Part 9 | Fakta Menyakitkan I

566 142 51
                                    

Sebelumnya Fey mau bilang, kalau sebenernya part ini sangat panjang jadi akan dibagi menjadi 2 Part (Part 9 dan Part 10)

 Oh ya, 2 part ini mungkin akan agak membosankan. Soalnya banyak narasi dan percakapan panjang. Jadi tolong bersabar dan bertahan sebentar ya.

Dan seperti biasa
✨VOTE DULU YUK✨
Fey kerja keras banget nulisnya, huhuhu.
Terimakasih!!!

HAPPY READING, GUYS~

.

.

.

.

.


Drrrttt ... Drrrttt ....

Darion menyodorkan ponselnya yang bergetar pada Juna. "Dari tadi dia tak berhenti menelpon ku, angkatlah!" Katanya terdengar kesal.

Juna hanya melirik sekilas, melenggang melewati Darion dengan santainya.

"Hey Juna!"

Yang dipanggil tak menggubris, kini duduk di sofa mulai membuka buku tebalnya bersiap membaca.

Darion menahan geram, "ayah mu marah-marah, Jun."

"Kapan dia nggak marah?" Sarkas Juna santai.

"Ck, maksudku dia mencemaskanmu."

Juna tersenyum miring.

"Setidaknya katakan sendiri kalau memang tidak ingin pulang," kata Darion lagi. Mendudukan diri di sebelah Juna, menarik telapak tangan anak itu, lalu menaruh ponselnya dengan kesal.

"Aku malas berbicara dengannya!" Tolak Juna. Secepat kilat menarik kasar tangannya dari Darion membuat ponsel om nya itu terjatuh mengenaskan di lantai.

Darion ternganga, sedang Juna? Mana peduli!

"Kalau memang ingin aku pulang, harusnya dia sendiri yang menjemputku."

"Ayahmu punya banyak pasien, Juna."

"Alasan basi!"

"Kau masih marah dengannya?"

Remaja berhidung bangir itu diam, rahangnya mengetat membuat Darion sudah bisa menebak.

Untuk apa juga Mahendra menyuruh Juna pulang kalau dia saja tidak di rumah? Maria pun sedang berjaga di UGD. Oleh sebab itu, Juna yang akhirnya diperbolehkan pulang dari rumah sakit memilih ke rumah Darion alih-alih ke rumahnya sendiri.

"Baiklah, om bisa mengerti alasanmu sering menginap di sini karena rumahmu sepi. Tapi sekarang kan ada Oma, Opa, dan Alex."

Juna menoleh cepat, "justru karena ada mereka!" sentaknya membuat Darion mendengus. Ia harus sabar menghadapi keras kepala Juna.

"Jun ... pulang sebentar. Oma nunggu kamu di rumah. Dia ingin rawat kamu sebelum kembali ke Kanada."

"Cih, lalu aku akan kenyang disindir menyusahkan oleh Alex?"

"Astagaaa, kalian kapan akurnya sih?!"

"Gak bakal akur selama nggak ada darah Austin yang ngalir di tubuh Juna."

"Jangan dengarkan Alex."

"Iya, makanya aku di sini. Biar nggak denger suara Alex!"

Darion menghela nafas, jadi menyerah dan beralih membicarakan topik lain. Ia tiba-tiba teringat obrolannya dengan Maria beberapa hari lalu. "Mau konsultasi? Kata bundamu, akhir-akhir ini kau mimpi buruk lagi."

Jeha dan LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang