Melanjutkan Hidup

2.2K 205 25
                                    

Terhitung sudah 4 hari sejak obrolan penuh emosional di antara Arion dan Atala, kini semuaㅡhampirㅡkembali seperti semula. Kondisi Atala dan Athan sudah mulai membaik, mereka juga sudah diizinkan pulang meskipun dibekali dengan berbagai catatan.

Namun, kendati sudah sama-sama kembali ke kamar yang sejak kecil mereka tempati berdua, tak bisa Atala pungkiri kecanggungan itu masih ada. Apalagi mereka baru dipertemukan sehari sebelum keluar dari Rumah Sakit, rasanya seperti asing, padahal mereka terikat.

Di dalam kamar itu, Atala baru saja datang dengan segelas susu di tangan, saat melihat adik kembarnya tengah melamun seraya bersandar pada headboard. Ia mencoba untuk tidak mengganggu, tapi ternyata Athan lebih dulu menyadari kehadirannya.

"Kakak bawa susu anget, kamu mau?"

Athan tatap lama kakaknya sebelum ia menghela napas. "Aku alergi susu," ucapnya yang berhasil membuat Atala salah tingkah sendiri. Basa-basi yang buruk, tapi ia sedikit terhibur melihat wajah kembarannya yang memerah menahan malu.

"Maaf. Maafin kakak, dek."

Setelah menyimpan segelas susu miliknya di atas nakas milik Athan, Atala kemudian menempatkan diri duduk di tepian ranjang. Ia menunggu respon dari sang adik, namun sepertinya Athan juga menunggu ia melanjutkan ucapan. Keheningan tercipta tiba-tiba.

Hingga sesuatu yang terasa hangat menyentuh punggung tangan Atalaㅡyang ia simpan di sisi tubuh. Ia sedikit terkesiap saat Athan tiba-tiba menarik tangannya, memberi kode untuk mendekat. Dan ketika jarak mereka kurang dari satu meter, Athan semakin menarik tubuh saudaranya, masuk ke dalam dekapanㅡyang sudah sangat lama rasanya tidak seperti ini.

Atala tidak mengerti. Sama sekali tidak mengerti kenapa Athan hanya diam saja, bahkan setelah beberapa lama mereka dalam posisi berpelukan. Walaupun rasanya menghangatkan, tapi entah kenapa Atala justru merasakan perasaan lain, hatinya sakit.

Dalam jarak sedekat itu, Atala bisa merasakan napas adiknya yang menderu tak senormal miliknya. Dada itu bergerak dengan tempo yang lambat dan sedikit suara aneh saat Athan mencoba menarik napas. Atala termangu, mencoba memahami maksud yang ingin adiknya itu sampaikan.

"Badannya lagi sakit, ya?" Suara Atala terdengar, "Pas masih kecil, kebiasaan kamu kalau lagi sakit itu suka minta dipeluk. Sama siapapun. Kadang kakak sampai harus tidur sekasur sama kamu, soalnya kamu gak mau tidur kalau gak dipeluk." Lanjutnya.

Perlahan Athan mulai melepaskan diri dari pelukan itu. Netra mereka bersirobok, namun tak lama kemudian Atala mengalihkan pandangan. Ia tak bisa jika harus berlama-lama menatap wajah pucat adiknya, sekalipun memang itu pemandangan yang selalu ia lihat sejak kecil.

"Kayaknya dulu pernah ada yang janji bakal boncengin aku lagi naik sepeda," ucap Athan.

Atala terdiam beberapa saat, ia sedikit lupa, tapi akhirnya ingatan itu kembali. "Nanti, ya, kalau adek udah membaik, kakak bakal bonceng kamu lagi naik sepeda. Lagian sepeda yang ada di rumah sekarang gak ada jok belakang, nanti kakak bawa ke bengkel buat ditambahin. Biar kamu bisa duduk disana."

"Membaik, ya?"

"Besok atau lusa, kalau kita dapet izin buat masuk sekolah, aku mau berangkat naik sepeda. Sama Atala, dibonceng sama Atala." Athan kembali bersuara, kali ini terdengar penuh harap. Atala jadi tidak tega untuk menolak, pada akhirnya ia setuju. Toh itu juga bukan permintaan yang sulit, meskipun pasti membutuhkan waktu lebih banyak untuk sampai ke sekolah.

Dengan tangannya, Atala mengusap rambut Athan penuh kasih sayang. Seolah kejadian beberapa hari ke belakang yang membuat keduanya terpaksa menginap di Rumah Sakit itu tidak pernah terjadi, seolah kecanggungan sebelumnya itu tidak pernah hadir.

Growing Pain: BreathlessWhere stories live. Discover now