(Kembali) Terluka

2K 179 29
                                    

Koridor Rumah Sakit siang ini terlihat cukup ramai, namun entah mengapa bagi Arion rasanya kosong sekali. Pikirannya penuh, sudah sejak lama memang, tapi ucapan Atala pagi tadi terus terngiang. Arion tahu, tidak ada saudara yang mau melihat bagian keluarganya sakit, termasuk dirinya sendiri.

Tapi, kenapa harus ada yang berkorban?

Atala sudah berada di sekolah. Arion sempat memaksa agar anak itu istirahat saja, apalagi setelah tersitanya waktu tidur dan kejadian dimana anak itu mimisan lagi. Atala menolak keras, katanya percuma juga ia meliburkan diri, Athan belum bisa dijenguk, rumah pasti akan terasa hampa sekali. Hingga akhirnya Arion pasrah, izin itu ia berikan pada sang adik.

Pintu ruangan terbuka, sudah satu jam sejak Athan dipindahkan ke ruang rawatnyaㅡberhasil terbebas dari ICU. Arion sejenak tersenyum pada dokter dan perawat yang kebetulan sedang visit. Sebagai salah satu perawat yang bekerja di Rumah Sakit itu dan telah mendapatkan izin dari dokter penanggung jawab Athan, Arion jadi memiliki akses untuk masuk ketika jadwal pemeriksaan rutin seperti ini.

"Bagaimana dengan adik saya, dok?"

Dokter Galihㅡyang baru saja kembali mengalungkan stetoskopnya itu menoleh. "Sejauh ini tidak ada respon negatif dari alat medis atau obat yang diberikan. Semuanya stabil. Hanya saja ..." Galih mengusap rambut Athan, menatap sendu wajah yang terlihat begitu tenang dalam lelapnya.

Dari gestur yang ditunjukkan oleh Galih, Arion tidak perlu mendengarkan penjelasan lebih lanjut untuk bisa memahami bagaimana kondisi Athan saat ini. Setelah selesai dengan rutinitasnya, Galih kemudian mengajak Arion untuk mengobrol lebih lanjut di luar ruanganㅡmembiarkan perawat lain yang tetap stay disana.

"Ada satu hal yang ingin sampaikan, Arion, dan saya yakin kamu juga sudah bisa menebaknya."

Setelah memasuki ruang kerja Galih, Arion dipersilahkan untuk duduk di kursi yang telah disediakan. "Terkait donor?"

Galih mengangguk. "Saya sudah lama menghubungi rekan saya di SGH mengenai operasi Athan yang belum bisa dilakukan disini, mereka menyanggupinya. Selain itu, ada satu pasien MBO (Mati Batang Otak) disana yang sudah mendaftarkan diri sebagai pendonor organ, keluarganya pun sudah menyetujuinya."

Katakan saat ini Arion sedang bermimpi. Netranya melebar, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Apakah Galih baru saja memberitahu dirinya tentang ketersediaan donor? Jika apa yang telinganya tangkap itu bukanlah sebuah kesalahan, tolong berikan kekuatan untuk Arion agar tidak menangis.

"Dok ... Adik saya ..."

Sekali lagi, Galih mengangguk. "Kita masih memiliki kesempatan itu untuk Athan, Arion."

Air mata Arion akhirnya tumpah juga.

***

"Lesu amat muka lo, Tal."

Atala tak menggubris ucapan salah satu dari ketiga temannya yang baru saja datang. Siang ini Kantin tidak terlalu ramai, tidak seperti saat jam istirahat pertama. Atala sedikit bernapas lega, ia tidak perlu berdesak-desakan saat membeli makanan.

Sejak tiba di sekolah, Atala memang lebih banyak diam. Hanya menyahuti satu atau dua pertanyaan, sisanya ia abaikan. Beruntung teman-temannya mengerti kondisi anak itu, apalagi saat guru mengabarkan jika kembaran Atala yaitu Athan kembali masuk Rumah Sakit.

"Katanya minggu depan kita ada pertandingan futsal sama sekolah lain. Kak Yoga udah ngabarin lo, Tal? Gue denger-denger mereka mau rekrut anak kelas 10 yang berpotensi." Salah satu dari ketiga orang tersebut kembali bersuara. Atala hanya berdehem pelan. Ia sudah menerima ajakan untuk ikut bertanding itu, namun ia belum menjawab ya atau tidak.

Growing Pain: BreathlessWhere stories live. Discover now