Pt-5

34 13 22
                                    

CARAKA SIALAN!

Ingin rasanya aku menimpuk mulut menyebalkan laki-laki itu dengan kulit durian, biar tahu rasa dan tidak sembarangan bicara. Kalau bukan karena lonceng sudah dibunyikan dan guru masuk kelas, Caraka mungkin hanya tinggal nama karena aku tidak akan segang menendangnya ke Antartika!

Usai mengeluarkan fakta palsu itu, mengenai aku dan dia, bukan. Tapi dia dan mama yang pernah menjalin hubungan asmara, Caraka langsung terbahak dan bilang dia cuma bercanda! Sekali lagi, dia cuma bercanda! Tapi sialnya sudah berhasil membuat jantungku ketar ketir.

Bukan apa-apa, tentu saja aku dag dig dug ser mampus saat Caraka berkata demikian. Sebab, jika yang dikatakan Caraka memang benar adanya, situasi ini akan gawat. Misi membuat Caraka jatuh cinta pada mama bisa jadi hanya sebatas angan tanpa bisa melaksanakan. Wong Carakanya sudah suka sama mama, jadi nggak ada misi lagi yang bisa buat aku balik ke duniaku.

Namun, aku benar-benar lega setelah Caraka mengatakan dia hanya bercanda. Itu artinya misiku tidak akan terancam gagal, besar kemungkinan—dengan kemampuanku yang aduhai—Caraka akan jatuh cinta padaku.

"Wakil ketua, tolong ambilkan buku absen di kantor ibu, ya." Wanita dengan badannya yang sedikit berisi itu berujar. Namun, mengapa mata beliau malah mengarah padaku? Jangan bilang kalau-

"Kamu itu wakil ketua kelas. Berhubung ketua kelasnya enggak masuk, kamu disuruh Bu Indah ngambil buku absen." Bisikan Caraka membuat aku meneguk saliva dengan kasar. Astaga! Apalagi ini? Kenapa mama harus punya status wakil ketua kelas, sih? Ini akan merepotkan.

"Baik, Bu." Aku menyahut sambil mencubit bahu Caraka. Laki-laki itu meringis lalu menatapku dengan tatapan bertanya yang langsung kuberi isyarat kalau aku tidak tahu di mana kantor berada.

Entah Caraka paham atau tidak. Aku hanya bisa pasrah sembari mengayunkan kaki dengan lambat berharap laki-laki itu menangkap apa maksudku dan memikirkan bagaimana solusinya. Hingga suara Caraka yang meminta izin berhasil membuat senyumku mengambang sempurna.

"Bu, saya izin ke toilet sebentar."

Mendengar Bu Indah mengizinkan Caraka pergi ke toilet, langkahku yang semula terasa berat mendadak ringan. Tentu saja! Aku tidak perlu khawatir lagi akan nyasar ke mana-mana karena ada Caraka yang membantu. Hm, sepertinya aku mulai membenarkan pernyataan mama perihal sikap baik Caraka.

"Kamu beneran amnesia sesaat, Jul? Kepala kamu gimana? Masih sakit enggak?" Suara tanya Caraka memecah lamunanku. Aku mengalihkan pandangan ke arah laki-laki itu. Sejenak aku merasa terenyuh dengan raut khawatirnya. Namun, setelahnya aku menyesali perasaan itu karena tanpa segan Caraka memukul kepalaku dengan cukup keras.

"LO GILA?!" Aku mengantup bibirku rapat-rapat usai mengeluarkan kata yang cukup, tidak mungkin sangat kasar jika diucapkan oleh seorang Juliani.

Haish! Ini semua gara-gara Caraka! Kalau saja cowok kampret itu tidak memancing emosiku, sudah dipastikan kata-kata mutiara yang haram digunakan bagi seorang Juliani tidak akan keluar begitu saja.

"Kayaknya otak kamu beneran bermasalah, deh, Jul. Biasanya, kamu mau ditabok kanan, kiri, atas, bawah juga enggak pernah marah. Cuma senyum kalem." Caraka menanggapi sambil menggiringku untuk menuruni tangga hingga kami berada di lantai dasar.

Gila! Jatuh cinta kayaknya buat otak mama bermasalah. Masa iya ditabok pakai kekuatan tangan besi Caraka mama cuma senyum? Haish! Baru sehari aku sekolah dengan memakai identitas mama, kepalaku sudah dibuat ngebul karena tidak habis pikir dengan tingkah konyol Caraka dan kesabaran mama yang seluas samudra.

"Itu dulu. Sekarang udah enggak. Kamu aja yang ambil absennya, aku nunggu di luar kantor." Aku memilih bersandar di dinding menunggu Caraka mengambil buku absen.

Not an Ordinary Love StoryWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu