Ch - 15

1.3K 141 17
                                    

Ryuu suka baca komen kalian, jadi kalau semisal suka kalian banyakin komennya ya. Oh, dan jangan lupa juga vote cerita ini dan follow juga akun Ryuu ya.

What Kind of Future

Happy Reading

...


"Mas gimana? Uji nggak apa-apa kan?" Veno yang barusan memeriksa keadaan Ryu mengangguk kecil.

"Untuk keseluruhan Uji nggak apa-apa. Mas tadi tanya dia nangis kenapa, dan kata Uji dia habis mimpi buruk." Jawab Veno seadanya. Erza menghela napas dan langsung duduk di kursi tunggu dengan wajah lega.

"Ah.. Ternyata mimpi buruk ya?" Batinnya.

Hampir saja Erza mengalami serangan panik saat melihat keadaan Ryu yang tadi itu. Ia benar-benar takut jika keadaan anak itu memburuk. Dirinya kan belum membawa Ryu ke galeri atau ke makam Joshua, jadi Erza tak ingin Ryu kenapa-kenapa sebelum bertemu dengan saudara sepupunya.

"Walaupun keadaan Uji tidak sepenuhnya baik, Mas seneng liat dia punya temen buat khawatirin dia. Sebelumnya apa-apa Uji harus sendirian, tapi sekarang dia punya temen kayak kalian. Dia pasti seneng.." Ucap Veno sembari menepuk bahu Erza. Setelahnya Veno pamit pergi karena katanya masih ada pasien, dan Erza pun hanya mengangguk mengiyakan.

Sepeninggal Veno, Erza bangkit dari duduknya. Pemuda itu memperhatikan sosok Ryu dari kaca kecil yang ada di pintu kamar. Disana terlihat Ryuu yang sedang terbaring dengan wajah yang menoleh melihat kearah jendela. Tangan Erza sudah menyentuh knop pintu, namun ia mengurungkan niat untuk masuk ke dalam. Langkahnya malah membawa Erza pergi meninggalkan ruang rawat Ryu. Ia masih merasa tak enak untuk bertemu dengan Ryu karena ia merasa dirinya cukup bersalah untuk keadaan ini omong-omong.

"Loh Za, mau kemana? Kita baru aja nyampe loh, katanya Uji udah sadar?" Tanya Dikey. Dirinya dan Langit memang baru sampai, namun keduanya malah bertemu Erza yang terlihat akan pergi.

"Gue ada urusan Dik. Oh ya, makanan udah gue beli dan ada di dalem, Uji juga udah sadar dan udah diperiksa Mas Veno. Kalian bisa masuk." Ucap Erza mempersilahkan keduanya.

Setelah itu Erza pun berlalu tanpa berkata lagi. Baik Dikey maupun Langit hanya menatap heran punggung Erza yang perlahan menjauh.

"Padahal tadi si Eza buru-buruin kita. Tapi giliran kitanya dateng kok dia malah pergi?" Tanya Dikey heran.

Langit mengedikkan bahunya. "Mungkin emang lagi ada urusan kali.." Ujar Langit.

Dikey menoleh pada Langit sebentar. Dirinya kurang puas dengan jawaban yang Langit berikan, tapi kemudian anak itu ikut mengedikkan bahu dan berbalik melangkahkan kakinya menuju ke ruang rawat sahabatnya Uji.

. . .

Begitu keluar dari area rumah sakit, Erza menghentikan taksi dan langsung masuk begitu saja.

Tujuan Erza tak lain dan tak bukan adalah tempat peristirahatan terakhir saudaranya Joshua. Walaupun tempatnya jauh dan membutuhkan waktu sekitar 2 jam untuk sampai, Erza sama sekali tak peduli dan tetap ingin kesana.

Setelah 2 jam perjalanan, akhirnya Erza sampai di pemakaman umum tempat Joshua dikebumikan tepat pukul 5 sore. Dirinya meminta sopir taksi untuk menunggunya di tempat parkir khusus, dan ia juga berjanji pada sopir taksi itu jika dirinya tak akan lama. Beruntung si Sopir bersedia menunggu Erza, jadi Erza bisa bernafas lega dan tak perlu repot mencari taksi lagi.

Langkah kaki Erza membawanya ke sebuah makam dengan nisan bertuliskan nama Joshua. Makam itu terlihat bersih dan juga ada karangan bunga baru disana, Erza menebak bibinya pasti habis mengunjungi Joshua tadi siang.

What Kind of Future? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang