00: Danau Tak Tersentuh

36 9 1
                                    

"Noa, hari ini ke danau lagi?"

Aku menoleh saat mendengar suara Eva dan beberapa anak lainnya memanggilku. Di tangan mereka sudah ada ketapel dan beberapa batu, sepertinya mereka ingin menjahili Bibi Nay lagi.

"Iya. Besok saja kita bermain lagi," jawabku singkat sebelum berbalik kembali melanjutkan perjalanan.

Sayup-sayup kudegar langkah kaki Eva yang khas menuju ke arahku. Benar saja, tiba-tiba wajah dengan bintik-bintik di sekitar hidung itu sudah ada sangat dekat di depanku. Mau tidak mau aku harus mundur satu langkah saking kagetnya.

"Memangnya ada apa di danau itu? Noa sekarang jadi jarang bermain drngan kami lagi."

"Ada Leta di sana. Dia sendirian. Besok aku pasti bermain dengan kalian."

"Siapa, sih, Leta itu? Kenapa bukan Leta saja yang ke sini? Kita, kan, bisa bermain bersama?"

Aku terdiam mendengar pertanyaan Eva. Ingin menjawab, tapi tidak tahu juga harus menjawab apa. Benar juga, kenapa Leta tidak datang ke sini saja daripada aku harus membagi waktuku untuk bermain dengan siapa?

Aku mengangguk setuju dan menjawab, "oke! Aku akan akan ajak Leta nanti. Besok mungkin kita bisa bermain bersama."

Eva puas dengan jawabanku. Gadis tersenyum lebar sebelum kembali bergabung drngan anak-anak lain. Kami saling melanbai sebelum mereka semua berlari ke rumah Bibi Nay, mengejar waktu sebelum Bibi Nay pulang dari kebunnya.

*****


"Kenapa tidak bisa?" tanyaku pada Leta yang srdang berbaring di sebelahku.

Di depan kami, air danau terlihat sangat tenang dan teduh. Terlihat sangat segar di cuaca yang panas ini. Seperti Leta, selalu tenang dan teduh saat menjawab semua pertanyaanku, termasuk saat aku mengajaknya ke desaku untuk bermain dengan anak-anak lain.

"Aku sudah berjanji pada ibuku untuk tidak pergi terlalu jauh dari danau."

"Tapi kan desaku tidak jauh juga," bantahku penasaran.

Leta bangkit menghadapku. Matanya tampak berpikir sejenak. Jika kuperhatikan, sepertinya untuk sepersekian detik, ia seperti akan sejutu dengan ucapanku. Namun detik berikutnya kepalanya menggeleng keras dengan bibir mengerucut.

"Sampai ibuku mengijinkan, aku tidak berani."

Aku mengangguk saja dengan jawabannya. Aku tahu bagaimana marahnya Ibu saat aku melanggar ucapannya untuk tidak bermain di dekat sumur. Sangat seram. Mungkin ibu Leta juga begitu.

Untuk sebentar, kami diam dengan pikiran kami masing-masing. Riak air di danau saat ada daun yang jatuh di atasnya saling bertabrakan membuat pola-pola aneh. Bagus, tapi aneh. Aneh, tapi anehnya pun bagus.

"Kemarin aku melihat bebek di danau," ucapku pada Leta.

Kemarin, setelah Leta pamit pulang, aku yang juga akan pulang tiba-tiba mendengar suara kecipak dari danau. Seekor bebek sedang berenang sendirian di tengah danau. Entah darimana datangnya, padahal dari tadi aku tidak melihat ada bebek di pinggir danau.

"Tidak mungkin. Danau itu, kan, katanya tidak bisa disentuh makhluk hidup," bantah Leta dengan heran.

"Tapi kemarin ada. Sungguh. Dia berenang ke jauh ke seberang sana."

Leta melihatku sebentar sebelum bertanya, "mau mengejarnya?"

"Tapi kita tidak tahu ada apa di seberang sana."

"Bukankah bagus? Mungkin bukan hanya bebek yang kita temukan di sana," ucap Leta sambil menerawang ke depan.

Danau menyeramkan yang katanya tidak bisa tersentuh makhluk hidup, seketika terlihat sangat menarik. Seberang yang tak pernah terlihat ujungnya, sesuatu sedang menunggu di sana, kan?

"Bagaimana dengan ibumu?" tanyaku padanya. Katanya Leta tidak bisa pergi terlalu jauh dari danau, kan?

"Ibu hanya berpesan untuk tidak bermain ke arah sana," ucap Leta sambil menunjuk ke arah jalan yang kulalui. "Tapi Ibu tidak pernah bilang untuk tidak ke sana," lanjutnya lagi yang kini menunjuk ke arah seberang danau.

"Kamu yakin?"

Ia melihatku lagi tanpa berkata apa-apa dan kembali melihat ke arah seberang danau.

"Kita tidak akan tahu jika tidak dicoba, kan?"
.
.
.

[TBC]

DWC NPC 2024
Day: 0

[29/01/2024]
[574]

Shell

Are We There Yet?Where stories live. Discover now