13. Kita Yang (tidak) Pernah Ada

104 9 2
                                    

Hari berlalu dan kini minggu berganti, sekarang semuanya sudah sibuk dengan hidup masing-masing. Nanon dan Chimon kini punya jadwal bimbingan yang sama, karena kebetulan tutor mereka kali ini tidak lain dan tidak bukan yah si Frank, kakak Nanon.

Keduanya sedang mempersiapkan diri untuk ujian masuk perguruan tinggi. Sama seperti sebelum-sebelumnya, kemanapun Chimon melangkah akan selalu ada Nanon di belakangnya. Dan memang sejak pertengahan SMA Chimon sudah yakin untuk serius dengan teknik nantinya.

Kebetulan yang lain adalah Frank, kakak Nanon itu juga kuliah jurusan teknik, makanya sekarang ini dia menjadi tutor paling terpercaya, dan di atas segalanya belajar bersama Frank tentu saja gratis!

Di hari minggu yang terik ini, Nanon berada di kamar Chimon, lagi-lagi menginap. Besok mereka akan ke sekolah untuk pengumuman kelulusan. Walaupun tau pastinya mereka lulus namun tidak bisa dipungkiri ada juga perasaan was-was.

"Besok gimana yah Dul ?" Tanya Nanon pada Chimon yang sedang sibuk mengunyah.

"Yah gak gimana-mana. Gak usah dipikirin, pasti lulus."

"Besok kita ketemu Apon juga dong ?" Lama Nanon menunggu jawaban, namun hanya suara tv yang terdengar. Dia menoleh, menemukan Chimon yang masih mengunyah sambil menonton, seperti tidak mendengar apa yang baru saja Nanon tanyakan.

Merasa diperhatikan, akhirnya Chimon menatap Nanon malas.

"Gak tahu. Dia udah gak pernah ngontak gue semenjak doa sebelum ujian itu." Kata Chimon.

"Gue juga gak pernah sih kontakan sama dia."

Dan kembali hening, mereka berdua diam menonton sambil mengunyah snack masing-masing.

🍃🍃🍃

Hari ini semua dipertemukan lagi di sekolah karena pengumuman kelulusan sekaligus pembagian ijazah. Semua calon alumni di kumpulkan dalam aula sekolah yang luas dan semuanya sudah di atur berdasarkan kelas masing-masing.

Semenjak menginjakkan kaki di aula ini, mata Chimon berpendar, mencari satu diantara ratusan jiwa yang ada.

"Kok si Apon gak kelihatan yah ?" Nanon menyadari betul siapa yang sahabatnya cari, dia hanya membuka jalan bagi Chimon untuk mau berbagi isi kepala.

"Gak tau." Hanya itu yang Chimon ucapkan, kemudian kembali fokus pada sambutan-sambutan dari depan sana.

Berbagai perasaan melingkupi ruang aula saat itu. Berbagai cerita-cerita yang mengorek kenangan satu-satu kala di ceritakan kembali oleh guru-guru di depan sana.

Tak terkecuali Chimon saat ini.
Dia ingat ketika hari pertama orientasi siswa dan dia lupa membawa dasi, ada Perth yang meminjamkannya. Sesederhana itu, perasaan Chimon akhirnya mengakar, bagaimana perasaanya tumbuh untuk Perth, dan bagaimana dia akhirnya bisa dekat dengan Perth setelah hampir tiga tahun akibat insiden tertabrak saat sedang membawa setumpuk buku. Masa SMA Chimon benar-benar dihabiskan hanya untuk mengagumi satu orang, dan orang itu Perth.

"Eh Adul kepana nangis ?" Chimon tanpa sadar yang semula menitik kini menjadi anak sungai di pipinya.
Buru-buru dia mengusap pipinya dan tersenyum pada Nanon, seolah tidak ada apa-apa.

"Haha gue sedih dengar ceritanya pak Nicky." Chimon masih mengusap air matanya yang tidak berhenti mengalir.

"Apanya yang sedih Adul ? Dia cerita celananya pernah robek pas ngajar basket di lapangan outdor."

🍃🍃🍃

Hari ini benar-benar menjadi hari terakir mereka menginjakkan kaki di sekolah ini sebagai siswa. Makanya, biarpun sudah di persilahkan untuk pulang, namun mereka masih saja berkumpul di tengah lapangan.

Let Me BeDove le storie prendono vita. Scoprilo ora