Part 20 | Jeha dan Keberuntungan

424 83 86
                                    

⚠️ DISCLAIMER ⚠️

Segala hal-hal yang berbau medis dalam cerita ini hanyalah berdasarkan pengetahuan dangkal penulis.

Apabila ada kesalahan, mohon diingatkan ya.
Terimakasih!

HAPPY READING, GUYS~

⭐⭐⭐

.

.

.

Remaja dengan setelan khas pasien itu tampak duduk dengan tenang. Memandang keluar jendela, berusaha menyembunyikan ketakutan yang terpendar dalam manik madunya.

"Sudah siap?" Tanya Mahendra yang berdiri di sisi Jeha dengan catatan medis.

Tersenyum tipis, Jeha mengangguk setelah menarik nafas dalam.

Akhirnya, setelah tiga hari mendekam di rumah sakit untuk menjalani serangkaian pemeriksaan dan mengendalikan kadar trombosit Jeha yang sulit sekali akibat kelainan darah yang dideritanya. Hari ini Maria mengatakan kondisi Jeha telah stabil dan bisa melaksanakan kemoterapi pertama bersama Hendra.

Sementara Darion, kini duduk di kursi kecil sebelah Jeha. Menggenggam tangan putranya yang terbebas dari infus menyalurkan kehangatan.

"Aku bisa menemaninya di sini sampai selesai kan?" Tanya Darion pada Hendra. Dokter itu tengah sibuk menambah selang yang menancap di punggung tangan Jeha untuk mengalirkan obat-obatan kemo. Membuat Jeha sedikit meringis perih.

Tanpa mengalihkan fokus, Hendra mengangguk. "Tapi karena menggunakan regimen dari tiga obat, prosesnya akan membutuhkan lebih dari delapan jam."

"Tidak masalah."

Jeha mendengus. "Keras kepala," katanya menyindir Darion. Hendra terkekeh mendengar itu.

Padahal Jeha sudah mengatakan, Darion bisa bergantian dengan Juna ataupun Austin untuk menemaninya. Tetapi Ayahnya itu ngeyelnya minta ampun. Katanya, ia tidak tenang kalau tidak melihat Jeha. Dia tidak bisa meninggalkan Jeha sedikit pun meski untuk bekerja.

Oh ya, ngomong-ngomong tentang Austin dan Lisma, sebenarnya pasangan lansia itu sudah kembali ke Kanada dua hari lalu --tentunya karena diusir Darion. Tetapi hari ini Austin kembali lagi, dia mengaku amat cemas setelah mendengar kabar cucu barunya akan melakukan kemo pertamanya.

Tapi Darion tetap lah Darion. Dia melarang Austin menemui Jeha. Apalagi menemani Jeha kemo! Pokoknya, di ruangan yang khusus hanya ditempati Jeha ini, tidak boleh ada yang masuk kecuali atas izin Darion.

"Paman mulai, ya ..." suara Hendra membuyarkan lamunan Jeha. Membuat ketakutan yang sempat hilang kembali menyerang.

"Karena ini kemo pertama mu, mungkin rasanya akan sedikit mengejutkan karena tidak nyaman. Tapi paman yakin kamu bisa melewatinya dengan baik."

"Mm! Terimakasih, paman dokter." Jeha mengukir senyum manis.

Mengacak rambut Jeha sekilas, Hendra pun keluar setelah berpesan beberapa hal pada Darion.

Setetes demi setetes, Jeha mulai merasakan aliran dingin melintasi nadi nya. Sejurus kemudian hadir sensasi terbakar yang terasa, menyapu rasa nyaman yang masih bersisa.

"A-ayah ..." Jeha mulai merasa tak nyaman, suhu tubuhnya mendadak naik dan rasa mual perlahan datang. Melemahkannya secara bersamaan.

"Ya, Son?"

Jeha dan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang