10: Rasa Mengganjal di Hati

6 3 3
                                    

Sampai aku kehabisan air pun, perjalanan ini tampak tidak ada ujungnya. Leta tampak berjalan dengan tenang saja di sampingku. Apa dia tidak lelah? Atau sekadar haus?

"Leta, apakah ini masih jauh?" tanyaku dengan lelah.

"Kita berjalan saja, Noa. Nanti juga pasti akan sampai," jawab Leta dengan tenang. Bahkan tidak ada tanda-tanda Leta akan memelankan langkahnya.

"Aku haus, Leta. Air minumku juga sudah habis dari tadi."

Leta akhirnya berhenti dan menengok ke arahku. "Noa bisa minum air punyaku jika mau."

Dengan ringan, Leta memberikan botol airnya padaku. Iri sekali, botol airnya bahkan masih terisi penuh. Bagaimana bisa?

"Bukankah kita tadi sempat makan? Kenapa airmu masih banyak?" tanyaku penasaran. Tak menolak juga  aku langsung meminum air yang ditawarkan Leta.

"Bukankah kita harus berhemat? Kita tidak tahu sampai kapan harus berjalan, jadi begitulah," jawab Leta sambil menerima kembali botol yang kukembalikan.

Benar juga. Kalau sudah begini, aku hanya akan merepotkan Leta.

"Aku juga sempat mengisi ulang botolku."

"Mengisi ulang? Di mana?"

"Di air terjun tadi. Airnya bersih fan jernih, seharusnya tidak masalah kan?"

Leta melanjutkan jalannya yang tadi sempat terhenti. Aku memandangnya heran. Memangnya kapan dia mengeluarkan botol saat fi air terjun? Dan juga, bagaimana ia begitu yakin jika air itu aman?

.
.
.

[TBC]

DWC NPC 2024 Day 10: Done

[10/02/2024 - 21.42]
[200]

Shell

Are We There Yet?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang