Part 36;Selamat tinggal semesta

Start from the beginning
                                    

"Emang kenapa kalo lusuh? Perasaan tadi Ara lihat kertasnya baik-baik saja kok."

"Mana ada?! Orang kertasnya udah usang banget, jatuh di selokan tadi."

"Terus? Masalahnya dimana? Yang penting Ara tanda tangan kan?"

"Ntar perceraian kita gak sah."

Elara mengerjap lugu. "Bisa ya, begitu?"

Mengangguki, Atlantik berdehem kaku. Untung saja Elara yang pada dasarnya polos tingkat maksimal, hanya manggut-manggut percaya. Lalu perhatian Elara terfokus pada amplop yang tebal, diletakkan oleh Atlantik di atas meja. "Buat Ara?"

"He'em. Untuk ongkos lo pulang."

Elara melemparkan senyum hampa. Ia menggelengkan kepala menolak. "Gak perlu, Ara punya kok." Bohongnya.

"Yasudah. Sana pergi sana, enyah dari hadapan gue, ganggu pemandangan aja."

Tak langsung beranjak, sesaat Elara hanya tak bergeming, menatap Atlantik ragu. Tak lama kemudian, ia memberanikan diri bertanya. "Atla..? Atla gak mau pegang perut Ara sebelum kami benar-benar pergi..?"

Melihat tanggapan Atlantik hanya membuang muka yang menyiratkan bahwa dirinya tidak sudi menyentuh perutnya untuk yang terakhir kalinya, di sini Elara ditampar telak oleh kenyataan bahwa Atlantik benar-benar tidak menginginkan dirinya dan juga bayi mereka.

"Ara boleh peluk Atla untuk yang terakhir kalinya..?"

Wajah Atlantik masih terpaling ke samping, ini pertanda bahwa permintaannya yang kedua ini juga Atlantik tak menyetujuinya. Hanya sebuah pelukan perpisahan, emang sesulit itu?

Elara mengangguk samar, bibirnya bergetar sedih. Matanya memanas siap akan tumpah. Tetapi ia tidak boleh menangis di sini.

"Ara gak tahu penyebab Atla ngelakuin ini semua. Tapi Ara masih ingin percaya, bahwa perilaku buruk Atla ada sebuah alasan yang tersembunyi. Kalo Atla ingin tahu kenapa Ara tetap ingin bertahan meski udah disakiti tanpa ampun, karena Ara juga punya perasaan yang sam--"

Mulut Elara mendadak terhenti berbicara dalam sekejap, ia meralat. "Ah iya, Ara baru inget, kalo Atla gak pernah serius sama Ara. Bahkan pernikahan itu juga hanya dianggap Atla sebagai lelucon. Lucu ya Tla, mainin perasaan Ara? Makasih yah untuk luka hebatnya. Ara bahagia kok diatas kebohongan Atla." Selanjutnya kekehan hambar terdengar dari mulut seorang Elara.

"Ternyata Ara jatuh cinta sendirian."

Menegang kaku, spontan saja Atlantik yang tadinya menghindari mata Elara, langsung meluruskan pandangan. Apa tadi? Apakah ia salah dengar?

"Atla tahu tidak? Fase yang paling menyakitkan itu, ketika kita berada di titik yang mana merindukan seseorang, tapi kita gak bisa menemukan sosoknya dimana-mana sudut dunia."

"Maafin pelayan rendahan ini yang udah berani menaruh rasa pada Tuan Pangeran Atlantik..."

"Dan terimakasih sudah menciptakan kenangan indah dan luka hebatnya, Ara pamit ya? Selamat tinggal..." Badan Elara membungkuk sebagai bentuk pamitan.

Ia angkat kaki yang terasa berat, figur Elara perlahan menjauh membawa tubuh ringkih dan segala kenangan mereka. Sengaja melambatkan langkah berharap ada keajaiban bahwa Atlantik akan mengejarnya. Memeluknya dan berbisik pelan 'Jangan pergi, tetaplah di sini. Aku menyayangi kalian.'

Namun, sekali lagi Elara menelan pil pahit saat dirinya sudah semakin jauh dan jauh membawa langkah dari tempat tinggal mereka, tidak ada tanda-tanda Atlantik akan mencegahnya pergi.

Elara menumpahkan tangis di tepi jalan. Ia hancur sehancur-hancurnya, dihancurkan oleh harapannya sendiri. Berkali-kali ia menyadarkan dirinya sendiri bahwa realita tidak selalu berjalan sesuai ekspektasi.

PANGERAN ATLANTIK (Segera Terbit)Where stories live. Discover now