23. Memories

163 13 4
                                    

Setelah melalui hari-hari berkabung, tibalah hari ini dimana Chimon memulai lagi hidupnya sebagai seorang senior pengawas di proyek yang dia tangani bersama sahabatnya -Nanon.

Langkahnya ringan, namun tidak ada yang tahu bagaimana berat hatinya sekarang. Sesampainya di lokasi proyek, dia cek lagi satu per satu kerjaan yang sempat dia tinggalkan berhari-hari itu dan dia diskusikan lagi dengan rekan yang sempat menggantikannya.

Perth tidak menyangka akan melihat Chimon di lokasi yang sama hari ini. Diam-diam dia bersyukur karena Pawat memaksanya untuk datang melihat keadaan pembangunan proyek milik mereka.

Di tengah terik matahari Chimon berdiri, menggunakan helm proyek putih dengan kertas gambar di tangannya yang sementara dia jelaskan pada seorang pekerja di sampingnya. Pemandangan itu selalu membuat Perth luluh, dari dulu Chimon yang dalam mode serius selalu menjadi favoritnya, sayangnya dulu dia terlalu pengecut untuk mengakui.

Setelah memantapkan hati, dia mendekati Chimon.
"Selamat siang Pak." Sapa Perth.

"Iya selamat si-ihhh Perth!" Chimon memukul pelan bahu Perth refleks, terlalu kaget, "Eh sorry, anu Pak-" Chimon salah tingkah, menyadari dia baru saja berlaku tidak sopan pada rekan kerjanya. Iya, ini masih di lingkup kerja jadi tidak seharusnya dia begitu.

"Hahahaaaa akrab banget yah kita? Sampai mukul-mukul gitu?" Goda Perth, Chimon semakin dibuat malu saja.

"Ihh gak gitu Pak, kaget tau. Lagi pula kita emang akrab kan? Dulunya."  Kini Perth yang dibuat bungkam. Ah, sisi Chimon yang ini seharusnya Perth tak lupakan.

"Hmm..." Perth bergumam meredamkan rasa tidak enak di hatinya, "Gak apa-apa sih. Gak usah terlalu formal dong. Kita emang teman kok."

"Itu kan dulu. Sekarang kita cuma rekan kerja, yah harus profesional aja."

"Chi, kita gak bisa kayak dulu lagi?" Akhirnya, kalimat yang sedari lama hanya ada di dalam pikiran Perth pun terucap juga. Apa tidak terlalu cepat?
Perth tidak ingin masuk dalam hidupnya saat dia masih berduka.

"Kita dulu gimana maksudnya?" Chimon menatap Perth bingung, dia tau kemana arah pembicaraan ini, dia hanya ingin mendengar Perth menjelaskan.

"Kita dulu... Teman baik."

"Emang gak cukup yah kita sebagai rekan kerja? Berteman sama saya juga gak ada manfaatnya Pak."

"Just drop the formality please, sorry if i bothering you. I just... Just miss you... I guess?"

"Lo aja gak yakin, gimana gue yakin kalau lo mau berteman lagi sama gue Pon?" Hanya itu, namun senyuman penuh menghiasi wajah Perh. Ternyata memang dia rindu, rindu pada panggilan yang hanya orang-orang terdekatnya saja yang tahu, rindu pada sosok kecil di depannya ini.

"Hehe i'll take it as Yes. We're friends yah. Awas lu gak mengakui gue sebagai teman."

"Dih? Lu yang ninggalin gue sama Nanon dulu anjir." Chimon tertawa, ternyata kenangan pahit itu sudah bisa dia tertawai.

"Chi tentang itu gue rasa, gue perlu jelasin sama lo."

"Gak penting sih. Tapi terserah lo. Jadi kapan-kapan aja. Gue lagi banyak kerjaan. Banyak nih yang gue tinggalin kemarin-kemarin."

Perth lagi-lagi dibuat kagum dengan sosok di depannya. Bagaimana dia semudah itu membuka pintu maaf bagi orang yang meninggalkannya bertahun-tahun tanpa kabar.
Dirasa tidak nyaman berdiri di tengah terik matahari, mereka berdua berjalan menuju tempat yang lebih sejuk.

"Chi, are you oke now? Gue turut berdukacita." Chimon tidak langsung menjawab, dia putar-putar minuman dingin yang Perth berikan, seperti menimbang-nimbang bagaimana kira-kira dia menjawab pertanyaan ini.

Let Me BeWhere stories live. Discover now