

"Jangan pernah ke sana lagi ya, Noa. Jangan pernah masuk ke danau itu lagi. Jangan pernah bertemu dengannya lagi"

Masuk ke danau? Aku tidak pernah masuk ke dalam danau, kan?

Lalu, siapa dia?

.
.
.

[TBC]

DWC NPC 2024 Day 23: Done

[23/02/2024 - 19.33]
[372]

Shell

Are We There Yet?Onde histórias criam vida. Descubra agora