20. The Accident

111 13 3
                                    

Waktu hampir menunjukkan pukul 19.00 tapi yang di tunggu-tunggu tak kunjung tiba. Bolak-balik Frank menghubungi Abangnya itu, namun panggilannya selalu berujung tidak diterima.

Nanon sementara menenangkan sahabatnya yang dari tadi sudah tidak bisa diam, padahal dia juga sendiri khawatir.

"Bagaimana Frank ? Abang mu ada kabar ?" Tanya Tawan, raut wajah cemasnya tidak bisa dia sembunyikan.

"Belum Ayah, Abang gak ngangkat telponnya. Mungkin masih di jalan."

Jumpol yang sementara berbicara dengan koleganya pun pamit undur diri dan bergabung dengan Tawan juga Namtan yang kelihatan gelisah.

"Non, perasaan gue gak enak."

"Husssh gak boleh gitu ah Chi, Abang bakal tetap dateng kok." Nanon meraih kedua tangan Chimon dan menggenggamnya erat.

"Bukan masalah dateng atau gak. Gue takut dia kenapa-napa."

"Dia gak bakal kenapa-napa. Tenang yah." Chimon hanya mengangguk, dia sudah khawatir setengah mati. Hujan deras dengan petir makin bersahutan.


🥀🥀🥀

Perth masih bingung, haruskah dia datang ? Atau mengabaikan saja undangan Chimon ? Bagaimana hatinya ? Bagaimana perasaannya ? Agak tidak tahu diri memang, tapi sungguh dia merasa masih ada yang mengganjal di relung hatinya, masih ada yang perlu dia luruskan bersama lelaki itu.

Perth bukan orang yang religius namun sebelum dia berangkat menjemput Pawat untuk pergi bersamanya ke pesta Purim dan Chimon, dia duduk dalam mobil menunduk dan melipat tangan, memejamkan matanya yang terasa panas dan berseru,

Ya Tuhan, jika sekiranya ini adalah akhir dari cerita yang Kau tulis tentang saya dan dia, ajarlah saya untuk ikhlas Tuhan. Jika bahagianya bukan dengan saya, kiranya Tuhan melimpahkan bahagia di jalan yang dia pilih, kiranya hidupnya dipenuhi berkat yang asalnya hanya daripada Tuhan semata. Namun jika Tuhan masih mengijinkan, berilah saya satu kesempatan untuk memperbaiki apa yang telah saya lakukan padanya di masa lalu. Tuhan membawa saya jauh ke tempat ini bukan untuk kecewa melainkan memberi saya satu lagi pelajaran hidup berharga, Amin.

Perth mengangkat kepalanya, pandangannya kabur karena embun di pelupuk mata, tapi dia telah memantapkan hati untuk datang, setidak dia harus memberikan selamat bahagia bagi Chimon.

Tak butuh waktu lama dia berkendara menuju kediaman Pawat dan pergi memenuhi undangan.

"Gue aja yang nyetir." Pawat mengambil alih kemudi melewati jalan yang sedikit longgar, mungkin karena sedang hujan jadi orang-orang memilih untuk tidak berkendara.

Mobil semakin lambat melaju, ada ambulans dari belakang, hingga Pawat memilih untuk sedikit menepi namun tidak berhenti.

"Eh kok ramai di depan ? Ada apa yah ?"

Perth tidak menggubris Pawat, pikirannya terlalu penuh.

"Kayaknya ada yang kecelakaan deh."

Daerah itu adalah lingkungan konstruksi, dimana ada pembangunan jembatan baru dan peremajaan jalan.

Ambulans yang melewati mereka tadi juga berhenti tidak jauh dari jembatan itu bersama dengan satu mobil polisi dan banyak orang berkerubung. Pawat memilih semakin mendekat, tidak terlalu jauh dari mobil ambulans dan mobil polisi itu.

Pawat menurunkan sedikit kaca jendela, tidak perduli dengan air hujan yang merembes kecil-kecil mengenainya, "Mas, maaf itu di depan ada apa yah ?"

"Ada yang kecelakaan mas. Kecelakaan tunggal."

Let Me BeWhere stories live. Discover now