(Kembali) Terluka

Start from the beginning
                                    

Pasalnya Atala masih ragu. Di satu sisi ia ingin ikut, tapi di sisi lain jadwal latihanㅡyang nantinya akan menguras banyak waktu luang, pasti membuat Atala jarang berada di dekat Athan. Padahal kondisi kembarannya itu sedang tidak baik-baik saja.

Tak lama setelah Atala larut dalam pikirannya sendiri, dari kejauhan terlihat beberapa orang yang datang menghampiri. Itu Yuan, beserta 2 orang yang mengekorinya di belakang. Atala tak menaruh minat sama sekali, tapi ia terpaksa menurut saat Yuan tiba-tiba mengajaknya berbicara empat mata.

***

"Lo apain Athan? Kenapa anak itu bisa drop lagi?"

Atala menghela napas kasar saat Yuan tiba-tiba menanyakan pertanyaan yang terdengar seperti memposisikan dirinya sebagai pelaku dibalik sakitnya sang adik. "Kayaknya semua orang otomatis bakal nyalahin gue atas hal yang gak pernah gue lakuin."

"Bukannya emang begitu? Lo selama ini sering biarin Athan sendirian, padahal lo tahu anak itu butuh perhatian lebih."

"Kalo lo gak tau apa-apa, mending lo diem aja."

"Apa yang gue gak tahu, hah?" Yuan mulai tersulut emosi. Ia sengaja mengajak Atala berbicara untuk mengetahui keadaan Athan, tapi respon yang diterimanya malah seperti ini. "Emangnya gue gak tahu kalo selama ini lo asyik sama temen-temen lo yang banyak itu, sedangkan Athan kesepian ditempatnya. Lo bahkan gak peduli setiap kali adek lo dateng ke UKS sendirian."

Atala membuang pandangan, ia dalam suasana hati yang masih burukㅡselepas bentakan dari Arsen yang masih membekas di hati, dan kini harus dihadapkan dengan Yuan beserta tuduhan-tuduhan tak mendasar itu. Kenapa semua orang rasanya gemar sekali menempatkan Atala pada posisi bersalah?

Ia tidak pernah menghindar, justru Athan yang selama ini membuat jarak di antara mereka. Atala hanya menurut, memberi ruang untuk adiknya sendiri. Lantas apa yang salah dari itu? Setelah Arsen menuduhnya ingin Athan mati, sekarang tuduhan apalagi yang harus Atala telan?

"Lo egois juga ya, Tal."

"Gue? Egois?" Atala tertawa hambar. "Gue bahkan harus ngalah sama dia sejak lahir. Gue harus relain semua kasih sayang orang tua dan semua saudara gue buat dia, gue harus membatasi ruang gerak buat nemenin dia, gue harus siap disalahin kalo dia kenapa-kenapa, dan lo masih berpikir gue egois? Lo orang baru, Yuan, lo gak tahu apa-apa soal hidup gue!"

Yuan terdiam. Nada bicara Atala terdengar santai tanpa emosi, namun napas anak itu menderu cepat. "Lo ... bohong, 'kan?"

"Terserah lo mau percaya atau nggak, gue gak peduli."

Baru beberapa langkah menjauh dari Yuan, kini Atala harus berhenti di ujung tangga menuju lantai satu saat kepalanya kembali terasa sakit. Ia refleks mencengkram bagian yang nyeri, Atala bahkan berulang kali mengerjapkan mata saat pandangannya mulai tak jelas. Anak tangga di bawah sana tampak berbayang, tungkai Atala mulai bergetar dengan napas yang kian sesak.

Hingga saat Atala mulai kehilangan kendali atas rasa sakitnya, tubuhnya melemas. Atala tidak bisa melihat apapun lagi selain kegelapan, namun telinganya masih mampu menangkap teriakan Yuan dan beberapa siswa lain, pun rasa sakit berkali-kali lipat saat tubuh itu jatuh ke bawah.

Atala menyerah. Jika ini adalah satu-satunya cara untuk lari dari rasa sakit yang selama ini membelenggu dirinya, tak apa, Atala akan menerimanya dengan senang hati.

***

Setelah berkonsultasi dengan dokter Galih, Arion bergegas menyampaikan berita baik itu pada Adara yang kini sudah berada di ruangan Athan. Wanita itu terlihat tengah memijat pelan tangan adik bungsunya saat Arion membuka pintu dan tersenyum lebar.

Growing Pain: BreathlessWhere stories live. Discover now