Mereka berdua berjalan menjauh dari pekarangan rumah Gafa. Gafa tersenyum tipis ketika melihat mereka menjauh. Sekarang suasana rumahnya kembali menjadi sepi, tidak ada lagi gelak tawa di sana.

Gafa menutup rumahnya. Dia menghela nafas panjang, kapan dia bisa merasakan suasan rumah normal? Yang biasanya setiap pulang selalu di sambut hangat oleh keluarga, Mengobrol bersama kedua orang tua, dan melakukan banyak hal bersama mereka. Gafa, tidak pernah merasakannya sejak usianya 7 tahun.

"Lo itu lemah, sok kuat, ngerpotin! Pantas orang tua lo ninggalin lo."

Kata-kata Arsen tempo hari tergiang-giang di kepala Gafa. "Yang di ucapin Arsen ada benar nya." Dia tertawa perih. "Gafa sebenarnya anak kalian bukan, sih? Gafa kangen, Gafa pengen cerita banyak hal, Gafa pengen peluk, Gafa pengen di manja."

Gafandra masih seorang anak yang menginginkan kehangatan kedua orang tua dan keluarga. Gafa masih butuh perhatian seorang ibu, dan bimbingan seorang ayah.

"Munafik!"

"Ya... gue munafik...."

***

"Laura!" Panggil Leoni dengan suara cempreng yang membahana. membuat orang-orang di sekitar mereka memegang kupingnya.

Laura menatap nyalang kearah Glora yang berlari kearahnya. Dia malu karena banyak pasang mata yang menatapnya karna suara cempreng gadis itu. "Gak usah teriak-teriak!" Ujarnya.

"Tau, tuh." Aisha muncul secara tiba-tiba di sana. Membuat Laura melompat kecil dan mengelus dadanya karna terkejut. Sejak kapan Aisha ada di samping nya?

"Sejak kapan lo disini?"

"Sejak tadi," jawabnya malas.

Laura menatap tak percaya Aisha. Tak lama Leoni muncul di antara mereka. "Kalian kenapa?"

"Eh, copot!" Kata Laura sekali lagi, apa salahnya sehingga selalu saja di buat terkejut sebanyak dua kali?

"Bisa gak sih, kalian jangan kayak setan, yang muncul tiba-tiba! Jantungan gue lama-lama!" Garangnya memarahi kedua gadis itu dengan berancak pinggang seperti ibu-ibu.

"Biasa aja kali, lagian Lo yang kurang peka sama suasana," balas Aisha.

"Betul tu, betul. Kalau gue sudah pasti bukan setan. Kalau Aisha kayaknya beneran setan deh." Aisha menatap tajam Glora.

Oke, Laura menatap pasrah kedua orang di sekitarnya. Sudahlah, dia tidak ada tenaga lagi menghadapi mereka berdua. Menghadapi mereka harus ekstra sabar.

"Yuk," ajak Aisha. Gadis itu sudah berjalan mendahului Laura dan Leoni. Mereka berdua mengikut Aisha, sesekali Leoni yang mengoceh tidak jelas.

"Eh, ra. Dilan tu!" Tunjuk Leoni kearah Dilan yang baru saja memarkirkan motornya di parkiran.

Laura menatap sekilas pemuda itu. "Terus? Gue harus salto gitu? Atau gue harus bolak-balik ke luar negri? Atau gue harus sujud gitu? Gak guna banget," ketusnya.

"Tumben?" Aisha menyahut. Biasa nya Laura akan berlari kearah Dilan dan mengucapkan beberapa hal yang sebenarnya tidak penting-penting amat, atau hanya basa-basi saja. Tapi beberapa hari ini, Aisha melihat Laura yang mengabaikan dan bahkan tidak mengganggu Dilan lagi.

"Capek, pengen istirahat." Laura berlalu begitu saja, tiba-tiba mood nya berubah drastis.

Leoni diam dengan Aisha yang bingung di samping nya. "Laura berubah," kata Aisha. Dan Leoni mengangguk membenarkan hal itu.

"Gak selama nya orang yang mengejar akan terus mengejar, ada kalanya mereka akan capek dan berhenti," kata Leoni. Aisha memandangi terkejut kearah dia.

"Sejak kapan lo waras?"

"Njir! Lo ngejek gue?"

"Bukan ngejek sih, lebih tepatnya heran aja tiba-tiba lo ngomong gitu," katanya

"Gini-gini gue pintar! Ngeremehin gue lo?!" Aisha mengabaikan teriakan gadis itu, dan pergi dari sana meninggalkan Leoni yang misu-misu gak jelas.

"Gue banting juga nih bumi! Kenapa sih, semua orang itu ngeselin! Gue pukul kepalanya satu-satu baru tau rasa nanti. Gini-gini gue bisa taekwondo, Leoni baik dan tidak sombong ini kok di lawan dan bla bla bla bla." Leoni mengoceh panjang kali lebar kali tinggi.

.
.
.

"Ngeliatin Laura, lan?" Gafa menepuk pundak Dilan pelan. Dilan langsung menatap tajam Gafa.

"Gak ada," jawabnya. Gafa tadi melihat Dilan yang sedang melihat kearah Laura di koridor sekolah. Gadis itu bahkan tidak menoleh kearahnya, Laura bahkan langsung pergi ketika dia melihat Dilan sekilas.

"Ngerasa kehilangan?"

"Bisa diam? Lo berisik," ketus Dilan. Lelaki itu langsung pergi meninggalkan Gafa yang tertawa melihat gensi sahabatnya.

"Dasar coklat Dilan, nyesel baru tau rasa." Gafa terkekeh lalu menyusul Dilan. "Tunggu lan!"

Al sedang berada di atas atap sekolah dia duduk di sana dengan santai. Sambil memakan pepaya yang dia bawa dari rumah Glora. "Panas juga nih matahari," katanya dan mendongak menatap matahai dengan sedikit menyipitkan matanya.

"Apa gue perlu turun tangan?" Dia menatap kearah Gafa dan Dilan yang berjalan seiringan di lapangan.

Dia tersenyum penuh arti. "Kayaknya iya," gumamnya. "Gue perlu turun tangan nih."



Bersambung.

Maaf dikit.

Al: vote yuk, gak vote dan komen, gak asik.

Change FateWhere stories live. Discover now