Lembar berikutnya dibuka secara acak. Athan refleks menggigit bibir bagian dalam, ia merasa sangat bersalah disini. Ia tidak pernah tahu kesulitan saudaranya sendiri dan selalu bersikap seolah hanya ia seorang yang berhak mendapatkan semua perhatian itu. Athan merasa buruk, ia adalah adik sekaligus kembaran yang gagal untuk Atala.
Air mata itu jatuh begitu saja, menghadirkan sesak yang tidak bisa Athan definisikan. Ia ingin berteriak, menangis dengan kencang, tapi rasanya itu semua tidak akan berarti apapun lagi. Atala sudah lama terluka, dan ialah pencipta luka itu.
Dengan tubuh yang sudah lemas, Athan masih berusaha menjaga kewarasannya. Ia tidak mungkin merusak momen dimana Atala sekarang tengah mengobrol dengan kakak-kakaknya yang lain. Tapi membaca tiap kalimat yang dituliskan kembarannya itu, Athan merasa hatinya teriris semakin dalam. Sakit, sangat sakit.
Rasanya sudah tidak sanggup lagi Athan tetap membuka buku itu, hingga akhirnya ia membuka halaman terakhir sebagai penutup, berharap jika disana ada tulisan yang sedikit melegakan hatinya. Setidaknya ada "hal indah" yang tercatat disana.
Sayangnya, harapan Athan kembali dipatahkan.
***
"Kamu kok lama banget di toiletnya, dek?"
Athan hanya tersenyum menanggapi pertanyaan yang Atala ajukan. Kakaknya itu sudah berbaring di atas ranjang, sudah siap untuk terlelap. "Kamu udah minum obat?" Atala kembali bertanya dan Athan hanya menjawab dengan anggukan kepala.
YOU ARE READING
Growing Pain: Breathless
FanfictionHanya cerita sederhana tentang anak laki-laki berusia 15 tahun dan keempat kakak yang menjaganya dengan penuh perjuangan, sebab ia rapuh; jiwanya bisa hilang kapan saja.
Badai
Start from the beginning