IX. Pemanasan

11 4 0
                                    

Seingatnya, dia dan Rin berhasil mencapai puncak anak tangga. Hal memalukan pelan-pelan membayang-bayangi; kala ia merasa lelah dan tidak mampu menahan diri untuk cepat berbaring, tidak peduli di mana ia dapat membanting badan. Alih-alih ia malah tak sadarkan diri.

Konon ingatan itulah yang mengundang sepasang mata karamel terbuka. Ah, mungkin tidak hanya kepingan memori ... tetapi ia juga merasakan patukan-patukan yang mendarat di beberapa bagian wajah.

Sakitnya bukan main! Tak sadar ia mengerang keras, terpaksa bangun untuk protes.

"Oh, sudah bangun?"

Padahal pandangan masih buyar akibat jiwa belum seutuhnya terkumpul, lantas suara asing mengejutkannya. Sosoknya terlalu dekat hingga Ravn menarik diri terduduk menghindar bersama dorongan jantung yang terlonjak dadakan.

Alhasil sosok mungil tersebut hilang keseimbangannya, lekas terbang menjauh persis ke telunjuk seorang gadis yang duduk tak jauh di samping.

"Manusia tidak sopan! Awas saja kamu! Besok-besok akan kupatuk lebih sakit lagi!"

Masih berubung pengar seisi kepalanya, dipaksa untuk menoleh ke pemilik suara tanpa basa-basi mengernyitkan kening.

Baginya hewan-hewan yang dapat berbicara bukanlah hal yang baru. Hanya saja Ravn cukup terpukau sebab dulu ia hanya mendengarkan kalau beberapa hewan diilhami kemampuan berbicara, kini ia dapat melihatnya dengan mata kepala sendiri.

"Sejak kapan kau punya peliharaan yang pandai berbicara?" tanya Ravn usai berpuas diri memijat pelipis.

"Bukan milikku. Jiji sahabat Guru Wei Liwei." Begitu Rin memperkenalkan si burung pipit yang kemudian berpindah tengger di bahunya. "Dia berkunjung dan hendak berbincang, tetapi kau tertidur satu hari satu malam lamanya."

Utuh kesadarannya pulih mendengar ucapan teman seperjalanan.

"Beruntung sekali Wei Liwei tidak mempermasalahkan." Sekarang Jiji angkat suara. "Rin telah memberikan alasan mengapa kau bisa sampai seperti ini."

Teringat Ravn setiap kegiatan yang dilakukannya selama merasa masih berada di Desa Harapan Kecil. Selain berburu, ia juga tidak segan membantu orang-orang yang membutuhkan pertolongan meski itu merupakan hal kecil sekali pun. Belum lagi ia tak mampu menolak ajakan para pemuda untuk melakukan petualangan kecil dan beristirahat mengelilingi api unggun.

Semuanya terus berjalan demikian nyaris dua minggu sebelum mereka menerima pesan balasan dari Wei Liwei. Tidak heran tenaganya benar-benar terkuras kala diuji di atas tangga.

"Tak apa. Beliau pasti mengerti perasaan rindu rumah."

Ujaran Rin sukses membuyarkan lamunan, sekaligus menarik perhatian Ravn sekali lagi kepada burung pipit yang mendecih.

"Dia benar-benar tertarik kepada kalian kelihatannya," imbuh Jiji sebelum ia terbang menjauh. "Seidaknya aku sudah mendapatkan kabar untuk disampaikan. Dengan begitu, mungkin pelatihan kalian dapat dimulai secepat mungkin."

Begitulah makhluk kecil bersayap itu pergi tanpa pamit, jelas sukses mengangkat salah satu alis Ravn yang telanjur kusut air mukanya.

Entah apa yang salah dengan burung itu. Demikian Rin berasumsi kalau Ravn sedang membatin kata-kata tersebut kala membaca raut wajahnya.

Bersama tawa yang ia sudahi, si gadis mulai mendekat. Barulah kawan lelakinya tersadar terdapat banyak sekali buku dan gulungan yang menumpuk di belakang Rin. Belum lagi mata karamelnya menangkap satu buku di pangkuan, sukses menambah perasaan bersalah di dalam diri.

"Maafkan aku. Pasti kau bosan menungguku, sampai meminjam banyak bacaan untuk menemanimu," katanya kemudian.

"Oh, tidak apa. Kau memang butuh istirahat, jadi aku sengaja membiarkanmu. Ditambah lagi ...." Sejenak ia menjeda dengan memutar kepala kembali ke tumpukan buku dan gulungan. "Sebenarnya semua ini merupakan ilmu terkait Aora."

SeeressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang